Pemerintah Siapkan Strategi Jangka Panjang Penanganan Karhutla di Sumsel
Karhutla di Sumsel menjadi perhatian Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Dia menyatakan, pemerintah menyiapkan strategi jangka panjang agar penanganan kebakaran di Sumsel lebih baik.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan yang tak kunjung mereda menjadi perhatian Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Siti menyatakan, pemerintah akan menyiapkan strategi jangka panjang agar penanganan karhutla di Sumsel lebih baik.
Hal itu dikatakan Siti seusai melakukan kunjungan ke lokasi kebakaran terparah di Sumsel, yakni di Desa Jungkal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Minggu (12/11/2023). Berdasarkan pantauan Kompas, Siti tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Minggu, sekitar pukul 08.45.
Setelah melakukan koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Sumsel yang dipimpin Pejabat Gubernur Sumsel Agus Fatoni hingga lebih kurang pukul 09.25, rombongan Siti dan Agus bergegas menuju Markas Manggala Agni Daops Sumatera XVII/Ogan Komering Ilir (OKI), Kayuagung, OKI.
Sesampai di Markas Manggala Agni sekitar pukul 10.34, Siti dan Agus diterima sejumlah pejabat terkait. Mereka melakukan rapat hingga lebih kurang pukul 12.15. Sesudah makan siang, rombongan melanjutkan perjalanan menuju lokasi kebakaran di Desa Jungkal dan tiba di sana sekitar pukul 14.15.
Seusai melakukan pemantuan sekitar 15 menit, Siti mengatakan, kebakaran lahan di Sumsel tidak sedahsyat dibandingkan dengan di Kalimantan Tengah dan Riau yang dilihatnya baru-baru ini.
Namun, kebakaran di Sumsel terjadi di lahan gambut yang dalam, seperti di Desa Jungkal. Hal itu membuat kebakaran bisa menjalar di wilayah bawah permukaan gambut sehingga menyulitkan proses pemadaman.
Selain itu, kebakaran di Sumsel menjadi perhatian dan selalu dijaga karena berpotensi mengirimkan polusi kabut asap ke provinsi lain, seperti Jambi dan Riau, bahkan ke negara tetangga, seperti Singapura.
Walau sejauh ini tidak ”mengekspor” asap hingga lintas negara, kebakaran di Sumsel tetap menjadi perhatian karena belum juga bisa diakhiri. ”Sekarang, kan, sudah tanggal 12 November, biasanya sih tanggal-tanggal 4 November itu udah selesai (berakhir kebakarannya),” ujar Siti.
Hal lain yang membuat kebakaran di Sumsel sulit diatasi karena ada sejumlah kasus unik di lokasi yang terbakar. Sebagai contoh, kebakaran di Desa Jungkal terjadi di wilayah konsesi perusahaan yang pernah terbakar dan sedang terkena sanksi serta baru dinyatakan pailit.
Berdasarkan keterangan di posko jaga tak jauh dari lokasi kebakaran di Desa Jungkal, wilayah itu masuk kawasan perkebunan PT Waringin Agro Jaya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat per 15 Maret 2023.
Terhadap kasus itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus melakukan pendalaman untuk penanganannya. ”Areanya enggak bisa di-biarin. Kalau kebakaran, kan, yang kena masyarakat. Ini segera kita ambil langkah (untuk penanganannya) karena banyak dimensi yang terkait di sana,” kata Siti.
Sekarang, kan, sudah tanggal 12 November, biasanya sih tanggal-tanggal 4 November itu udah selesai (berakhir kebakarannya).
Lima strategi
Dari hasil rapat koordinasi di Markas Manggala Agni Daops OKI, Siti menyampaikan, ada lima strategi jangka panjang untuk penanganan kebakaran lahan di Sumsel. Pertama, melihat apakah kebakaran itu terjadi betul-betul karena faktor alam atau ada unsur lainnya. Jika penyebab kebakaran sudah diketahui, pemerintah harus mampu mengendalikan sumber utamanya.
Kedua, pengendalian cuaca. Pola hujan harus dipelajari untuk memastikan apakah bisa dilakuan modifikasi cuaca sebelum kebakaran ataupun saat titik panas mulai meningkat.
Ketiga, patroli rutin dari darat ataupun udara untuk mencegah terjadi kebakaran ataupun mengantisipasi kebakaran meluas. Di samping melihat asap, pemantauan bisa dilakukan dengan melihat data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Jika ISPU suatu daerah meningkat, besar kemungkinan itu akibat adanya kebakaran.
Keempat, upaya pemadaman, baik melalui udara, darat, maupun cara lain. Kelima, pengendalian lanskap. Untuk lahan gambut, misalnya, penanganan lanskap paling tepat dengan cara menjaganya selalu basah. Selanjutnya, dipastikan berapa ketinggian air minimal yang harus tersedia untuk memastikan suatu lahan gambut selalu basah.
”Di dalam pengendalian lanskap itu juga ada faktor kesadaran masyarakat. Kalau masyarakat suka sonor (tradisi membuka lahan dengan membakar untuk pertanian skala kecil), yah, kita harus beri jalan. Ngebakar dua hektar, sih, menurut aturan boleh, tapi harus dijaga sekatnya, dikontrol waktu, teknik, dan lain-lainnya,” tutur Siti.
Menyemangati Manggala Agni
Seusai meninjau lokasi kebakaran, Siti menyempatkan diri berdialog dengan sejumlah anggota Manggala Agni yang sudah bertugas hampir sejak awal operasi pemadaman dilakukan pada 6 September 2023. Siti menuturkan, kebakaran tahun ini relatif lebih berat, khususnya di Sumsel.
Sebagai gambaran, berdasarkan data KLHK, luas kebakaran lahan di Indonesia tahun ini 934.000 hektar. Adapun luas kebakaran lahan di Sumsel per Januari-Oktober 2023 menembus 109.460,7 hektar.
Angka itu meningkat dibandingkan dengan 950,4 hektar pada 2020; 4.909,7 hektar pada 2021; dan 3.568,0 hektar pada 2022, tetapi lebih baik daripada 253.643,5 hektar pada 2019.
Sebaran titik api mencapai 10.090 titik di seluruh Indonesia sampai dengan Oktober 2023. Dari total titik api itu, sekitar 30 persen terdapat di Sumsel. Hingga kini ISPU di Palembang fluktuatif berada di sepuluh besar, bahkan beberapa kali menjadi daerah terpuncak dengan kualitas udara terburuk di Indonesia.
Merujuk laman ispu.menlhk.go.id, Minggu (12/11/2023) pukul 20.00, ISPU di Palembang menembus angka 127 atau tidak sehat sekaligus terburuk di Tanah Air.
Beruntung asap kebakaran dari Sumsel tidak sampai menembus negara tetangga. ”Itu yang harus kita jaga. Kerja berat ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri, ini harus dilakukan bersama-sama. Saya harap kebakaran di Sumsel bisa segera berakhir dan menjadi yang terakhir,” tutur Siti.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Ferdian Krisnanto mengatakan, rencana penanganan karhutla yang disusun pemerintah pusat tidak akan bisa berjalan jika tidak ada dukungan serius dari pemerintah daerah.
Dukungan itu terutama terkait pendekatan kepada masyarakat untuk sama-sama menjaga agar tidak kembali timbul kebakaran lahan. ”Sebenarnya pusat itu yang merancangnya, sedangkan daerah yang mengeksekusinya. Tapi, pada praktiknya, sering kali berbeda,” ungkap Ferdian.
Agus menuturkan, pihaknya berkomitmen mendukung rencana strategi penanganan kebakaran lahan di Sumsel secara jangka panjang. Pemprov Sumsel akan mendokumentasikan semua upaya yang telah dilakukan untuk dipelajari dan disosialisasikan kepada masyarakat.
”Sejauh ini penanganannya sudah membaik, tetapi perlu lebih komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan,” ujarnya.