Tiga Tersangka Pemerkosa Dijerat Ancaman 12 Tahun Penjara
Polresta Denpasar menahan tiga tersangka pemerkosa. Mereka dijerat ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Tiga pemuda asal Nusa Tenggara Timur, yang disangkakan terlibat kasus pemerkosaan terhadap seorang perempuan di wilayah Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, dijerat dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara. Ketiga pemuda itu masih ditahan di Polresta Denpasar.
Dalam konferensi pers di Polresta Denpasar, Kota Denpasar, Jumat (29/9/2023), Kepala Polresta Denpasar Komisaris Besar Bambang Yugo Pamungkas, yang didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Denpasar Komisaris Losa Lusiano Araujo, menyatakan, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman selama-lamanya 12 tahun penjara.
Ketiga tersangka, masing-masing berinisial ADN (21) alias Nando, ENL (20) alias Evan, dan IKN (21) alias Geji, ditangkap pihak Polresta Denpasar setelah dilaporkan korbannya, AIP (24). Bambang menyebutkan, AIP melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya pada Senin (25/9/2023) malam ke Polresta Denpasar pada Rabu pekan lalu.
Dalam konferensi pers di Polresta Denpasar, Jumat, Bambang menyatakan pihaknya sudah memeriksakan korban ke rumah sakit untuk visum.
Terkait kasus kejahatan asusila itu, pegiat perlindungan perempuan dan anak yang juga Sekretaris Umum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Bali, Luh Putu Anggreni, mengatakan, penerapan ancaman hukuman maksimal untuk menjerat tersangka kasus pemerkosaan diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap tersangka.
Dihubungi terpisah, Anggreni mengatakan, ancaman hukuman bagi tersangka pemerkosa dapat ditambahkan dengan menerapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. ”Ancaman Pasal 285 KUHP maksimal 12 tahun bagi ketiga orang pelaku secara sama untuk memberikan efek jera,” katanya.
Anggreni menambahkan, polisi diharapkan dapat mengusut kasus ini untuk memastikan apakah perbuatan tersangka terjadi secara spontan atau terdapat perencanaan. Selain itu, ia mengatakan, pemberian layanan pendampingan atau penyediaan konselor bagi korban kekerasan seksual juga dibutuhkan, baik pendampingan psikolog maupun layanan dari pendamping hukum.
Keterangan dari Polresta Denpasar, kasus kekerasan seksual yang dialami AIP terjadi setelah korban pulang ke tempat indekosnya bersama tersangka Nando. Korban kemudian menerima telepon video dari tersangka Evan. Hal itu diketahui Nando, yang meminta Evan datang ke tempat indekos korban.
Evan datang ke tempat indekos korban bersama tersangka Geji. Evan dan Geji bertemu Nando di kamar kos korban dan menerima kunci sepeda motor dari Nando. Evan dan Geji lalu keluar kamar dan Nando menyusul keluar kamar kos korban.
Dalam keterangan polisi disebutkan, malam itu Nando hendak pulang dari tempat indekos korban bersama Evan dan Geji. Korban menyatakan ingin ikut bersama Nando, tetapi Nando menolak. Korban kemudian meminta Nando untuk tinggal, sedangkan Evan dan Geji menunggu di luar kamar kos korban.
Ketika Nando dan korban berada dalam kamar kos, menurut keterangan polisi, Nando memaksa korban untuk melepaskan celana. Korban menolak, tetapi Nando tetap memaksa hingga terjadilah perbuatan asusila itu. Perbuatan itu kemudian dilakukan Evan terhadap korban. Adapun tersangka Geji, menurut keterangan polisi, tidak dapat melakukan tindakan asusila terhadap korban.
Menurut Bambang, pihaknya masih melanjutkan pemeriksaan terkait kasus kekerasan seksual itu dan masih menunggu hasil visum terhadap korban. Ketiga tersangka, yang berasal dari Sumba Timur, NTT, itu dinyatakan tetap ditahan di Polresta Denpasar. Bambang menambahkan, pihak Polresta Denpasar juga memberikan pendampingan terhadap korban pascakejadian itu.