Malam Panjang Para Penjaga Penyu Alas Purwo
Kawasan pantai di Taman Nasional Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi tempat bertelur empat jenis penyu. Para petugas pun berjibaku untuk menjaga kelestarian satwa dilindungi itu.
Suara mesin sepeda motor memecah kesunyian Taman Nasional Alas Purwo, Jumat (28/7/2023) malam. Jarum jam menunjukkan pukul 23.00. Jalanan gelap. Sinar lampu empat sepeda motor yang tengah melaju hanya menghadirkan cahaya remang-remang di tengah hutan.
Sesudah berkendara beberapa ratus meter, rombongan itu tiba di kawasan pantai. Suara ombak terdengar bersahutan. Di langit tampak bulan separuh dan bintang-bintang bersinar. Dua pengendara sepeda motor lalu mematikan lampu depan tunggangan mereka.
Sementara itu, dua pengendara lain terpaksa membungkus lampu motor mereka yang tak bisa dimatikan dengan kantong plastik. Hal itu dilakukan untuk mengurangi intensitas cahaya agar mereka bisa lebih mudah mengawasi jejak kaki penyu di antara pasir pantai.
Tak lama kemudian, jejak yang dicari pun terlihat. Di antara keremangan malam tampak tapak-tapak kaki penyu yang membentuk dua jalur. Jalur pertama adalah bekas tapak kaki saat penyu naik dari laut menuju ke pantai. Adapun jalur kedua terbentuk saat penyu meninggalkan pantai untuk kembali ke laut.
Begitu melihat dua jalur itu, rombongan pun berhenti. Mereka lalu berjalan kaki menyusuri bekas tapak penyu itu. Salah seorang di antara mereka kemudian menggali pasir di dekat jejak tersebut. Dari lubang galian itu tampak telur-telur berwarna putih yang terkubur di dalam pasir.
Total ada 107 butir telur penyu lekang atau penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea) yang ditemukan di tempat itu. Setelah dikumpulkan, telur-telur tersebut kemudian dimasukkan ke kantong plastik. Telur-telur itu bukan hendak dijual, melainkan dibawa ke tempat pengelolaan penyu semialami milik Balai Taman Nasional Alas Purwo.
Baca juga: Musim Pendaratan Penyu, Ratusan Telur Diamankan di Pantai Selatan Jawa
Orang-orang yang mengambil telur penyu itu juga bukan pemburu, tetapi petugas Balai Taman Nasional Alas Purwo. Mereka rutin menggelar patroli pada malam hari untuk menyelamatkan telur-telur penyu yang ada di kawasan pantai taman nasional itu.
”Telur-telur itu kami ambil untuk diamankan dari predator,” kata Hamzah Sutanto (30), petugas Balai Taman Nasional Alas Purwo, yang ikut dalam rombongan malam itu.
Malam itu, saat rombongan berhasil menemukan jejak penyu, Hamzah yang bertugas mengidentifikasi lokasi sarang tempat penguburan telur-telur tersebut. Setelah memperhatikan pola jejak yang ada, Hamzah tanpa ragu langsung melakukan penggalian di satu titik. Di tempat itulah kemudian ditemukan lebih dari 100 telur penyu lekang.
”Karena sudah terbiasa, kami bisa memperkirakan di mana penyu mengubur telur-telurnya,” ujar lelaki yang bekerja di Taman Nasional Alas Purwo sejak delapan tahun lalu itu.
Hamzah pula yang bertugas menggali lubang untuk mengubur telur-telur penyu itu di tempat pengelolaan penyu semialami milik Balai Taman Nasional Alas Purwo. ”Telur-telur itu dikubur dengan kedalaman 40 sentimeter dan lebar 20 sentimeter. Kami samakan dengan lokasi penguburan aslinya,” ungkapnya.
Telur-telur itu kami ambil untuk diamankan dari predator
Sejak 1983
Para petugas seperti Hamzah harus melalui malam panjang demi melakukan patroli untuk menjaga penyu di Taman Nasional Alas Purwo. Patroli yang mereka lakukan itu biasanya baru selesai sekitar pukul 02.00. Selama patroli, mereka mesti siap diterjang angin pantai yang dingin dan berembus kencang.
Selain itu, mereka juga harus sigap saat mengendarai sepeda motor di pinggir pantai. Sebab, tak mudah mengendalikan motor yang melaju di atas pasir pantai. Saat air mulai pasang, mereka juga mesti siaga menghindari terjangan air laut yang naik ke daratan.
Kadang-kadang muncul kejutan pula saat patroli. Dalam perjalanan pulang patroli malam itu, misalnya, para petugas tiba-tiba menemukan seekor penyu lekang yang sedang bertelur. Meski badan sudah lelah, mau tak mau mereka harus berhenti untuk menyelamatkan telur penyu tersebut.
Saat pertama kali melihat penyu itu, para petugas tak langsung mendekat. Mereka membiarkan penyu tersebut menggali sarang untuk bertelur dan mengubur telur-telurnya dengan pasir.
Baca juga: Di Tengah Kegelapan Alas Purwo
Sesudah itu, petugas melakukan pengukuran dan memasang penanda atau tagging pada penyu tersebut. Penanda dipasang agar penyu dengan panjang 70 cm dan lebar 68 cm itu bisa dikenali saat muncul lagi di Taman Nasional Alas Purwo atau tempat lain.
”Di tagging itu ada informasi Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Taman Nasional Alas Purwo, dan nomor penyunya. Jadi, kalau suatu saat mendarat di belahan dunia lain, orang akan tahu bahwa ini penyu dari Indonesia,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tegaldlimo Balai Taman Nasional Alas Purwo Noviyani Utami.
Baca juga: Geliat Konservasi Penyu di Pantai Selatan Jawa
Taman Nasional Alas Purwo, yang memiliki luas 44.037 hektar, terletak di ujung timur Pulau Jawa wilayah pantai selatan. Alas Purwo merupakan kawasan hutan yang mempunyai berbagai macam tipe ekosistem, termasuk pantai. Taman nasional itu memiliki garis pantai sepanjang 18,5 kilometer.
Noviyani menjelaskan, konservasi penyu di Taman Nasional Alas Purwo sudah dilakukan sejak tahun 1983. Upaya itu dilakukan karena kawasan pantai di taman nasional tersebut menjadi tempat bertelur empat jenis penyu, yakni penyu lekang, penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coreacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Dari empat jenis penyu itu, yang paling banyak ditemukan di Taman Nasional Alas Purwo adalah penyu lekang. Karena semua jenis penyu termasuk satwa dilindungi, Balai Taman Nasional Alas Purwo melakukan berbagai upaya konservasi.
Noviyani memaparkan, petugas rutin melakukan patroli malam hari di kawasan pantai Taman Nasional Alas Purwo untuk menyelamatkan telur-telur penyu. Hal itu dilakukan karena telur-telur penyu tersebut terancam dimakan binatang lain ataupun diburu manusia.
”Predatornya itu misalnya babi hutan, biawak, dan makaka. Kami juga pernah menemukan jejak macan tutul di dekat sarang telur penyu. Belum lagi ancaman perburuan oleh manusia,” ujar Noviyani.
Kalau suatu saat mendarat di belahan dunia lain, orang akan tahu bahwa ini penyu dari Indonesia.
1.500 sarang
Pada tahun ini, petugas telah menyelamatkan telur penyu dari sekitar 1.500 sarang. Di setiap sarang bisa ditemukan lebih dari 100 telur penyu. Telur-telur itu kemudian dibawa ke tempat pengelolaan penyu semialami milik Balai Taman Nasional Alas Purwo.
Di tempat itu terdapat hamparan pasir untuk mengubur telur penyu hingga menetas. Setelah menetas, sebagian besar tukik atau anak penyu tersebut akan langsung dilepasliarkan ke pantai. Sementara itu, sebagian kecil lainnya dipelihara di kolam untuk keperluan edukasi dan penelitian.
Noviyani menyebut, persentase penetasan telur penyu yang diselamatkan itu mencapai 80 persen. ”Artinya, dari 100 telur, 80 telur berhasil menetas menjadi tukik (anak penyu). Kalau penyu itu betina, nanti 20-30 tahun mendatang dia akan kembali lagi bertelur di sini,” tuturnya.
Balai Taman Nasional Alas Purwo juga rutin menggelar pelepasliaran tukik bersama berbagai pihak untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat terkait pelestarian penyu. Pada Sabtu (29/7/2023) pagi lalu, misalnya, lembaga itu menggelar pelepasliaran 60 tukik bersama rombongan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Rektor UGM Ova Emilia menuturkan, aktivitas konservasi penyu sangat penting untuk menjaga kelestarian satwa itu. Itulah kenapa, universitas tersebut turut mendukung kegiatan itu. ”Ini sesuai dengan misi dari kita semua untuk menjaga kelestarian alam,” ujarnya seusai mengikuti pelepasliaran tukik di Pantai Trianggulasi di kawasan Taman Nasional Alas Purwo.