Gereja di Batam Dirusak Sekelompok Orang, Polisi Jamin Proses Hukum Berjalan
Sekitar 30 orang merusak bangunan Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPdI) di Batam, Kepulauan Riau. Polisi berjanji mengusut tuntas kasus tersebut.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
Kondisi bangunan Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPdI) di Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (11/8/2023). Dua hari sebelumnya bangunan itu dirusak sekelompok orang.
BATAM, KOMPAS — Bangunan gereja setengah jadi dirusak oleh sekelompok orang di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (9/8/2023). Polisi menjamin proses hukum akan berjalan untuk mengusut para pelaku yang terlibat.
Bangunan tersebut adalah Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPdI) yang terletak di Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa. Pendeta di gereja tersebut, Sham Jack Sean Napitupulu, Jumat (11/8/2023), mengatakan, perusakan dilakukan sekitar 30 orang. Sebagian perusak gereja adalah warga setempat.
”Bangunan gereja yang masih setengah jadi kini hancur. Tembok bangunan berlubang serta jendela dan pintu remuk,” kata Sean.
Ia menuturkan, pembangunan gereja memang terkendala penolakan warga sejak 2019. Bahkan, pada 2021 warga memasang plang peringatan di lahan gereja bahwa itu adalah lahan untuk membangun fasilitas umum di kelurahan tersebut.
Kuasa hukum pengurus GUPdI, Mangara Sijabat mengatakan, sepetak lahan di RT 004 RW 021 Kelurahan Kabil itu sejak awal memang dialokasikan pemerintah untuk membangun GUPdI. Lahan itu adalah ganti bangunan GUPdI yang digusur pemerintah pada 2006.
Padahal, kami sudah melengkapi syarat-syarat yang dibutuhkan. (Mangara Sijabat)
Menurut Mangara, bangunan gereja amat dibutuhkan karena umat GUPdI jumlahnya mencapai 108 orang. Selama dua tahun terakhir, umat terpaksa menjalankan ibadah di rumah pendeta karena tidak memiliki gereja.
Ia menambahkan, pendeta dan umat GUPdI telah mendapat dukungan 63 warga sekitar untuk membangun gereja. Hal itu dibuktikan dengan pengumpulan KTP warga. Namun, ketua RT dan ketua RW tetap tidak mengizinkan pembangunan dimulai.
”Kami sangat menyayangkan mengapa pendirian rumah ibadah dipersulit dan akhirnya terjadi perusakan seperti ini. Padahal, kami sudah melengkapi syarat-syarat yang dibutuhkan,” ujarnya.
Kasus perusakan itu telah dilaporkan oleh pengurus gereja ke Polda Kepri pada 10 Agustus lalu. Setelah itu, Kepolisian Resor Kota (Polresta) Batam-Rempang-Galang (Barelang) melakukan mediasi pada Jumat sore.
Perebutan lahan
Usai mediasi, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Batam Chablullah Wibisono menyatakan, konflik antarwarga di Kelurahan Kabil yang berujung kepada perusakan gereja dipicu perebutan lahan. Ia meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam segera memutuskan lahan itu sebenarnya dialokasikan untuk apa.
Menurut Chablullah, pendirian bangunan GUPdI juga harus menunggu izin sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Ia mengatakan, pengurus GUPdI belum mengajukan surat permintaan rekomendasi pendirian rumah ibadah dari FKUB.
Kepala Polresta Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto menyatakan, dalam mediasi tersebut ada empat poin yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Salah satu poin menyebutkan pengurus GUPdI akan menghentikan pembangunan gereja sampai mendapat perizinan sesuai peraturan yang berlaku.
Nugroho mengimbau agar warga mematuhi hasil mediasi untuk menjaga situasi damai di Batam. Warga yang melanggar akan langsung ditindak secara tegas.
”Terkait perusakan, proses hukum tetap berjalan. Kami juga akan memfasilitasi jika di kemudian hari ada keinginan untuk melakukan restorative justice. Saya rasa saling memaafkan itu lebih bermartabat,” kata Nugroho.