Seremoni adat berlangsung 30 meter dari ujung aliran lava. Seremoni sebagai bentuk permintaan maaf pada gunung.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
Petrus Dimu Puka (54) dan lima tokoh adat mendaki ke arah puncak Gunung Lewotobi Laki-laki yang sedang erupsi. Awan panas dan lava dari kawah gunung terus meluncur ke arah mereka.
Langkah mereka tertuju ke ujung aliran lava yang meluncur sejauh 3 kilometer dari puncak 1.584 meter di atas permukaan laut, Selasa (16/1/2024) pukul 07.30 Wita. Luncurannya mendekat ke permukiman Desa Nurabelen, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, yang merupakan kampung asal mereka. Desa itu dinyatakan masuk zona merah.
Sehari sebelumnya, Senin, warga diminta mengungsi ke lokasi penampungan di Desa Konga, Kecamatan Titehena, yang berjarak lebih kurang 11 kilometer dari Nurabelen. Kampung itu sepi, hanya beberapa pria yang ditugaskan menjaga harta benda warga.
Rombongan Dimu memang sengaja menuju ke arah luncuran lava panas. Mereka sadar bahwa material lava membahayakan keselamatan mereka. Lava merupakan bahan vulkanis cair atau semicair yang keluar dari gunung berapi. Sering pula disebut api cair.
Mengutip laman Magma Indonesia, suhu magma berkisar 800-1.200 derajat celsius. Istilah itu digunakan pertama kali ketika terjadi erupsi Gunung Vesuvius di Italia pada tahun 1737, yang ditulis Francesco Serao. Lava dikatakan sebagai ”aliran berapi-api”.
Dimu mengatakan, mereka tidak takut dengan lava. ”Kami menyambut dia (gunung) yang adalah raja kami,” katanya. Lava dianggap sebagai simbol dari gunung. Dalam keyakinan mereka, gunung bukan benda mati. Gunung punya roh, dan mereka bisa berkomunikasi lewat seremoni adat.
Lebih kurang satu jam perjalanan, mereka tiba di dekat ujung lava. Ia memperkirakan, jarak mereka dengan lava panas itu lebih kurang 30 meter. Mereka merasakan hawa panas itu. Di situlah mereka menggelar upacara adat. Tak ada dokumentasi sebagaimana larangan dari aturan adat. Wartawan tidak diperkenankan meliput.
Kami meyakini bahwa gunung yang adalah raja kami, nenek moyang kami, sedang marah karena ulah kami. Kami harus minta maaf atas kesalahan kami. Semoga gunung memaafkan kami.
Bahan persembahan diletakkan di situ. Ada anak kambing jantan. Ada juga beras yang diolah dengan cara ditumbuk, tembakau, dan minuman yang disuling dari air pohon lontar atau kelapa. Setelah kambing disembelih, semua sesajen dipersembahkan kepada gunung.
Menurut Dimu, seremoni adat itu bertujuan untuk meminta maaf kepada gunung yang selama ini dirusak oleh masyarakat setempat. Gunung dirusak dengan cara pembukaan lahan secara serampangan, pembakaran hutan secara besar-besaran, pembalakan terus-menerus, dan penambangan pasir yang tidak terkontrol.
”Kami meyakini bahwa gunung yang adalah raja kami, nenek moyang kami, sedang marah karena ulah kami. Kami harus minta maaf atas kesalahan kami. Semoga gunung memaafkan kami,” tuturnya.
Selesai seremoni adat, mereka kembali ke Kampung Nurabelen dengan selamat. Mereka tetap tinggal di kampung itu. Selain mengamankan harta benda, mereka terikat dengan hukum adat. Mereka tidak boleh membiarkan kampung kosong tanpa ada orang yang menjaganya.
Zona bahaya diperluas
Hingga Rabu (17/1/2024) pagi, erupsi masih terus terjadi. Anselmus B Lamanepa dari Pos Pemantauan Gunung Lewotobi Laki-laki melaporkan, tinggi kolom erupsi mencapai 600 meter di atas puncak. Erupsi berwarna putih hingga kelabu condong ke arah utara hingga timur laut.
Selain itu, terekam gempa awan panas guguran sebanyak 14 kali, gempa letusan 108 kali, gempa guguran 92 kali, dan gempa tremor 10 kali. Zona bahaya pun terus diperluas menjadi 6 kilometer. Artinya, tidak boleh ada aktivitas dalam radius tersebut karena dapat mengancam keselamatan.
Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi kembali mengingatkan masyarakat agar mengutamakan keselamatan. Salah satunya dengan menaati larangan masuk zona bahaya yang ditetapkan pihak pemantau gunung. Doris mengajak warga yang masih bertahan di permukiman agar mengungsi ke lokasi penampungan.
Dua wilayah kecamatan, yakni Wulanggitang dan Ile Bura, terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki. Jumlah pengungsi sudah mencapai 6.489 orang dan berpotensi meningkat. Warga diminta menepi sejenak hingga aktivitas gunung kembali reda pada waktunya.