Konferensi Waligereja Indonesia Dorong Pengembangan Pangan Berkeadilan
Konferensi Waligereja Indonesia berkomitmen mendorong pengembangan pangan yang berkeadilan, baik secara sosial, ekonomi, maupun ekologi. Untuk mewujudkan hal itu, KWI telah menyusun program selama 9 tahun.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI berkomitmen mendorong pengembangan pangan yang berkeadilan, baik secara sosial, ekonomi, maupun ekologi. Untuk mewujudkan hal itu, Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi KWI telah menyusun program jangka panjang yang mencakup aktivitas pendidikan, solidaritas pangan, dan pemberdayaan masyarakat.
Komitmen itu disampaikan pada acara Launching Project Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) KWI dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS), Rabu (1/11/2023), di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam acara itu, Komisi PSE KWI meluncurkan proyek revitalisasi Gerakan HPS Gereja Katolik untuk mewujudkan pangan berkeadilan.
Ketua Komisi PSE KWI Mgr Samuel Oton Sidin, OFMCap mengatakan, revitalisasi Gerakan HPS Gereja Katolik diharapkan bisa menjawab persoalan pangan yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, proyek revitalisasi tersebut akan mencakup upaya penanganan masalah pangan dari hulu ke hilir.
”Bergulirnya semangat revitalisasi ini perlu disikapi, dipahami, dan direalisasikan melalui tindakan nyata untuk membuktikan adanya keseriusan dalam upaya penanganannya,” kata Samuel.
Samuel memaparkan, untuk menjalankan proyek revitalisasi itu, Komisi PSE KWI telah merancang program jangka panjang dengan durasi sembilan tahun, yakni mulai tahun 2024 hingga 2032. Pelaksanaan program-program itu akan didanai dari dana solidaritas umat Katolik di seluruh Indonesia.
Dalam pelaksanaan program-program tersebut, Komisi PSE KWI akan melibatkan sebanyak mungkin pihak, baik secara personal maupun organisasi. Hal itu untuk memastikan program yang dirancang benar-benar memberi dampak baik, bukan sekadar menjadi acara seremoni atau selebrasi yang tak memberi manfaat riil.
”Selain sebagai refleksi terkait spiritualitas Kristiani dan esensi pangan bagi kehidupan, revitalisasi ini diharapkan dapat sungguh membawa dampak serta perubahan nyata di bumi Indonesia, utamanya untuk menjawab permasalahan pangan yang sudah sampai pada titik ancaman krisis, baik karena perubahan iklim maupun karena perilaku manusia,” ujar Samuel.
Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI RD Ewaldus, PR menyatakan, program-program yang akan dijalankan pada tahun 2024-2032 itu berkait dengan pendidikan, solidaritas pangan, dan pemberdayaan masyarakat. Aktivitas pendidikan dilakukan untuk memberi penyadaran kepada masyarakat terkait masalah pangan.
”Ini agar umat dan masyarakat memiliki kesadaran bahwa pangan itu merupakan anugerah Sang Pencipta. Berangkat dari situ, programnya ada macam-macam. Yang paling sederhana adalah bagaimana kita menghargai pangan,” ujarnya.
Melalui kegiatan pendidikan itu, Ewaldus menyebut, masyarakat juga akan diajak untuk tidak makan secara berlebihan dan tidak membuang makanan. ”Dengan membuang makanan, Paus Fransiskus mengatakan, kita mencuri hak orang lain, terutama orang miskin yang tidak memiliki kecukupan pangan sehari-hari,” ujarnya.
Revitalisasi ini diharapkan dapat sungguh membawa dampak serta perubahan nyata di bumi Indonesia, utamanya untuk menjawab permasalahan pangan yang sudah sampai pada titik ancaman krisis.
Sementara itu, kegiatan solidaritas pangan dijalankan untuk menggalang bantuan bagi orang-orang yang kekurangan makanan. ”Kami akan mengajak seluruh umat Katolik dan masyarakat untuk menyadari bahwa saudara-saudara kita ini ada yang masih kekurangan makanan, bahkan kelaparan,” kata Ewaldus.
Adapun aktivitas pemberdayaan masyarakat dijalankan untuk mendorong pengembangan pangan dengan paradigma ekologis. Ewaldus memaparkan, paradigma ekologis dalam pengembangan pangan itu penting untuk menghasilkan produk pangan yang sehat dan berkelanjutan. Aktivitas itu juga diharapkan bisa mendorong pengembangan berbagai jenis pangan lokal.