Kedapatan Menjual Seragam, Kepala Sekolah di Brebes Dibebastugaskan
Buntut kedapatan menjual seragam, seorang kepala SMA negeri di Brebes, Jateng, dibebastugaskan. Sekolah dilarang menjual seragam dan orangtua siswa diminta melapor jika mendapati sekolah yang nekat menjual seragam.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Seorang kepala SMA negeri di Brebes, Jawa Tengah, dibebastugaskan setelah kedapatan mewajibkan siswanya membeli seragam di koperasi sekolah. Kasus itu diharapkan bisa menjadi pembelajaran agar ke depan tidak terulang. Orangtua yang mendapati adanya sekolah yang menjual seragam juga diminta melapor.
Beberapa hari terakhir, sejumlah orangtua siswa sekolah negeri di Kabupaten Brebes mengeluh keberatan dengan keputusan pihak sekolah mewajibkan pembelian seragam di koperasi sekolah. Harga seragam juga disebut jauh lebih mahal dari harga di pasaran.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Uswatun Hasanah mengatakan, pihaknya telah memerintahkan kepala cabang dinas pendidikan setempat mengecek keluhan tersebut. Pada Rabu (2/8/2023), kepala sekolah di SMA negeri tersebut dipanggil untuk dimintai konfirmasi terkait keluhan para orangtua.
”Hasilnya, kepala sekolah yang bersangkutan mengakui sudah melakukan sebuah pelanggaran pakta integritas, yakni menjual seragam. Larangan menjual seragam juga sudah ada payung hukumnya dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 50 Tahun 2022,” kata Uswatun di Semarang.
Menurut Uswatun, kepala sekolah tersebut diminta mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selama menyelesaikan persoalan tersebut, kepala sekolah itu dibebastugaskan.
Uswatun menambahkan, para kepala sekolah sudah berulang kali mendapatkan sosialisasi terkait larangan menjual seragam. Pihak sekolah yang kedapatan nekat menjual seragam akan mendapatkan sanksi hingga wajib mengembalikan 100 persen uang yang dibayarkan oleh orangtua siswa untuk pembelian seragam.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng telah membuka kanal aduan di media sosial dan di kantor dinas pendidikan setempat untuk masyarakat yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran di lingkungan pendidikan. Siapa pun yang mengetahui adanya pelanggaran dimbau segera melapor.
Siapa pun yang mengetahui adanya pelanggaran dimbau segera melapor.
Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Jateng juga masih mendapatkan aduan dari sejumlah orangtua siswa terkait adanya sekolah yang mewajibkan siswanya membeli seragam di sekolah. Kendati demikian, tahun ini, jumlah aduan disebut menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
”Tahun ini, yang masuk 3-5 aduan terkait penjualan seragam di sekolah negeri. Tahun sebelumnya, ada sekitar 17 aduan terkait penjualan seragam. Dari jumlah tersebut, 15 aduan dari orangtua siswa tingkat SD dan SMP,” ucap Kepala Ombudsman Perwakilan Jateng SIti Farida.
Farida mengatakan, para orangtua yang mengadu ke Ombudsman Jateng pada tahun ini sudah diarahkan untuk mengadu ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng agar bisa segera ditangani. ”Kalau yang tahun lalu itu kami menindaklanjuti aduan dari orangtua siswa di Blora dan Kudus dengan cara melakukan pemeriksaan di sekolah-sekolah yang dimaksud. Hasil pemeriksaannya kami laporkan ke atasan untuk selanjutnya diterbitkan rekomendasi perbaikan,” katanya.
Farida mengimbau pihak sekolah untuk menaati aturan yang berlaku terkait larangan menjual seragam kepada siswa. Sebab, dalam Permendikbudristek No 50/2022 sudah dijelaskan bahwa pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orangtua atau wali peserta didik.
Takut
Para orangtua siswa sekolah negeri di Brebes yang anaknya diwajibkan membeli seragam mengaku pasrah dengan kebijakan tersebut. Mereka takut melapor karena khawatir anaknya akan mendapatkan masalah di sekolah.
”Saya orang miskin, jadi manut (menurut) saja (dengan kebijakan sekolah). Kalau macam-macam, takut nanti anak saya yang kena (masalah),” ujar M (41), salah satu orangtua siswa SMA negeri di Brebes.
M diwajibkan membayar Rp 1,4 juta dari pihak sekolah saat pendaftaran ulang. Uang itu untuk membayar biaya seragam untuk anak laki-lakinya. Dari pembayaran itu, anak M mendapatkan bahan untuk seragam putih abu-abu, pramuka, seragam khas sekolah, dan pakaian olahraga.
”Itu semua siswa memang diwajibkan (membeli di koperasi sekolah). Tetapi, ada perbedaan harga seragam antara siswa perempuan dan laki-laki. Kalau perempuan biayanya Rp 1,7 juta, kalau saya laki-laki biayanya Rp 1,4 juta,” imbuh M.
Sementara itu, K (50), orangtua lain di Brebes juga mengaku tidak melapor meskipun tahu bahwa sekolah anaknya melanggar aturan. Hal itu karena K tidak tahu bahwa dirinya bisa melaporkan kasus tersebut.
”Harusnya, ke depan dikasih tahu, jadi orangtua tahu bisa melapornya ke mana. Kalau bisa, identitas orangtua yang melapor dan anaknya dirahasiakan. Jadi, orangtua tidak segan-segan melapor,” kata K, orangtua siswa di SMA negeri di Kecamatan Brebes.