Sebanyak 3,9 Juta Anak di Jateng Bakal Divaksin Polio
Vaksinasi akan dilakukan kepada sekitar 3,9 juta anak di Jawa Tengah untuk mencegah polio. Target partisipasi 95 persen.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah di Jawa Tengah untuk mencegah penularan polio menyusul ditemukannya satu kasus positif polio di Kabupaten Klaten pada Desember 2023. Pada pertengahan Januari 2024, vaksin polio bakal dilakukan kepada sekitar 3,9 juta anak di wilayah tersebut.
Pada Desember 2023, satu kasus polio ditemukan di Klaten, tepatnya di Kecamatan Manisrenggo. Temuan kasus itu diawali dari adanya seorang anak perempuan berusia enam tahun yang mengeluhkan gejala berupa demam tinggi seusai kembali dari Jawa Timur. Setelah demam turun, anak itu mengeluhkan penurunan kekuatan pada otot kakinya.
Anak itu lantas dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta dan dilakukan pengecekan laboratorium. Berdasarkan hasil uji laboratorium, anak tersebut dinyatakan positif polio.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jateng Irma Makiah mengatakan, temuan kasus polio di Klaten itu merupakan kejadian luar biasa. Hal itu karena selama ini Jateng sudah masuk daerah eradikasi (bebas) polio.
”Sebagai bentuk antisipasi, kami mengikuti arahan dari pemerintah pusat. Berdasarkan surat edaran, yang pertama harus dilakukan ialah melakukan surveilans bersama Kementerian Kesehatan dan juga Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. Sementara ini, kami masih menunggu hasil pemeriksaan surveilansnya keluar semua,” kata Irma di Kota Semarang, Rabu (10/1/2024).
Setelah melakukan surveilans, Dinas Kesehatan Jateng bakal melakukan Sub-Pekan Imunisasi Nasional (Sub-PIN) Polio massal. Dalam program tersebut, seluruh anak dengan usia 0-7 tahun akan divaksin polio tanpa memandang status vaksin sebelumnya.
Akan ada sekitar 3.903.678 anak di 35 kabupaten/kota di Jateng yang bakal menjadi sasaran dalam program imunisasi tersebut. Mereka akan diberi vaksin jenis Noval Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2). Pemberian vaksin diberikan secara oral dengan diteteskan ke dalam mulut.
”Pemberian Sub-PIN Polio akan terbagi menjadi dua kali putaran. Pertama, akan dilakukan pada 15 Januari 2024. Kemudian, putaran kedua akan dilakukan pada 19 Februari 2024,” tutur Irma.
Usai vaksinasi dilakukan, Dinas Kesehatan Jateng akan melakukan penyisiran. Kepala Subkoordinator Surveilan Imunisasi Dinas Kesehatan Jateng Atin Suhesti menyebutkan, upaya itu dilakukan untuk memastikan tingkat partisipasi anak dalam program imunisasi polio itu mencapai target, minimal 95 persen.
”Penyisiran ini untuk melihat anak-anak mana yang belum tervaksin. Hal itu karena bisa saja saat pelaksanaan vaksin, anak sedang pergi atau sakit sehingga tidak bisa divaksin,” ucap Atin.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan Jateng akan melakukan rapid convenience assesment (RCA). Dalam proses itu, data-data terkait cakupan vaksinasi akan dianalisis untuk mengukur seoptimal apa vaksinasi berjalan.
Jika ada satu daerah dengan cakupan vaksinasi tidak maksimal, akan jadi potensi untuk munculnya polio atau bahkan penyakit lain.
Atin mengimbau para orangtua untuk mengikutkan anaknya yang berusia 0-7 tahun dalam program Sub-PIN Polio. Hal iu penting untuk mencegah penyakit polio dan menciptakan kekebalan komunal terhadap polio di Jateng.
Membaik
Sementara itu, Irma menyebut, anak yang menderita polio di Klaten sudah relatif membaik. Anak itu telah kembali ke rumah setelah dirawat di rumah sakit. Irma meminta masyarakat tetap waspada, tetapi tidak panik karena polio bisa dicegah.
”Untuk mencegahnya bisa dilakukan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Buang air besar di kloset, cuci tangan sebelum makan, dan yang utama imunisasi polio yang masuk dalam Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) yang disediakan pemerintah secara gratis,” ujar Irma.
Imbauan agar para orangtua mengikutkan anaknya dalam vaksinasi polio juga disampaikan anggota Komisi IX bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan DPR RI, Edy Wuryanto. Edy menyebut, tingkat partisipasi masyarakat dalam vaksinasi polio akan menentukan kondisi wilayahnya ke depan.
”Jika ada satu daerah dengan cakupan vaksinasi tidak maksimal, akan jadi potensi untuk munculnya polio atau bahkan penyakit lain,” ujar Edy.
Edy juga mendorong agar setiap daerah dengan aktif melaporkan cakupan imunisasi di wilayahnya. Selanjutnya, Kementerian Kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap cakupan vaksinasi di setiap daerah. Daerah dengan cakupan vaksinasi polio rendah harus dicarikan solusi agar partisipasinya tinggi.
Menurut Edy, hal lain yang juga mesti diperhatikan adalah proses distribusi vaksin. Cara menyimpan, membawa, dan sampai memberikan vaksin ke anak-anak diharapkan Edy harus tepat agar kualitas vaksin terjaga.
”Negara kita adalah negara kepulauan dengan geografis yang beragam sehingga butuh perlakuan yang beragam. Jangan sampai vaksin yang diberikan seperti peluru kosong,” imbuhnya.