Ancaman gagal panen membayangi areal pertanian lahan kering di NTT. Sampai hari ini, sebagian besar wilayah itu belum diguyur hujan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Petani di Nusa Tenggara Timur mengeluhkan kondisi lahan yang mengalami kekeringan akibat tak ada hujan di awal masa tanam. Petani khawatir bakal terjadi gagal panen.
Ketua Kelompok Tani ”Oetnana” di Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, Daniel Aluman (48) mengatakan, jagung dan tanaman lain yang mengandalkan hujan, daunnya sudah menggulung akibat kekurangan air. Tanaman sudah mencapai ketinggian 1 meter.
”Jika hujan tidak turun sampai satu atau dua pekan ke depan, itu pasti gagal panen,” katanya, Rabu (3/1/2024).
Curah hujan tidak seperti pada musim hujan 2022/2023 lalu yang merata di seluruh wilayah NTT. Bahkan, hujan masih turun pada masa perayaan Natal dan Tahun Baru yang lalu.
Hujan terjadi pekan pertama Desember 2023. Melihat lahan mulai basah, petani ramai-ramai menanam. Tanaman pun tumbuh. Namun, hujan tak lagi turun setelahnya. Ia khawatir kondisi itu bakal melahirkan bencana baru, yakni serangan hama belalang dan ulat grayak.
Jika hujan tidak turun sampai satu atau dua pekan ke depan, itu pasti gagal panen.
Pengamatan di Desa Penfui Timur, Kabupaten Kupang, lahan pertanian sorgum dan jagung milik TNI AU setempat terpaksa menggunakan sistem irigasi tetes. Ini untuk menjaga ancaman kekeringan tanaman itu. Sebagian tanaman sorgum di desa itu sudah matang dan siap dipanen pekan depan.
Petani lain yang semata-mata bergantung dari air hujan juga terancam gagal panen. Mereka pun membiarkan tanaman jagung tumbuh bersama rerumputan. Rumput yang ada dinilai sebagai pelindung. Jika hujan turun, rumput-rumput liar itu akan dibersihkan.
Agus Kase (54), petani DesaBokong, Kecamatan Toianas, Timor Tengah Selatan, mengatakan belum sempat menanam. Biasanya di wilayah selatan TTS terlambat turun hujan. Hanya ada gerimis yang membasahi permukaan tanah.
Wilayah TTS bagian selatan selalu gagal panen setiap musim tanam tiba. Hujan terlambat turun. Hanya satu bulan terjadi musim hujan. Itu pun tidak menyeluruh. Tanaman jagung butuh waktu 40-50 hari. Banyak petani yang gagal panen, khususnya komoditas jagung.
”Kami di wilayah selatan TTS lebih mengandalkan tanaman ubi kayu, ubi jalar, pisang, kacang-kacangan, dan keladi. Petani yang memiliki lahan di dekat sungai bisa mengalirkan air sungai ke lahan itu. Sungai ini muncul jika terjadi hujan di bagian pegunungan Mutis,” kata Kase.
Bernadus Reo (67), petani Desa Mewet, Adonara, Flores Timur, menyebutkan, dirinya sudah menanam jagung, padi ladang, dan umbi-umbian tiga pekan lalu. Tetapi, terjadi kekeringan dalam dua pekan terakhir sehingga semua tanaman terancam puso.
”Tanaman singkong dan keladi masih bisa bertahan, tetapi jagung dan padi sudah daunnya menggulung. Hampir semua lahan jagung dan padi ladang di desa ini seperti itu. Petani resah,” kata Reo.
Dengan melihat besarnya ancaman gagal panen akibat kekeringan, Reo berharap masih ada hasil dari tanaman umur panjang, misalnya kopi, kemiri, cengkeh, dan pinang.
Dana desa untuk proyek padat karya pekerjaan jalan dan talut desa hanya berlaku tiga tahun pertama, yakni 2015-2018. Setelah itu, tidak ada kegiatan proyek dari dana desa sama sekali. ”Desa pun belum ada BUMDes, dan tidak ada kegiatan pembangunan lain yang melibatkan masyarakat desa,” katanya.
Ayah lima anak ini khawatir tahun 2024 bakal terjadi ancaman kelaparan khususnya di pedalaman. Apalagi, tahun ini merupakan tahun politik.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Lasiana Kupang Rahmatulah Adji mengatakan, hasil monitoring musim hujan 2023/2024, wilayah NTT yang telah memasuki musim hujan adalah Manggarai Barat bagian utara, Manggarai bagian utara, Manggarai Timur bagian utara, dan Nagekeo bagian utara. Selain itu, Sumba Barat bagian timur, Sumba Tengah bagian selatan, dan Sumba Timur bagian tengah.
Wilayah lain, seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan sebagian besar Timor Tengah Selatan, Malaka, dan Timor Tengah Utara, belum memasuki musim hujan.
Secara keseluruhan, NTT sudah diguyur hujan, tetapi belum merata. ”Hasil pantauan satelit, daerah merah belum memasuki musim hujan, sedangkan daerah hijau sudah masuk musim hujan. Perbandingan warna merah dan warna hijau, warna merah lebih luas,” katanya.
Direktur Timor Membangun Nusantara Martinus Duan mengatakan, dengan curah hujan yang terbatas, sangat tidak mungkin delapan bendungan dengan kapasitas air di atas 1 juta meter kubik bisa terisi. Mestinya pada periode ini hujan sudah merata dengan intensitas tinggi di NTT.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambros Kodo mengatakan, setiap kabupaten/kota telah mengantisipasi itu dengan menyiapkan cadangan beras masing-masing 100 ton, dan di provinsi sebanyak 200 ton. Dalam keadaan darurat, beras cadangan itu segera didistribusikan.