Laut Kepri Dijadikan Tempat Pembuangan Limbah oleh Kapal Asing
Aparat menangkap dua tanker berbendera asing yang membuang limbah beracun di perairan Kepulauan Riau. Mereka diduga menjadi dalang di balik pencemaran minyak hitam di Batam dan Bintan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Proses hukum terhadap dua tanker berbendera asing yang tertangkap membuang limbah beracun di perairan Kepulauan Riau terus berjalan. Keduanya diduga dalang di balik pencemaran minyak hitam yang menjadi bencana rutin di Batam dan Bintan. Aparat menegaskan para pelaku harus dihukum berat agar kejahatan lingkungan itu tidak terus terulang.
Dua kasus itu kini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kasus pertama melibatkan tanker (motor tanker/MT) Arman yang tercatat mengangkut 272.629 metrik ton minyak mentah senilai Rp 4,6 triliun. Kapal itu ditangkap Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Laut Natuna Utara pada 7 Juli 2023.
Direktur Penegakan Hukum (Gakkum) Pidana di KLHK Yazid Nurhuda menjelaskan, MT Arman dinakhodai warga negara Mesir berinisial MAM (42). Uji laboratorium dan kesaksian ahli menunjukkan sampel muatan dari MT Arman adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
”Setelah cukup bukti, kami menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan nakhoda MT Arman sebagai tersangka,” kata Yazid, saat memberikan keterangan pers di atas Kapal Negara (KN) Tanjung Datu-1101 milik Bakamla, di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (13/10/2023).
Menurut Direktur Operasi Laut Bakamla Laksamana Pertama Friche Flack, tanker berbendera Iran itu ditangkap saat memindahkan muatan ke tanker berbendera Kamerun, MT S Tinos. Bakamla kemudian mengerahkan KN Pulau Marore-322 untuk mendekati kedua tanker tersebut.
”Tindakan mereka itu kami sangkakan sebagai dumping (pembuangan limbah). Soal pencemaran laut itu jadi concern masyarakat internasional, siapa pun yang melakukan kejahatan tersebut harus dihukum,” ujar Friche.
Saat dikejar, kedua tanker itu berpisah. MT Arman bergerak ke barat laut, sedangkan MT S Tinos bergerak ke utara. Dengan kondisi tersebut, KN Pulau Marore fokus mengejar MT Arman yang diduga sebagai tanker pemberi muatan atau penyalur (Kompas, 12/7/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengungkapkan, saat ini KLHK juga menangani kasus MT BSI berbendera Liberia. Saat ditangkap pada 6 Mei 2023, tanker itu membawa residu minyak (sludge oil) sebanyak 80 ton hasil pembersihan tangki di Bangladesh.
Berkas penyidikan MT BSI telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Kepri pada 10 Oktober lalu. Rasio mengatakan, tersangka, yakni nakhoda MT BSI, dan barang bukti perkara tersebut akan segera diserahkan ke kejaksaan untuk segera disidangkan.
Nakhoda MT BSI, SJN (41), yang merupakan warga negara India, dijerat Pasal 106 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia terancam penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Setiap musim angin utara pada November-Maret, perairan Pulau Batam dan Bintan, Kepulauan Riau, selalu dikotori limbah minyak hitam (sludge oil). Bencana ini rutin terjadi sejak 1970-an.
Rasio mengakui, pihaknya sering mendapat laporan dari warga soal pencemaran limbah minyak hitam di pesisir Kepri. Ia menyatakan, aparat terus berupaya mencari dalang di balik pencemaran yang terus berulang itu.
”Tidak boleh terjadi lagi pantai dan perairan Kepri dijadikan tempat pembuangan limbah. Ini merupakan kejahatan serius yang harus diperangi, harus ditindak dengan tegas, dan pelakunya harus dihukum secara maksimal agar ada efek jera,” kata Rasio.
Skytruth, organisasi yang memantau polusi minyak secara global menggunakan citra satelit, menilai, pencemaran minyak sama jahatnya dengan penangkapan ikan ilegal dan perompakan. Namun, banyak negara disebut tidak menganggap hal tersebut sebagai persoalan serius.
Pada 2019, hasil kajian Skytruth menunjukkan, pembuangan limbah minyak oleh kapal niaga tidak terjadi di lokasi yang acak, tetapi hanya di jalur pelayaran internasional yang ramai, seperti Selat Singapura.
Oleh karena itu, negara-negara di kawasan rawan tersebut perlu meningkatkan kerja sama untuk mendeteksi polusi perairan agar kapal tidak berlaku sembarangan. Kapal nakal harus dibuat sadar ada banyak mata di sejumlah negara yang mengawasi.