Setelah ”Food Estate”, Lahirlah ”Shrimp Estate” di Kalteng
Pemprov Kalteng membangun lumbung udang atau ”shrimp estate” di Sukamara dengan konsep ”zero waste” dan berkelanjutan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Setelah lumbung pangan (food estate), Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah kini membangun lumbung udang (shrimp estate) di Kabupaten Sukamara. Tambak udang dengan luas 40 hektar itu didanai pemerintah, tetapi dikelola oleh kelompok masyarakat setempat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah Darliansjah menjelaskan, lumbung udang itu dibangun di Desa Sungai Raja, Kecamatan Jelai, Kabupaten Sukamara. Luasnya mencapai 40,17 hektar atau sekitar 50 kali lapangan sepak bola. Pembangunannya menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalteng.
”Masyarakat atau kelompok perikanan yang mengelola, bahkan manajemennya juga mereka. Pemerintah memfasilitasi dan mendampingi. Apalagi, ini salah satu program prioritas Pemprov Kalteng,” kata Darliansjah di Palangkaraya, Jumat (1/12/2023).
Lumbung udang itu terdiri dari empat kluster tambak udang dengan total 72 kolam. Semuanya akan diisi udang vaname atau udang kaki putih (Litopenaeus vannamei). Menurut dia, pembuatan kolam yang kini sudah mencapai 94 persen itu dilakukan dengan teknik berkelanjutan dengan konsep zero waste. Proses pembangunannya didampingi oleh tenaga profesional akuakultur dan laboratorium dari Denfarm PT Central Proteina (CP) Prima Sidoarjo. ”Saat ini kami sudah mulai menebar benur (benih udang) di tiap kolam,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah pusat juga membangun food estate di Kalteng dengan komoditas padi dan singkong. Pembangunannya dilakukan di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kabupaten Gunung Mas. Program ini sudah berjalan sejak 2019. Namun sayang, pelaksanaan food estate masih menimbulkan banyak kontroversi, baik dari sisi produksi maupun persoalan lingkungan.
Melihat hal itu, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, program shrimp estate merupakan program yang melengkapi food estate. Namun, berbeda dengan food estate, lumbung udang ini murni menggunakan APBD Provinsi Kalteng. Ia bahkan mengklaim jika lumbung udang ini merupakan yang pertama di Indonesia dengan pendanaan APBD.
Ia juga meminta dinas yang terlibat untuk betul-betul menghitung dampak lingkungan yang dihasilkan. Ia yakin, dengan pembangunan berkelanjutan, sungai tetap terjaga.
Selain untuk mendukung produksi udang nasional, katanya, program ini juga memberi dampak sosial-ekonomi di masyarakat. Dengan pengelolaan hingga manajemen diserahkan ke masyarakat, perputaran uang juga langsung di masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. ”Shrimp estate ini akan menjadi sumber kekuatan ekonomi baru masyarakat, khususnya yang di pesisir,” ujarnya.
Sugianto menambahkan, program unggulan Kalteng ini akan melibatkan banyak pihak. Namun, ia menegaskan, masyarakat akan tetap menjadi pengelola utama tambak sehingga dampak ekonomi bisa langsung dirasakan masyarakat.
”Inovasi akan tidak memiliki nilai apabila semangat kebersamaan dalam mencapai tujuan tidak terbangun dengan baik. Untuk itu, sinergi dan kolaborasi menjadi penentu dalam keberhasilan,” kata Sugianto.
Setelah ada food estate, kini lahir shrimp estate. Menurut Sugianto, hal ini menunjukkan potensi kekayaan sumber daya alam Kalimantan Tengah yang melimpah. Sayangnya, selama ini potensi itu belum berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat.
”Untuk itu diperlukan inovasi dan terobosan langsung ke masyarakat, (shrimp estate) ini sudah tepat sebagai daya ungkit ekonomi masyarakat pesisir,” ujar Sugianto.