Kekeringan di Temanggung, 1,2 Juta Liter Air Bersih Didistribusikan
Lebih dari 1,2 juta liter air bersih telah didistribusikan untuk mengatasi dampak kekeringan di Temanggung, Jateng. BPBD Temanggung pun mengajukan tambahan anggaran untuk pengadaan air bersih.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Selama musim kemarau ini, sekitar 1,295 juta liter air bersih telah didistribusikan untuk mengatasi kekeringan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Meski begitu, bantuan air bersih diperkirakan masih dibutuhkan hingga akhir bulan Oktober ini.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Temanggung, sebanyak 1,295 juta liter air bersih didistribusikan sejak Juli hingga 30 September 2023. Distribusi dilakukan ke 25 desa di 11 kecamatan di Temanggung.
Dari total 1,295 juta liter air bersih yang telah didistribusikan, sebanyak 680.000 liter bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Temanggung dan 615.000 liter air didapatkan dari bantuan sejumlah perusahaan dengan skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Temanggung Toifur Hadi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah yang dilanda kekeringan, pihaknya akan mengajukan tambahan dana dari APBD Perubahan.
”Dalam APBD Perubahan, setidaknya kami akan mengajukan tambahan anggaran untuk memberikan bantuan air bersih sebanyak 60 tangki lagi,” kata Toifur, Minggu (1/10/2023).
Tahun ini, alokasi air bersih yang disediakan BPBD Kabupaten Temanggung sebanyak 151 tangki atau 755.000 liter air. Selain tambahan anggaran dari APBD Perubahan, BPBD Kabupaten Temanggung juga berupaya menghimpun bantuan air bersih dari berbagai pihak, termasuk perusahaan-perusahaan swasta.
Toifur memaparkan, permintaan air bersih pada tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, distribusi air bersih selama musim kemarau di Temanggung tak lebih dari 100 tangki.
Dia menambahkan, bencana kekeringan memang rawan terjadi di 25 desa yang tersebar di 11 kecamatan di Temanggung. Namun, akibat musim kemarau yang lebih panjang tahun ini, krisis air yang terjadi semakin meluas.
”Kalau sebelumnya permintaan bantuan air di satu desa hanya diajukan satu atau dua dusun saja, sekarang bisa diajukan oleh lima hingga enam dusun,” ujar Toifur.
Di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, permintaan air bersih juga mulai bermunculan dari desa yang sebelumnya tidak pernah mengajukan permintaan. Permohonan bantuan air bersih juga diajukan oleh sebagian warga yang sudah menjadi pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau menikmati layanan dari program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas).
Dukungan dari sukarelawan
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Magelang MHD Muzamil, mengatakan, pihaknya terus berupaya memberikan bantuan air bersih kepada masyarakat yang membutuhkan.
”Tidak hanya dari CSR perusahaan ataupun dukungan dari komunitas-komunitas sukarelawan, kami sesekali juga meminta tim pemadam kebakaran untuk membantu menyalurkan stok air bersih yang mereka miliki untuk kebutuhan warga,” tuturnya.
Sejak 12 Juni hingga 29 September 2023, BPBD Kabupaten Magelang telah mendistribusikan 825.000 liter air ke 23 desa di sembilan kecamatan. Daerah yang baru pertama kali mengajukan permintaan air bersih adalah tiga desa yang tersebar di Kecamatan Secang, Grabag, dan Ngablak.
Muzamil menyebut, BPBD Kabupaten Magelang berupaya mengirim air bersih dua kali per minggu di setiap lokasi. Namun, khusus di Dusun Butuh, Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, pengiriman dilakukan setiap dua hari sekali.
”Dusun Butuh di Desa Candirejo adalah dusun yang mengalami kekeringan terparah. Jika memang dari BPBD tidak bisa mengirimkan bantuan, kami selalu berupaya agar ada bantuan dari sukarelawan ataupun CSR yang bisa rutin mengirimkan bantuan ke dusun tersebut,” ujarnya.
Sejak awal musim kemarau, kebanyakan sumber air di Dusun Butuh telah mengalami penyusutan debit secara drastis atau bahkan tidak mengalirkan air sama sekali. Di sisi lain, masyarakat di dusun itu kesulitan membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Salah seorang warga Dusun Butuh, Tukini (70), mengatakan, pernah mencoba membuat sumur bor di wilayah itu. Namun, setelah dilakukan penggalian sedalam 127 meter, pembuatan sumur itu tak berhasil. ”Air tetap meluncur turun dan sulit untuk disedot naik,” ujarnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Tukini memilih membangun bak untuk menampung air hujan. Ukuran bak tersebut adalah 2 meter x 3 meter dengan kedalaman sekitar 1 meter.
Namun, akibat musim kemarau panjang seperti sekarang, cadangan air yang ada di bak milik Tukini itu tersisa setinggi kurang dari 50 cm dari dasar bak.
Dusun Butuh di Desa Candirejo adalah dusun yang mengalami kekeringan terparah.