Keselamatan dan keamanan penyeberangan tradisional dapat diwujudkan meski dengan intervensi berupa penyediaan kelengkapan, terutama jaket keselamatan, pelampung, dan alat pemadam api ringan (APAR).
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penyediaan sarana dasar keselamatan dan keamanan, subsidi, dan asuransi diyakini dapat menekan kecelakaan fatal yang berulang pada penyeberangan tradisional di perairan. Selain itu, pengawasan dan sosialisasi terus-menerus agar masyarakat pengoperasi dan pengguna penyeberangan tradisional menyadari betapa vital aspek keselamatan dan keamanan.
Penyediaan sarana dasar terutama life jacket atau jaket keselamatan dan pelampung yang cukup bagi kru dan penumpang sangat penting bagi penyeberangan tradisional yang melintasi sungai, danau, teluk, selat, dan laut. Pengadaan kelengkapan ini juga perlu disadari secara penuh oleh nelayan.
Di Jawa Timur, sejak awal 2023 ada setidaknya empat kasus nelayan tewas tenggelam karena tercebur ke laut akibat kapal atau perahu rusak dihantam cuaca buruk. Karena tidak dilengkapi pelampung, peluang bertahan hidup di perairan menipis sehingga meninggal.
”Selain itu, memastikan adanya alat pemadam api ringan (APAR) dan letak tangki atau jeriken bahan bakar tidak berdekatan dengan mesin untuk mencegah kebakaran,” kata Ketut Buda Artana, Guru Besar Kemaritiman Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Rabu (26/7/2023).
Pengadaan jaket, pelampung, dan APAR seharusnya tidak terlalu memberatkan penyedia dan pengelola perahu atau kapal tradisional. Jika masih memberatkan, pemerintah kabupaten/kota perlu membantu.
Ketut melanjutkan, setelah kelengkapan, sebaiknya nelayan dan penyedia penyeberangan tradisional dilindungi dengan asuransi jiwa dan asuransi perahu atau kapal. Mereka mungkin menjadi tidak terlalu gelisah untuk bekerja meski di perairan nyawa selalu dipertaruhkan.
”Di perairan kondisinya tidak bisa diduga, tetapi peluang fatalitas dari kejadian yang tidak diinginkan dapat ditekan dengan ketersediaan kelengkapan dan perlindungan asuransi itu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Surabaya Muhamad Hariyadi menyatakan, telah sepekan operasi SAR belum berhasil menemukan satu korban kecelakaan Kapal Layar Motor Putri Kuning di Selat Madura perairan Giligenting, Sumenep, Jawa Timur. Korban yang belum ditemukan ialah Irianti (9) dari Jatisari, Klatakan, Kendit, Situbondo.
Kecelakaan laut Kapal Putri Kuning, kapal niaga dengan tanda selar GT06 No 531/JWT 6, menjadi kasus setidaknya yang kedua puluh sejak awal 2023 yang dihimpun dari pemberitaan Kantor SAR Surabaya dan Ditpolairud Polda Jatim.
Kecelakaan laut Kapal Putri Kuning, kapal niaga dengan tanda selar GT06 No 531/JWT 6, menjadi kasus setidaknya yang kedua puluh sejak awal 2023.
Putri Kuning melayani rute Panarukan di Situbondo-Pulau Giliraja di Giligenting, Sumenep. Kapal yang membawa material semen, asbes, kayu, air dan penumpang itu berangkat dari Panarukan pada Selasa (18/7/2023) sekitar pukul 23.00 WIB.
Dalam perjalanan dan berada di perairan Giligenting, Rabu (19/7/2023) sekitar pukul 02.00 WIB, kapal terkena cuaca buruk dan diduga menabrak instalasi rig atau anjungan lepas pantai milik perusahaan minyak dan gas bumi.
Kapal rusak dan tenggelam. Sebanyak dua penumpang tewas, yakni Sumarni (48), ibunda Irianti, dan Sima (57), warga Pacaron, Pasir Putih, Bungatan, Situbondo. Tiga kru kapal, termasuk nakhoda dan empat penumpang, selamat.
Selain itu, korban yang selamat mengutarakan, ada dua penumpang lainnya yang terjatuh dan belum diketahui nasibnya. Dua penumpang itu sepasang lelaki dan perempuan dan tidak tercatat dalam manifes.
Sampai kini Kepolisian Resor Sumenep belum dapat mengetahui identitas dan nasib dua penumpang dimaksud.
Secara terpisah, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menyarankan, perhatian terhadap penyeberangan tradisional juga dapat ditempuh dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk pengelola atau penyedia jasa. ”Namun, subsidi ini harus dalam konteks mengutamakan keselamatan dan keamanan perjalanan,” katanya.
Dengan subsidi BBM, pengelola perahu atau kapal penyeberangan tradisional dapat diikat untuk melengkapi sarana dengan jaket keselamatan, pelampung, dan atau APAR. ”Persoalannya, penyeberangan tradisional mengabaikan keselamatan dan pengawasan oleh aparatur negara lemah. Kita selalu gelagapan dan bingung ketika kejadian dengan korban banyak,” ujar Djoko.