Jamuan Hangat Keraton Yogyakarta untuk Kaisar Jepang
Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X memberikan jamuan hangat bagi Kaisar Jepang Naruhito. Tarian, musik, hingga hidangan lezat disajikan guna menambah keakraban kedua kerajaan itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
Di sela-sela lawatannya ke Indonesia, Kaisar Jepang Naruhito menyempatkan diri berkunjung ke Keraton Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (21/6/2023) malam. Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X memberikan jamuan hangat bagi tamu kehormatannya tersebut. Tarian, musik, hingga hidangan lezat disajikan guna menambah keakraban kedua kerajaan itu.
Naruhito bersama rombongannya tiba di Keraton Yogyakarta sekitar pukul 18.00. Dalam kesempatan itu, ia mengenakan jas hitam dan kemeja putih. Dasi yang dikenakannya berwarna merah muda. Ia diterima putri sulung Sultan, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, di Regol Kamandungan Lor di area depan keraton. Mangkubumi lalu mengantarkan Naruhito memasuki kompleks dalam kerajaan tersebut.
Sambutan hangat kembali diterima Naruhito ketika melintas di Pelataran Sri Manganti. Terdapat putri-putri Sultan lainnya yang juga ikut menyambut Naruhito, seperti GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, dan GKR Bendara. Tak hanya putri-putri Sultan, para menantu dan cucu Sultan juga turut serta. Bahkan, ada salam penghormatan dari prajurit keraton, yaitu Bregada Wirobraja, yang berseragam lengkap.
Adapun para menantu Sultan yang hadir saat itu ialah Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Wironegoro (suami GKR Mangkubumi), KPH Purbodiningrat (suami GKR Maduretno), KPH Notonegoro (suami GKR Hayu), dan KPH Yudonegoro (suami GKR Bendara).
Untuk cucu Sultan yang turut memberikan sambutan adalah putra dan putri GKR Mangkubumi, yaitu Raden Ayu Arti Ayya Fatimasari dan Raden Mas (RM) Dhrastya Wironegoro, serta putra GKR Condrokirono, yakni RM Gustilantika Marrel Suryokusumo.
Setelahnya, Naruhito diantar untuk menemui Sultan bersama permaisurinya, GKR Hemas, yang telah menunggu di Regol Danapratapa. Sultan dan Naruhito saling melempar senyum ketika bersalaman. Busana yang dikenakan Sultan bernama Ageman Takwa lengkap dengan Kuluk Kanigoro, sedangkan Hemas mengenakan Kebaya Tangkepan berwarna biru muda. Keduanya sama-sama mengenakan jarik bermotif Parang Barong.
Pakaian tersebut hanya dikenakan Sultan pada waktu-waktu tertentu. Apabila ia mengenakan pakaian tersebut, berarti ia hadir sebagai raja dari keraton yang dipimpinnya. Menariknya, ornamen dari jarik yang dikenakan bergambar “babon angrem”, atau induk ayam yang tengah mengerami. Ornamen itu bermakna kasih sayang. Seakan ada suasana bahagia yang ingin dihadirkan dalam perjumpaan kedua belah pihak.
“Ini kan tamunya kerajaan. Dulu, waktu tamunya Kerajaan Belanda, kami juga pakai kain seperti ini. Ini antar sesama kerajaan. Jadi, kami mengenakan kain,” kata GKR Mangkubumi ketika ditemui seusai acara.
Naruhito juga diajak melihat koleksi benda bersejarah milik Keraton Yogyakarta, seperti batik, keris, dan manuskrip. Beberapa motif batik yang dipamerkan, antara lain, Parangrusak Barong, Kawung, Purbanegara, hingga Sidaluhur.
Sementara, manuskrip yang ditampilkan bertajuk Serat Baratayuda. Serat itu dibuat pada masa kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VII sampai Sultan Hamengku Buwono VIII. Ada pula pertunjukan display wayang kulit yang dipersembahkan Kawedanan Kridhamardawa di sela-sela kunjungan sang kaisar.
Sebelum masuk acara makan malam, Naruhito lebih dahulu disuguhi pertunjukan tari Beksan Lawung Ageng di Tratag Bangsal Kencana. Tarian itu berdurasi sekitar 15-20 menit. Seluruh penarinya berjenis kelamin laki-laki. Jumlahnya mencapai 16 orang.
Tarian itu menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak. Inspirasi penciptaan tarian datang latihan ketangkasan berkuda dan permainan tombak para prajurit keraton pada masa lalu. Untuk itu, gerakannya memiliki unsur heroik dan berkarakter maskulin.
Menariknya, ornamen dari jarik yang dikenakan bergambar “babon angrem”, atau induk ayam yang tengah mengerami
Pengageng Kawedanan Kridhamardawa Keraton Yogyakarta KPH Notonegoro menceritakan, tarian yang terdapat dalam keraton itu memiliki berbagai tingkatan. Mulai dari yang tertinggi hingga terendah. Beksan Lawung termasuk salah satu yang memiliki tingkatan tinggi. Untuk itu, tarian itu disajikan bagi tamu-tamu kehormatan kerajaan.
“Beksan ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono I ini adalah salah satu tarian tertua yang dimiliki Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, beksan ini kerap ditampilkan saat Keraton Yogyakarta menerima kepala-kepala negara sahabat seperti halnya Kaisar Jepang,” kata Notonegoro.
Puncak acaranya adalah makan malam di Bangsal Kencana. Hidangan yang disuguhkan antara lain setup jambu, sup ayam galantin, sate ayam jeruk nipis, udang bakar madu, dan kue es teler. Sembari menyantap hidangan, terdapat iring-iringan musik orkestra yang dibawakan Abdi Dalem Musikan. Lagu-lagu daerah seperti Padang Bulan, Kidang Talun, Sluku Batok, Suwe Ora Jamu, Jamuran, dan lain-lain, terdengar kian megah lewat permainan alat musik gesek pada orkestra tersebut.
GKR Mangkubumi menceritakan, suasana yang tercipta selama makan malam cukup hangat. Sultan dan Naruhito disebut mengobrol akrab dalam momen tersebut. Menurutnya, kedatangan Naruhito menjadi bagian dari upaya membangun kedekatan antara kedua kerajaan. Apalagi keduanya sudah berhubungan cukup lama.
Pada 1991, ayah Naruhito, yaitu Kaisar Emeritus Akihito, pernah berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, ia didampingi permaisurinya, yakni Michiko. Sosok yang menyambut mereka juga Sultan dan Hemas. Ketika itu putri keempat dan putri kelima Sultan, yaitu GKR Hayu dan GKR Bendara, yang masih berusia 8 tahun dan 5 tahun, memberikan bunga kepada dua tamu kehormatan itu.
“Yang pertama, tentunya menjalin silaturahmi terus dari orangtua hingga ke generasi berikutnya. Juga, hendaknya hubungan ini agar semakin baik ke depan,” jawab Mangkubumi saat ditanyai arti kunjungan Naruhito tersebut.