Persoalan Plasma Sawit di Seruyan, Warga Bentrok dengan Aparat
Warga kembali bentrok dengan aparat kepolisian di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Warga menuntut perusahaan sawit di Seruyan itu memberikan kebun plasma 20 persen.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
DOKUMENTASI WARGA SERUYAN
Peserta aksi di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, membakar sejumlah fasilitas milik perusahaan pada Kamis (21/9/2023) sore. Massa menuntut perusahaan perkebunan sawit tersebut memberikan hak berupa kebun plasma untuk masyarakat.
PALANGKARAYA, KOMPAS — Demonstrasi warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, berakhir ricuh setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah peserta aksi, Kamis (21/9/2023). Sejumlah fasilitas milik perusahaan sawit dibakar. Beberapa karyawan perusahaan juga dievakuasi.
Kerusuhan terjadi di area pabrik dan perkebunan sawit milik PT Hamparan Masawit Bangun Persada I. Dalam aksi itu, warga menuntut perusahaan itu memberikan hak 20 persen kebun plasma bagi masyarakat.
James Watt, warga Desa Bangkal, mengungkapkan, pada awalnya massa aksi tidak anarkistis. Mereka hanya mencoba masuk ke area pabrik milik perusahaan. Namun, keinginan itu dihalangi polisi.
Beberapa peserta aksi yang mengendarai mobil pikap bahkan ditembak gas air mata. Hal itu membuat penumpang di belakang pikap kesulitan bernafas dan matanya perih.
Akibatnya, menurut James, membuat massa marah. Mereka lantas kembali masuk kawasan perusahaan lalu membakar sejumlah fasilitas.
James mengaku tidak ikut aksi. Namun, dia menyaksikan sejumlah kejadian itu.
”Ini bukan aksi pertama, sudah yang keenam kali sejak 16 September 2023. Selama ini mediasi memang selalu mentok, belum ada kesepakatan,” kata James, Jumat (22/9/2023).
Beberapa video yang diambil warga pada Kamis memperlihatkan mobil pikap melaju memasuki kawasan perusahaan yang sudah dijaga ketat polisi. Dalam video berdurasi 30 detik itu, polisi menembakkan gas air mata langsung ke arah mobil pikap.
Mobil itu langsung berbalik arah dan terlihat salah satu peserta aksi melompat dari bak pikap dan berlari menjauh dari barikade polisi.
Bahkan, ada beberapa teriakan dari barisan polisi yang menyebut, ”Tembak, tembak.”
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Salah satu truk pengangkut buah tandan sawit segar melintas di jalan salah satu perkebunan sawit di Kotawawringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu (9/9/2020). Kotawaringin Timur merupakan wilayah dengan total luas perkebunan sawit paling luas di Kalteng bahkan Indonesia.
Pada video yang beredar di media sosial lainnya menunjukkan, sejumlah rumah atau mess karyawan dibakar. Belum tahu siapa yang melakukan hal tersebut. Namun, polisi menilai hal itu dilakukan kelompok yang memprovokasi masyarakat untuk bertindak anarkis.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Erlan Munaji menjelaskan, polisi menembakkan gas air mata karena dua mobil pikap melaju kencang. Mobil itu seakan hendak menabrak barikade polisi.
Erlan menambahkan, setidaknya 10 rumah atau mess karyawan yang dibakar. Pihaknya harus menyelamatkan puluhan keluarga buruh sawit yang tinggal di mess karyawan itu.
”Kami fokus dievakuasi mereka dulu, ke tempat yang lebih aman,” kata Erlan.
Erlan menjelaskan, saat ini, pihaknya berupaya memediasi perusahaan dengan masyarakat. Hasil mediasi sebelumnya belum ditemukan kata sepakat.
Menurut Erlan, dalam pertemuan sebelumnya, perusahaan ingin memberikan lahan seluas 235 hektar untuk masyarakat. Namun, masyarakat meminta setidaknya 443 hektar dikelola masyarakat. Sampai akhir pertemuan kedua pihak tidak bersepakat.
”Kami berupaya mengomunikasikan hal ini ke perusahaan, kami berupaya supaya masalah ini bisa selesai dengan solusi terbaik,” kata Erlan.
Erlan menjelaskan, pihaknya bakal menambah personel ke lokasi. Setidaknya 300 personel polisi dari Polda Kalteng dikirim ke Seruyan untuk mengamankan situasi.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Herinata menilai, kericuhan di area perusahaan merupakan akumulasi kemarahan massa atas situasi yang tidak menguntungkan warga. Selama ini, menurut Bayu, tidak ada upaya dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan di perkebunan sawit. Hal itu memperburuk keadaan di lapangan saat masyarakat dihadapkan dengan aparat keamanan.
”Kami mendesak pemerintah daerah turun tangan menindak tegas perusahaan karena yang dituntut masyarakat merupakan hak mereka sesuai kebijakan pemerintah,” kata Bayu.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Kayu yang sudah ditebang oleh perusahaan perkebunan sawit di lokasi yang diklaim warga Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalteng sebagai wilayah kelola adat mereka, Minggu (20/1/2019). Di lokasi itu warga Kinipan kerap berburu dan meramu obat.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizky Badjuri mengungkapkan, pemda bersama pemerintah pusat sudah membentuk Satgas Tata Kelola Sawit. Ia berharap, satgas bisa segera menata kembali data perkebunan, mulai dari persoalan HGU hingga plasma.
”Perbaikan tata kelola ini bisa menyelesaikan semua masalah yang selama ini terjadi, termasuk mengantisipasi konflik,” kata Rizky.
Rizky tidak bisa berkomentar banyak terkait kerusuhan di Desa Bangkal, Seruyan. Ia berharap, situasi bisa segera kondusif sehingga semua pihak bisa mencari kesepakatan dalam komunikasi yang baik.