Bupati Bangkalan Jalani Hukuman di Lapas Sukamiskin
Bupati Bangkalan periode 2018-2023, Abdul Latif Amin Imron, mulai menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Hukumannya 9 tahun penjara atas suap dan gratifikasi yang merugikan negara Rp 9,7 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
RUNIK SRI ASTUTI
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron saat sidang lanjutan korupsi suap lelang jabatan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (9/5/2023)
JAKARTA, KOMPAS — Bupati Bangkalan periode 2018-2023, Abdul Latif Amin Imron, mulai menjalani masa pemidanaannya di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat. Kepala daerah nonaktif tersebut bakal menjalani hukuman sembilan tahun penjara dikurangi masa tahanan.
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan, jaksa eksekutor KPK, Nanang Suryadi, telah mengeksekusi Abdul Latif Amin Imron ke Lapas Sukamiskin. Selama proses peradilan berlangsung, terpidana berada di rumah tahanan negara KPK di Jakarta.
”Eksekusi terhadap Abdul Latif didasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Ali Fikri di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Putusan tersebut menjatuhkan hukuman penjara selama sembilan tahun dikurangi masa tahanan. Terpidana juga wajib membayar pidana denda sebesar Rp 300 juta, subsider pidana kurungan selama empat bulan.
Ali Fikri menambahkan, terpidana Abdul Latif Amin Imron juga menerima pidana tambahan berupa diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 9,7 miliar subsider pidana penjara selama empat tahun. Pembayaran uang pengganti tersebut dilakukan maksimal satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Mantan Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron setelah mengikuti sidang yang digelar Pengadilan Tipikor Surabaya melalui virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Terkait hal itu, jaksa eksekutor KPK, Irman Yudiandri, melalui biro keuangan juga telah menyetorkan uang rampasan sebesar Rp 5 miliar yang sebelumnya berstatus barang bukti. Setoran tersebut sebagai pengurang kewajiban pembayaran uang pengganti kerugian negara.
Hukuman berupa pidana pokok, pidana denda, dan pidana tambahan terhadap Abdul Latif Amin Imron telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada Selasa (22/8/2023). Terpidana juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan politik selama lima tahun sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
Namun, jaksa KPK harus menunggu putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inchracht untuk mengeksekusi terpidana. Hukuman itu terkait perbuatan Abdul Latif sewaktu menjabat sebagai Bupati Bangkalan.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang mengadili perkara tersebut menilai, Abdul Latif terbukti menerima suap dan gratifikasi dari hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit umum daerah, serta fee proyek yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bangkalan. Perbuatan terpidana tersebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 9,7 miliar.
Dalam kasus jual beli jabatan, misalnya, ia terbukti menerima uang sebesar Rp 50 juta hingga Rp 150 juta dari sejumlah kepala dinas. Bahkan ada lima bekas kepala dinas di Bangkalan yang juga ditetapkan terpidana karena terbukti menyuap Abdul Latif untuk memperoleh jabatan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Mantan Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron setelah mengikuti sidang yang digelar Pengadilan Tipikor Surabaya melalui virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Mereka adalah bekas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Bangkalan Hosin Jamili, bekas Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Bangkalan Salman Hidayat, bekas Kepala Dinas Ketahanan Pangan Bangkalan Achmad Mustaqim, bekas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Bangkalan Wildan Yulianto, dan bekas Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA Bangkalan Agus Eka Leandy.
Perbuatan Abdul Latif melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001, juncto Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pihak-pihak tersebut hingga saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal mereka memiliki peran yang signifikan.
Kuasa Hukum terpidana Abdul Latif Imron, Suryono Pane, saat dihubungi, menyambut baik putusan berkekuatan hukum tetap itu terhadap kliennya. Dengan adanya hal itu, pihaknya berharap jaksa KPK memiliki pertimbangan hukum yang kuat untuk segera meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak lain yang terlibat dalam perkara korupsi ini.
”Pihak-pihak tersebut hingga saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal mereka memiliki peran yang signifikan,” ujar Suryono.
Para pihak yang dimaksud telah diungkap saat persidangan. Juga sudah disampaikan secara terbuka identitasnya dan keterlibatan tiap-tiap pihak saat pembacaan nota pembelaan. Dia berharap jaksa KPK segera menindaklanjuti agar perkara korupsi tersebut menjadi lebih jelas dan adil.
Suryono menambahkan, kliennya memang tidak mengajukan upaya banding atau kasasi terhadap putusan Pengadilan Tipikor Surabaya. Namun, pihaknya berencana menempuh upaya hukum peninjauan kembali (PK) kasus tersebut. Tentunya, dia harus menyiapkan novum atau bukti baru agar pemohonannya bisa dikabulkan.