Ratusan Hektar Padi di Jateng Puso, Harga Beras Naik Empat Kali dalam Sebulan
Ratusan hektar lahan padi di Jateng dilaporkan puso akibat kekeringan. Kekeringan juga berdampak pada melonjaknya harga beras di sejumlah wilayah, seperti Semarang, Batang, dan Pekalongan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kekeringan dampak fenomena El Nino menyebabkan ratusan hektar lahan pertanian padi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah puso. Kondisi itu berpengaruh pada harga beras di pasaran. Di Kota Semarang, misalnya, harga beras disebut sudah naik empat kali selama Agustus 2023.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng mencatat, hingga Agustus, lahan pertanian padi seluas 5.150,7 hektar terdampak kekeringan. Dampak yang terjadi beragam, mulai dari dampak ringan, sedang, berat, hingga puso.
Luasan lahan padi yang puso hingga Agustus tercatat sekitar 254,1 hektar. Lahan itu tersebar di sejumlah daerah, antara lain Banyumas, Cilacap, Brebes, Kendal, Kabupaten Pekalongan, Rembang, Kebumen, Kabupaten Tegal, dan Purworejo.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Supriyanto menyebut, belum ada dampak penurunan produktivitas padi di wilayahnya akibat kondisi tersebut.
Ia menuturkan, produksi gabah kering giling (GKG) di Jateng dari Januari hingga Agustus 2023 sebanyak 7.904.881 ton. Jumlah itu masih lebih banyak 77.031 ton dibandingkan dengan produksi GKG pada Januari-Agustus 2022, yakni 7.827.850 ton.
Kendati demikian, sejumlah langkah antisipasi telah disiapkan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng untuk menghadapi dampak kekeringan dan menekan risiko krisis pangan. Pertama, mengidentifikasi dan memetakan lokasi terdampak kekeringan serta mengelompokkan daerah berdasarkan risikonya.
Hasilnya, Kabupaten Blora, Rembang, Wonogiri, dan Kota Semarang masuk dalam kategori sangat kering dan mengalami defisiensi ketersediaan air yang tinggi, yakni di bawah 20 persen.
”Kami mendorong percepatan tanam untuk mengejar sisa hujan. Selain itu, peningkatan ketersediaan air juga terus kami lakukan melalui pembangunan atau perbaikan embung, parit, sumur dalam, dan sumur resapan. Rehabilitasi jaringan irigasi tersier dan pompanisasi juga kami upayakan,” kata Supriyanto, Jumat (1/9/2023).
Bukan hanya itu, penyediaan benih tahan kekeringan, pengembangan pupuk organik terpusat, serta dukungan pembiayaan kredit usaha dan asuransi pertanian juga terus dilakukan. Adapun penyediaan lumbung pangan sampai tingkat desa juga didorong.
Pasokan berkurang karena dari petani juga sedikit karena banyak yang gagal panen (Rodhiyah).
Sementara itu, para pedagang beras di Jateng mengeluhkan adanya kenaikan harga beras akibat kekeringan. Bahkan, di Kota Semarang, kenaikan harga beras disebut sudah terjadi empat kali sepanjang Agustus.
”Awal agustus itu, satu karung beras isi 25 kilogram harganya Rp 270.000. Kemudian naik jadi Rp 282.000 per karung, lalu naik lagi menjadi Rp 295.000. Terakhir, awal pekan ini menjadi Rp 315.000 per karung,” ujar Yoeng (80), pedagang beras di Pasar Johar, Kota Semarang.
Selama ini, Yoeng membeli beras dari petani di Rembang dan Sragen. Kekeringan yang melanda dua daerah itu membuat pasokan beras tersendat. ”Sebagian petani memilih menyimpan gabahnya. Ada yang untuk dikonsumsi sendiri dan ada yang sengaja menunggu supaya harganya lebih tinggi lagi, baru mereka lepas ke pasar,” tuturnya.
Menurut Yoeng, kenaikan harga beras berpotensi bakal terus terjadi sampai beberapa bulan ke depan. Sebab, kemarau diperkirakan masih akan berlangsung sampai akhir tahun. Untuk itu, ia berharap pemerintah melakukan operasi pasar untuk menstabilkan kembali harga beras.
Di Batang, harga beras juga naik sejak kemarau melanda. Kenaikan harga tersebut terjadi pada beras jenis medium dan premium. Di Pasar Batang, kenaikan rata-rata mencapai Rp 1.000 dari harga sebelumnya.
”Sebelum kemarau, harga beras untuk kualitas premium Rp 12.000 per kilogram. Kini, harganya menjadi Rp 13.000 per kilogram. Kalau beras mediun naik dari sebelumnya Rp 10.000 per kilogram menjadi Rp 11.000 per kilogram,” ucap Rodhiyah (56), pedagang beras di Pasar Batang.
Rodhiyah juga mengeluhkan berkurangnya pasokan beras. Sebelumnya, ia rutin mendapat pasokan 1 ton per minggu. Kini, pasokan beras yang diterimanya hanya 5 kwintal (500 kg).
”Pasokan berkurang karena dari petani juga sedikit karena banyak yang gagal panen. Selain itu, sebagian beras Batang juga didistribusikan ke luar kota karena di mana-mana sekarang kondisinya sama, sedang kekurangan (beras),” katanya.
Tiga pasar
Kenaikan harga beras juga terjadi di Kota Pekalongan. Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kota Pekalongan Junaenah menyebut, kenaikan harga beras terjadi di Pasar Grogolan, Pasar Sorogenen, dan Pasar Banyurip. Kenaikan harga itu terjadi sejak sepekan terakhir.
Harga beras medium yang awalnya Rp 12.100 per kilogram naik menjadi Rp 12.600 per kilogram. Sementara itu, harga beras premium naik dari Rp 13.000 per kilogram menjadi Rp 13.500 per kilogram.
”Kenaikan harga disebabkan beberapa faktor, salah satunya cuaca yang akhir-akhir ini cenderung kering. Hal itu membuat pengairan lahan pertanian juga terhambat dan membuat musim tanam mundur,” kata Junaenah.
Faktor lain karena dalam beberapa waktu terakhir, harga gabah kering juga naik. Di samping itu, adanya pembatasan impor dari negara produsen beras dalam rangka menghadapi dampak El Nino.
Junaenah menambahkan, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah bersama dengan Bulog akan terus berupaya menjamin ketersediaan beras bagi masyarakat di Kota Pekalongan.
Saat ditanya terkait kemungkinan adanya operasi pasar untuk menstabilkan harga, Junaenah menyebut, pihaknya belum merencanakan hal itu. Sebab, stok beras di pasaran dianggap masih mencukupi.