Cakupan Imunisasi di Tanah Papua Rendah, Kasus Kematian Anak Berpotensi Tinggi
Wabah campak di tiga provinsi, yakni Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, dipicu cakupan imunisasi yang masih rendah selama masa pandemi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Kasus campak di Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan dipicu rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap. Kondisi ini rawan memicu tingginya kematian pada anak.
Tahun ini, campak merebak di sejumlah kabupaten di Papua Tengah dengan 49 kasus anak. Dua anak suspek campak bahkan meninggal pada Februari.
Selain itu, ada sembilan anak positif campak dan 260 anak suspek campak di Papua Pegunungan pada Mei. Sementara di Jayapura, Ibu kota Papua, ditemukan 10 anak positif campak pada Juni.
Potensi penyebarannya masih tinggi. Satu penderita bisa menularkan hingga sembilan anak. Penderita campak mengalami mata merah demam, batuk dan beringus, serta timbul bintik-bintik merah di tubuh.
”Cakupan imunisasi dasar lengkap, terutama saat pandemi Covid-19 periode 2020-2022, masih rendah. Salah satu akibatnya, munculnya kasus campak pada tahun ini,” kata Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi di Dinas Kesehatan Papua Elianus Tabuni, di Jayapura, Selasa (4/7/2023).
Ia memaparkan, cakupan imunisasi dasar lengkap untuk Provinsi Papua sebelum dimekarkan pada akhir tahun 2022 hanya 51,8 persen. Angka ini belum mencapai standar cakupan imunisasi dasar lengkap nasional, 95 persen.
Imunisasi dasar lengkap diberikan untuk anak usia 0-11 tahun. Imunisasi ini meliputi hepatitis B, basillus calmette guerin (BCG) untuk pencegahan TBC, serta measles rubella (MR) untuk campak dan rubela. Selain itu, ada imunisasi vaksin polio suntik, difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) serta imunisasi rotavirus untuk mencegah diare.
Khusus untuk vaksin campak, MR 1 dan MR 2, belum optimal. Di beberapa daerah, seperti Yalimo, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai, cakupannya hanya 20 persen.
”Hal inilah yang memicu kasus campak kini bermunculan di sejumlah daerah,” ucap Elianus.
Oleh karena itu, Elianus meminta pemerintah daerah meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap minimal mencapai 90 persen. Selain itu, penetapan status kejadian luar biasa harus segera dilaksanakan apabila telah ditemukan lima kasus campak.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura Ni Nyoman Sri Antari mengatakan akan melakukan outbreak response immunization (ORI) atau imunisasi massal di daerah yang ditemukan banyak kasus campak serta suspek. Pelaksanaan imunisasi campak di 14 puskesmas di Kota Jayapura juga akan ditingkatkan.
”Belum ada kasus kematian anak yang positif campak di Kota Jayapura. Kasus campak ditemukan di sejumlah distrik (kecamatan), seperti Jayapura Selatan dan Jayapura Utara,” ungkap Sri.
Sementara itu, Kepala Kantor Unicef Perwakilan Papua dan Papua Barat Aminuddin Mohammad Ramdan mengakui, rendahnya cakupan pelaksanaan program imunisasi selama masa pandemi bermuara munculnya kasus campak di sejumlah daerah di Papua pada tahun ini. Salah satunya adalah program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).
Aminuddin pun menyatakan akan membantu pemerintah daerah melakukan imunisasi. Hal tersebut meliputi pendampingan tenaga kesehatan agar pemberian imunisasi sesuai prosedur dan distribusi vaksin dengan aman.
”Kami juga membantu perencanaan strategi pelaksanaan imunisasi serta distribusi vaksin sesuai target daerah yang diprioritaskan. Peran kami yang terakhir ialah melaksanakan sosialisasi dengan melibatkan tokoh masyarakat untuk mencegah penyebaran berita bohong,” ujar Aminuddin.