Desa Tahawa di Pulang Pisau ”Rumah Baru” Ratusan Satwa
Kerja konservasi bukan hanya di kawasan konservasi menurut negara, melainkan juga di kawasan lain yang punya nilai konservasi tinggi meski berdekatan dengan konsesi atau bahkan di dalam konsesi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Hutan Desa Tahawa di Kabupaten Pulang Pisau menjadi desa ramah satwa pertama di Kalimantan Tengah. Meski bukan kawasan konservasi, hutan seluas lebih kurang 9.000 hektar itu akan menjadi rumah baru bagi ratusan satwa endemik dan ribuan tumbuhan khas Kalimantan.
Pencanangan Desa Tahawa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, sebagai desa ramah satwa itu diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Bakar di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling, Kota Palangkaraya, Rabu (8/11/2023). Pencanangan itu merupakan puncak acara peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2023.
Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Desa Tahawa Tugas mengungkapkan, menjadikan hutan di sekitar kampungnya sebagai hutan desa merupakan inisiatif masyarakat. Mereka sadar betul akan pentingnya hutan, terutama bagi masyarakat Dayak.
Tugas menambahkan, dirinya hanya ingin hutan yang lestari bisa membawa manfaat bukan hanya untuk masyarakat Tahawa saat ini, melainkan juga untuk generasi penerus. ”Saya tidak mau kalau anak-anak saya itu tidak pernah melihat (burung) enggang lagi,” katanya.
Desa Tahawa yang berada di Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, itu memiliki hutan desa dengan luas lebih kurang 9.000 hektar. Pencanangan itu dilakukan dengan melepas lima burung khas Kalimantan yang dilindungi, antara lain 1 burung enggang kalimantan (Rhinoplax vigil), 3 elang brontok (Nisaetus cirrhatus), dan elang tikus (Elanus caeruleus).
Selain burung dilindungi, sebelumnya BKSDA Kalimantan Tengah sudah pernah melepas kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) dan beruang madu (Helarctos malayanus). Hutan Tahawa juga menjadi rumah bagi orangutan selama ratusan tahun. Meskipun demikian, hutan di desa itu bukan merupakan kawasan konservasi.
Jadi, kawan-kawan unit pengelola teknis (UPT) jangan ada lagi yang bilang kalau di luar wilayah konservasi bukan urusan saya. Itu tantangan yang harus diselesaikan.
Siti Nurbaya Bakar menjelaskan, kerja-kerja konservasi mencakup dimensi spesies dan lanskap hutan. Artinya, kerja konservasi tidak hanya fokus pada kawasan konservasi menurut negara, tetapi juga kawasan yang terfragmentasi proses izin konsesi di masa lampau belasan atau puluhan tahun lalu.
”Jadi, kawan-kawan unit pengelola teknis (UPT) jangan ada lagi yang bilang kalau di luar wilayah konservasi bukan urusan saya. Itu tantangan yang harus diselesaikan sehingga ke depan kita tidak dengar lagi maraknya satwa yang kena jerat,” kata Siti.
Kerja konservasi, lanjut Siti, berprinsip untuk memperbaiki dan meningkatkan wilayah yang memiliki dasar konservasi, seperti keanekaragaman hayati dan kehidupan alam liar. Kerja konservasi seperti itu merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam FOLU Net Sink 2030.
”Peringatan HKAN ini merupakan salah satu bentuk implementasi FOLU Net Sink serta ada kaitannya dengan rencana kita untuk mengikuti dan aktif juga memberikan contoh kerja yang baik dari Indonesia ke dunia,” kata Siti dalam sambutannya.
Hidup berdampingan
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Sadtata Noor Adirahmanta menjelaskan, di Desa Tahawa masyarakat sudah begitu sadar akan pentingnya keanekaragaman hayati di Kalimantan Tengah. Mereka bahkan hidup berdampingan dengan satwa tanpa ada konflik.
”Kalau kita masuk ke desa itu, kitab bisa lihat beruang madu di pohon langsung dan masyarakat biasa saja dengan kehadiran beruang itu, tidak ada konflik. Mereka sudah sadar betapa pentingnya menjaga hutan dan isinya,” kata Sadtata.
Sadtata menambahkan, sebagai desa ramah satwa, masyarakat mengelola sendiri kawasan itu dengan menjaganya jauh dari eksploitasi masif. Masyarakat menjadikan kawasan hutan desa mereka sebagai tempat penelitian bahkan ekowisata.
”Mereka sudah dilatih untuk bisa mendampingi para peneliti atau pengunjung yang datang. Hutan menjadi membawa kesejahteraan masyarakat sekitar,” ujar Sadtata.