Jelang Akhir Masa Jabatan, Ridwan Kamil Pamitan dari Gedung Pakuan
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mulai mengemasi barang-barang dari rumah dinas, Gedung Pakuan. Langkah politik selanjutnya masih belum ditentukan.
Ridwan Kamil mulai berpamitan dari Gedung Pakuan, rumah dinas Gubernur Jabar. Langkah dia setelah ini masih ditunggu kelanjutannya. Apakah bakal melanjutkan periode kedua, memimpin DKI Jakarta, atau orang nomor dua di republik ini?
Periode kepemimpinan Ridwan Kamil bakal berakhir dalam hitungan hari saat dia membereskan ruang kerjanya di sayap timur Gedung Pakuan, Selasa (29/8/2023). Ditemani istrinya, Atalia Praratya, Kang Emil, sapaannya, mulai memasukkan semua pigura yang melekat di dinding ruang itu.
Kang Emil menatap sejenak foto pelantikan dirinya di Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo pada 2018 yang dipajang di tengah ruangan sebelum masuk ke dalam kardus. Posisinya tepat di belakang meja kerjanya.
Bersama Atalia, Kang Emil kemudian memandang sekeliling Pakuan. Gedung bersejarah tersebut menjadi saksi bisu perjalanan peradaban di Tanah Priangan, dari kolonialisme Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka.
Berdasarkan data Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jabar, Gedung Pakuan rampung dibangun pada 1897. Infrastruktur ini dibangun pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud, saat ibu kota Karesidenan Priangan pindah dari Cianjur ke Bandung.
Sejak didirikan, Gedung Pakuan menjadi kediaman para penguasa keresidenan. Bahkan, saat bumi Pasundan masuk dalam pelukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, gedung ini menjadi tempat tinggal para kepala daerah.
Baca Juga: Ridwan Kamil, Menjawab Tantangan Menuju Adil dan Sejahtera
Kang Emil pun menjadi penghuni sementara Gedung Pakuan sejak lima tahun lalu saat terpilih menjadi Gubernur Jabar. Rumah dinas bersejarah ini menjadi saksi kiprah politik Kang Emil memimpin provinsi dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa ini.
”Semua ada awal, semua ada akhir. Kami pernah datang dengan semangat di hari pertama dilantik. Di hari terakhir juga harus move on, meninggalkan tempat yang selama lima tahun ini menjadi sumber energi dan semangat membangun Jabar,” ujar Kang Emil seusai membereskan barang-barang pribadi di ruang kerjanya.
Perjalanan politik Kang Emil dimulai saat dia diusung Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Raya dalam Pemilihan Wali Kota Bandung Tahun 2013. Saat itu, dia bersama Oded M Danial meraih kemenangan telak, 45,24 persen.
Lima tahun kemudian, langkah politiknya kian panjang saat maju sebagai calon Gubernur Jabar bersama Uu Ruzhanul Ulum.
Sama seperti Pilwalkot Bandung sebelumnya, Emil maju sebagai tokoh nonpartai. Dia didukung Partai Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, dan PPP.
Selama menempati Gedung Pakuan, Kang Emil menganggap bangunan ini adalah simbol kehormatan dari rakyat Jabar. Dia berharap gedung bersejarah ini tidak tercoreng tindakan pemimpin yang tidak amanah dan menghancurkan kepercayaan masyarakat.
”Ini (Gedung Pakuan) adalah kehormatan. Setiap pulang ke sini, saya selalu diingatkan menjaga kepercayaan Jabar. Ini adalah gedung yang teramat istimewa. Selama kehormatan itu hadir, kita harus amanah,” ujarnya sambil menatap simbol Garuda Pancasila yang menghiasi salah satu sisi gedung itu.
Baca Juga: Ridwan Kamil Ingin Mengakhiri Jabatan dengan Baik
Seorang ayah
Di Pakuan juga batinnya diuji. Dia menyemayamkan putra sulungnya, Emmeril Kahn Mumtadz, sebelum dikebumikan di Cimaung, Kabupaten Bandung.
Selasa pagi itu, Kang Emil terdiam menahan haru ketika awak media bertanya momen yang paling diingatnya selama di Gedung Pakuan. Matanya berkaca-kaca dengan rahang yang terkatup erat dan sesekali dia menghela napas dalam-dalam.
”Kamu, mah, pertanyaannya berat,” ujar Kang Emil sambil tersenyum.
”Ya, melepas Eril. Anak tercinta kami berpulang di sini,” katanya dengan suara bergetar.
Kepergian Eril, panggilan Emmeril, pertengahan tahun 2022 itu sontak mengejutkan berbagai pihak. Semua masyarakat, tanpa sekat golongan dan kelompok, menyampaikan dukacita yang teramat dalam.
Eril meninggal karena hanyut di Sungai Aare, Bern, Swiss, Kamis (26/5/2022). Selama masa pencarian, doa dari berbagai penjuru negeri berkumandang di media sosial. Gedung Pakuan diramaikan masyarakat yang ingin mendoakan Kang Emil dan keluarga agar tegar menghadapi musibah ini.
Jasad Eril ditemukan pada Rabu (8/6/2022) lalu dibawa kembali ke Tanah Air dan tiba di Gedung Pakuan, Minggu (12/6/2022) malam. Gedung bersejarah ini menjadi saksi duka ribuan masyarakat yang melihat kedatangan jenazah Eril ditemani gerimis. Kepergiannya menuju pembaringan terakhir pun diantar oleh lautan manusia keesokan harinya.
Baca Juga: Keindonesiaan Menggerakkan Diaspora Mencari Eril, Putra Ridwan Kamil, di Sungai Aare
Pembangunan Jabar
Kang Emil tidak berlama-lama berkabung. Beberapa hari kemudian, dia kembali mengambil kendali kepemimpinan di Jabar yang memiliki segudang persoalan dengan berbagai program yang direncanakan.
Di berbagai kesempatan, Kang Emil menyebut pencapaiannya selama memerintah Jabar. Hingga awal September 2023 ini, dia dan Pemerintah Jabar menerima 556 penghargaan dari berbagai pihak. Salah satunya Program Petani Milenial yang diapresiasi Presiden dengan Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya terkait program pembangunan pertanian.
Kang Emil juga menyebut wilayah desa semakin maju di masa kepemimpinannya. Dia menyebut, sudah tidak ada lagi desa sangat tertinggal dan tertinggal.
Pada 2018, lanjutnya, dari total 5.312 desa di Jabar, masih ada 48 desa sangat tertinggal dan 929 desa tertinggal.
Baca Juga: Upaya Kreatif Buka Pintu Sejahtera di Jabar Selatan
Namun, pada 2022 pemerintah mencatat tidak ada lagi desa dengan dua status tersebut. Sementara itu, desa berkembang menjadi 1.671 wilayah, desa maju 2.511 wilayah, bahkan ada 1.130 desa mandiri.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia, Profesor Cecep Darmawan, berpendapat, Kang Emil memiliki sejumlah prestasi yang patut diapresiasi selama kepemimpinannya. Dia juga menjadi kepala daerah dengan popularitas lebih unggul dibandingkan gubernur sebelumnya.
Kelebihan ini, lanjut Cecep, dimanfaatkan dengan baik oleh Kang Emil untuk menyampaikan program dan ikut berkontribusi dalam dinamika masyarakat di Jabar melalui media sosial. Karena itu, sebagian besar kebijakan dan program Kang Emil diketahui masyarakat sehingga membangun citra yang baik.
”RK (Ridwan Kamil) ini dari sisi kebijakan banyak bermain dalam tataran media sosial sehingga bisa mengomunikasikan lebih cepat, praktis, dan tidak berjarak. Karakter itu bagus untuk dalam memimpin Jabar yang lebih rileks dan masuk ke berbagai kalangan,” ujarnya.
Namun, menurut Cecep, Kang Emil masih bermain di tataran permukaan. Sejumlah permasalahan yang memerlukan fokus mendalam di sektor sosial, seperti kesehatan, kemiskinan, dan pendidikan dianggap masih belum optimal.
”Saya tidak menyebut itu gagal, tetapi semua ini belum optimal. Masih ada disparitas pendidikan, seperti persebaran SMA dan SMK yang tidak merata. Puskesmas juga begitu. Mungkin publik hanya melihat di permukaan, seperti dari berbagai proyek pembangunan, tetapi dari segi substansi, semua tidak terlalu banyak berubah,” paparnya.
Baca Juga: Masa Depan Jabar Ada di Jalur Selatan
Langkah politik
Menurut Cecep, Kang Emil sebagai teknokrat dengan popularitas tinggi memiliki modal yang kuat untuk melangkah lebih jauh di dunia politik. Namun, untuk tataran penguasa negeri, lanjutnya, Kang Emil masih perlu mempertimbangkan matang-matang.
Menurut saya, Emil memiliki peluang untuk RI 2 (wakil presiden) dengan modal yang ada.
Jika ingin melanjutkan pemerintahan di Jabar untuk periode berikutnya, Cecep menyarankan Kang Emil untuk lebih bermain di tataran substansi. Pengentasan warga dari kemiskinan tidak hanya bisa berhasil dari segi ekonomi saja, tetapi juga penguatan sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan di masa depan.
Cecep juga menyoroti isu kemungkinan Kang Emil masuk dalam kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Dia berpendapat, kondisi sosial-politik di Jakarta berbeda dengan Jabar sehingga Kang Emil harus memikirkan strategi dalam menghadapi itu.
”Menurut saya, Emil memiliki peluang untuk RI 2 (wakil presiden) dengan modal yang ada. Namun, jika ingin maju ke DKI, ingat, di sana komposisi suara politik lebih dinamis sehingga harus dipertimbangkan terlebih dahulu,” kata Cecep.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Firman Manan berpendapat, peluang Kang Emil dalam melangkah di dunia politik Tanah Air saat ini berbeda dibandingkan dengan dua kontestasi sebelumnya. Sekarang, Kang Emil telah menjadi kader Partai Golkar sehingga harus tunduk dalam aturan partai.
Baca Juga: Ridwan Kamil Menanti Takdir Politik
Sosok Kang Emil yang populer di kalangan publik, lanjut Firman, akan menjadi modal yang cukup untuk masuk ke dalam pemilihan mana pun. Bahkan, nama Ridwan Kamil masih diperhitungkan dalam berbagai survei untuk bakal calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
”Di berbagai survei wapres, namanya kerap ada di posisi atas. Emil juga beberapa kali disebut dalam calon gubernur DKI. Di Jabar, dia itu petahana. Sekarang, kunci langkah Emil adalah partai tempat dia bernaung,” paparnya.
Menurut Firman, kelanjutan Kang Emil dalam memimpin Jabar di periode berikutnya juga memberikan dampak yang lebih baik. Dia menilai wilayah itu tidak akan berubah banyak jika hanya dipimpin dalam satu periode.
”Periode pertama itu peletakan dasar-dasar, sementara di periode berikutnya baru bisa akselerasi dan tancap gas,” ujarnya.
Sejauh ini, Kang Emil belum menentukan langkah politiknya. Masih ada beberapa pilihan yang bisa terjadi, dari melanjutkan masa jabatan gubernur Jabar, hijrah memimpin Jakarta, atau menerima mandat parpol menjadi wapres. ”Semua ditentukan kehendak Allah,” kata Kang Emil.
Langkah politik Kang Emil mungkin tidak terhenti saat dia melangkah keluar dari Gedung Pakuan. Namun, ke mana nantinya arah langkah itu, semua tergantung dia yang telah memimpin Tanah Pasundan selama lima tahun terakhir.
Baca Juga: Ridwan Kamil dan Tokoh Publik yang Masuk Partai Politik