Menyantap Papeda dan Sinole, Kenyang dengan Nikmat Khas Papua
Papeda dan sinole menjadi kuliner Papua yang wajib dicoba. Makanan ini menawarkan kenyang dengan kenikmatan khas setempat.
Saat berada di Papua, kurang lengkap rasanya jika tidak menikmati kulinernya. Seperti wilayah timur Indonesia lainnya, makanan yang patut dicoba saat berkunjung ke sana adalah makanan laut serta olahan pangan lokal Papua.
Salah satu yang paling tersohor dari Papua ialah papeda. Makanan dari pati sagu ini hampir tidak pernah terlewatkan saat berburu kuliner khas Papua. Apalagi dengan variasi masakannya, seperti papeda kuah kuning
Makanan serupa papeda sebenarnya bisa juga dijumpai di wilayah timur Indonesia lainnya, yang jadi tempat tumbuhnya tanaman sagu. Sebut saja, di Sulawesi Selatan ada kapurung, di Sulawesi Tenggara ada sinonggi, serta di Maluku yang juga disebut papeda.
Baca juga : Nasi Jamblang dan Empal Gentong, Kuliner Pengingat Cirebon
Kekhasan ini menjadikan papeda diusulkan sebagai warisan budaya tak benda ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada pada Oktober 2015. Kepopuleran papeda membuat restoran yang menyediakan menu ini bisa ditemui tidak hanya di Papua atau Maluku.
Namun, tidak berlebihan jika pengunjung mencicipi rasa otentik papeda langsung dari ”Bumi Cenderawasih”. Salah satu yang tenar adalah Kedai Panento di Jalan Tanah Hitam, Distrik Abepura, Jayapura. Kedai yang buka setiap hari Senin-Sabtu pukul 10.00-22.00 WIT dan Minggu pukul 13.00-22.00 WIT ini kerap dipadati pelanggan.
Seperti siang itu, Rabu (20/12/2023), pelanggan baik warga lokal maupun pendatang mengunjungi kedai bertema ”Kenyang dengan Nikmat Lokal” tersebut. Mereka datang bersama kerabat, teman, serta rekan kerja.
Baca juga : Berburu Lumpia Seabad dan Tahu Gimbal di Semarang
Tempat ini mengusung konsep klasik dengan sentuhan desain alam, yakni tanaman hijau di sekitarnya. Tidak heran, pengunjung yang datang tidak hanya menyantap makanan, tetapi juga bekerja dengan laptop atau gawainya.
”Kami mengusung tema co-working space (ruang kerja bersama). Jadi, kalau ada pekerjaan, mereka tetap nyaman,” kata manajer sekaligus co-owner Kedai Panento, Cresentia Warwe (37).
Papeda si favorit
Adapun menu favorit hampir pasti jatuh pada papeda kuah kuning. Papeda kuah kuning dengan tuna suwir seharga Rp 60.000 ini sudah bisa dinikmati oleh dua orang. Tambahan sayur tumis kangkung seharga Rp 25.000 bisa menjadi alternatif untuk meramaikan cita rasa.
Ketika hidangan ini telah siap di atas meja, aroma kesegaran jeruk berpadu harum daun kunyit menyeruak dari mangkuk tuna suwir kuah kuning. Makanan itu berdampingan dengan gumpalan papeda, seperti jeli di dalam mangkuk.
Bukan hanya rupa hidangannya yang menarik, melainkan juga ”ritual khusus” menyantap papeda kuah kuning. Mulanya, papeda di dalam mangkuk besar digulung menggunakan sepasang garpu panjang dari bambu, lalu dituang ke dalam piring. Menggulung papeda yang liat tentu membutuhkan keterampilan tangan yang juga lihai.
Tampaknya tidak begitu sulit, meskipun bisa jadi perlu beberapa kali percobaan gulungan untuk menghasilkan sajian papeda yang sempurna. Terkadang, kegagalan menggulung papeda ini menghadirkan tawa. Suasana pun kian ceria sebagai pengantar sebelum bersantap ria.
Siraman kuah kuning kemudian mengubah rasa tawar papeda menjadi gurih, menggairahkan lidah. Papeda yang kenyal seperti jeli tidak perlu dikunyah, cukup diisap bersamaan dengan kuah kuning, sruupppppp. Papeda bermutu bagus terasa lembut saat masuk ke dinding mulut, lalu meluncur mulus ke tenggorokan.
”Sagu yang kami gunakan didatangkan langsung (dari) Distrik Kemtuk Gresi (Kabupaten Jayapura). Kami bekerja sama dengan mama di sana untuk memastikan kualitas sagu yang terbaik,” ujar Cresentia.
Sebagai kota yang heterogen, pilihan lokasi kulineran di Jayapura cukup beragam. Namun, cukup sulit menemukan kuliner yang khas, seperti olahan pangan lokal.
Papeda pas disantap bergantian dengan suwiran ikan tuna. Cita rasa manis daging ikan yang lembut menggoda lidah untuk menikmatinya. Daging ikan didorong masuk ke tenggorokan dengan beberapa seruput kuah kuning yang segar. Tidak ketinggalan sayur tumis cah kangkung.
”Memang biasanya di sini favorit orang itu sudah pasti papeda. Suasana rumah makannya juga tenang. Jadi, orang betah berlama-lama meskipun ada pekerjaan,” ujar Cresentia.
Sinole jadi alternatif
Ketika hari semakin sore, suasana di Kedai Panento kian ramai. Pengunjung datang silih berganti. Namun, ada beberapa orang yang sedari awal tetap bertahan. Mereka ”bercengkerama” dengan laptop dan gawai. Tapi, ”kawan” kulinernya sudah berbeda.
Papeda berganti sinole. Makanan berbahan dasar sagu dan parutan kelapa ini juga khas Papua serta bisa dijumpai di Maluku. Makanan yang diolah dengan proses sangrai ini tidak membutuhkan waktu lama untuk dihidangkan.
”(Sinole) Ini juga jadi salah satu (kuliner) favorit di sini, selain papeda. Bikinnya cepat, 3-5 menit sudah siap dihidangkan. Variasi rasanya juga beragam,” tutur kepala juru masak Kedai Panento, Joy Sawkota (32).
Salah satu yang paling dicari adalah sinole gula aren. Dengan merogoh kocek Rp 25.000, pengunjung sudah bisa mendapatkan seporsi sinole yang dibagi menjadi empat potong. Lebih dari cukup jika dikonsumsi berdua.
Menikmati kuliner yang satu ini tak lengkap jika tidak ditemani minuman khas Papua lainnya, yakni papuano latte seharga Rp 30.000. Kopi khas arabika dari wilayah dataran tinggi Papua ini pun menambah nikmat lumeran gula aren dengan panggangan sagu dari sinole.
Baca juga : Nikmati Pengkang dan Kwetiau Saat Liburan di Pontianak
Tidak hanya papeda dan sinole, pengunjung kedai ini juga bisa merasakan kuliner khas lainnya. Ada ulat sagu, keladi kukus, mujair kuah kuning, serta keladi dan singkong kukus.
Salah seorang pengunjung, Kellen (27), mengatakan, cukup sulit menjumpai tempat makan dengan pilihan kuliner khas Papua yang bervariasi di Kota Jayapura. Padahal, sebagai pendatang, ia penasaran dengan kuliner setempat.
”Sebagai kota yang heterogen, pilihan lokasi kulineran di Jayapura cukup beragam. Namun, cukup sulit menemukan kuliner yang khas, seperti olahan pangan lokal. Makanya, tempat seperti ini pasti jadi incaran,” ucap pria yang berasal dari Nusa Tenggara Timur tersebut.