Ikhtiar Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Kawasan Besakih di Bali
Pengelolaan sampah terintegrasi di Desa Besakih, Karangasem, Bali, menjadi proyek rintisan yang melibatkan kolaborasi berbagai pihak.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
KARANGASEM, KOMPAS — GoTo Impact Foundation bersama konsorsium Catalyst Changemakers Ecosystem meluncurkan proyek Sukla: Mahayuning Loka Bali di kawasan Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu (8/11/2023). Proyek ini merupakan model manajemen pengelolaan sampah secara kolaboratif yang didukung regulasi dan pemanfaatan teknologi.
GoTo Impact Foundation merupakan organisasi penggerak yang didirikan Grup GoTo. Adapun Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) merupakan konsorsium pengelola sampah yang terdiri dari Bali Waste Cycle, Rebricks, dan Yayasan Wastehub Alam Lestari. Kolaborasi keduanya menghasilkan model pengelolaan sampah terintegrasi di kawasan Desa Besakih. Proyek itu melibatkan peran pemerintah Desa Besakih dan pengelola kawasan Pura Agung Besakih.
Head of the Program and Strategy GoTo Impact Foundation Nadiah Hanim Abdul Latif mengatakan, kawasan Desa Besakih dipilih karena lokasi tersebut merupakan kawasan hulu dan menjadi obyek wisata. Di kawasan Desa Besakih terdapat kawasan suci Pura Agung Besakih. Ada pula tempat pengelolaan sampah berkonsep reduce, reuse, dan recycle atau (TPS3R) yang dikelola Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Basuki Lestari Besakih.
”Kami dari GoTo Impact Foundation menggabungkan semangat filantropi melalui Catalyst Changemakers Ecosystem mendorong gotong royong dan saling berinovasi bersama serta saling menguntungkan,” kata Nadiah saat peluncuran di Gedung Wiyata Graha, Besakih.
Mahayuning Loka Bali berarti menyucikan jagat Bali. Menurut Nadiah, program di Desa Besakih ini menyasar pengelolaan sampah melalui perubahan pola pikir, pelibatan masyarakat setempat, dan penciptaan nilai ekonomi sirkular dari manajemen sampah. Keberadaan Pura Agung Besakih yang menjadi destinasi andalan, juga sudah memiliki manajemen pengelolaan sampah.
Melalui program Sukla: Mahayuning Loka Bali, GoTo Impact Foundation bersama Catalyst Changemakers Ecosystem mendorong penguatan kolaborasi para pemangku kepentingan di Besakih.
Perwakilan konsorsium dari Bali Waste Cycle, Olivia Anastasia Padang, mengatakan, program ini menggabungkan metode pengelolaan sampah secara konvensional dan non konvensional. Hal ini dilakukan dengan tiga metode, yakni rekayasa teknologi pengolahan sampah dan residu, menciptakan produk ramah lingkungan dari sampah plastik, serta menjalankan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pengunjung, dan wisatawan di Desa Besakih.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bali I Made Teja menyatakan, pemerintah di Bali sudah menerbitkan regulasi mengenai sampah, termasuk Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Regulasi ini merupakan implementasi visi pembangunan Bali ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dalam menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali.
Teja menambahkan, seluruh masyarakat diharapkan berperan dan terlibat dalam menjaga lingkungan dan alam Bali. ”Persoalan sampah masih menjadi masalah lingkungan di Bali,” kata Teja saat memberikan sambutan mewakili Penjabat Gubernur Bali di Karangasem, Rabu (8/11/2023).
Timbulan sampah di Desa Besakih diperkirakan mencapai 7,5 ton per hari. Jumlah produksi sampah itu akan bertambah sekitar 3 ton ketika berlangsung upacara keagamaan di Pura Besakih. Akan tetapi, kemampuan mengelola sampah di desa tersebut masih terbatas.
“Hal ini berdampak terhadap lingkungan, mulai dari hulu sampai ke hilir,” kata Teja.
Pemerintah Provinsi Bali menyambut baik peluncuran program model pengelolaan sampah yang digagas GoTo Impact Foundation bersama Catalyst Changemakers Ecosystem. Teja mengharapkan program Sukla: Mahayuning Loka Bali itu membuah hasil positif dan berhasil berjalan sehingga dapat direplikasi ke tempat lain.
Adapun Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyatakan, Pemprov Bali mengapresiasi dan menyambut baik program pengelolaan sampah secara kolaboratif di kawasan Desa Besakih, Karangasem, itu. Dalam video yang ditayangkan saat peluncuran program itu, Mahendra mengatakan, sinergi dan kolaborasi berbagai elemen dibutuhkan untuk bergotong royong menangani sampah.
”Mari ngerombo (bersama-sama) bergotong royong mewujudkan Bali yang bersih, nyaman, dan lestari,” ujar Mahendra.