Kenangan Kunjungan Kaisar Jepang ke Yogyakarta di Tahun 1991
Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako bakal berkunjung ke Yogyakarta untuk menghadiri sejumlah agenda. Rencana kunjungan itu mengingatkan pada kedatangan Kaisar Akihito ke Yogyakarta pada tahun 1991.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia sejak Sabtu (17/6/2023) hingga beberapa hari ke depan. Naruhito dijadwalkan menghadiri sejumlah acara, termasuk bertemu Presiden Joko Widodo. Selain di Jakarta dan sekitarnya, kaisar juga direncanakan datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan informasi yang diterima Kompas, Naruhito dijadwalkan ke DIY pada Rabu (21/6/2023). Kaisar direncanakan hadir ke dua lokasi, yaitu Balai Teknik Sabo Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Kabupaten Sleman dan Keraton Yogyakarta.
Kunjungan Naruhito ke DIY itu mengingatkan pada kunjungan ayahnya, Kaisar Emeritus Akihito, tahun 1991. Akihito juga datang ke DIY.
Mengacu arsip pemberitaan harian Kompas, Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko tiba di DIY pada Jumat (4/10/1991) sore. Mereka menggunakan pesawat khusus kepresidenan, BAe-146 Pelita. Setelah tiba di DIY, keduanya singgah di Keraton Yogyakarta.
Di sana, pasangan tamu agung itu bertemu Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X. Hadir pula Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan anggota keluarga lain.
Tiba di pintu Regol Keben Keraton Yogyakarta, Akihito dan Michiko menerima bunga dari putri keempat dan kelima Sultan HB X. Kedua anak itu masih berusia 8 tahun dan 5 tahun.
Saat itu, Akihito memakai jas abu-abu bergaris kecil. Sementara Michiko mengenakan blus lengan panjang warna hitam dan rok coklat.
Tidak ketinggalan, Michiko memakai sepatu putih dengan sepotong warna hitam di ujungnya. Permaisuri juga memakai bros kecil berbentuk sulur dengan mutiara serta kalung roncean mutiara.
Sementara itu, Sultan HB X mengenakan baju keprabon motif bunga hijau dan merah menyala. Beliau pun memakai kain batik bermotif parang barong seling templek.
Sultan juga memakai tutup kepala kuluk Kanigoro. Adapun GKR Hemas hadir berkebaya warna krem dengan hiasan sulaman sutra merah jambu.
Dalam kunjungan ke Keraton Yogyakarta, Akihito dan Michiko diajak melihat koleksi benda pusaka di Tratag Bangsal Kencono. Selain itu, keduanya juga menonton pertunjukan wayang kulit lakon ”Romo Tambak”. Dalangnya saat itu Mas Bekel Tjermo Gupito Basirun.
Kesenian lain yang disuguhkan adalah tarian menak. Ceritanya mengangkat kisah pertempuran Dewi Rengganis melawan Dewi Widaninggar.
Sendratari di Prambanan
Pada malam hari usai kunjungan ke Keraton Yogyakarta, Akihito dan Michiko menyaksikan sendratari. Lakonnya ”Anoman Obong” di kompleks Candi Prambanan, Sleman.
Pentas sendratari itu dibawakan kelompok tari dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta. Beberapa pemain terbaik dari Kelompok Tari Roro Jonggrang, Prambanan, juga ikut serta.
Kompas melaporkan, selama 45 menit pertama pertunjukan itu, Michiko tidak pernah menyandarkan punggungnya ke kursi. Dengan mencondongkan tubuh ke depan, dia menikmati pertunjukan tersebut.
Selain itu, permaisuri juga terlihat beberapa kali mendapat penjelasan dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Soepardjo Rustam.
Juru bicara khusus Kaisar Jepang saat itu, Hideo Kagami, menyatakan, Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko sangat terkesan dan banyak belajar tradisi dan kebudayaan Indonesia yang amat bervariasi. Akihito dan Michiko mengucapkan terima kasih atas sambutan ramah dari masyarakat Indonesia.
Namun, Hideo menolak anggapan kunjungan Kaisar Akihito pada 1991 itu punya maksud politis. ”Dalam arti apa? Istilah berpolitik kurang jelas. Yang jelas Kaisar tidak boleh terlibat atau membicarakan isu tertentu, juga tidak boleh membuat negosiasi,” katanya (Kompas, 5/10/1991).
Keesokan hari setelah kunjungan ke Keraton Yogyakarta dan Prambanan, Akihito dan Michiko datang ke Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Usai ke Borobudur, keduanya kembali ke DIY untuk mendatangi Gedung Pusat Peningkatan dan Pengembangan Pohon Hutan (Forest Tree Improvement Development Centre/FTIDC) di Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman.
Penanaman pohon sawo kecik oleh Akihito melambangkan kaisar telah menanamkan kebajikan di DIY.
Kunjungan ke lokasi itu dilakukan karena gedung tersebut dibangun dengan dana hibah Pemerintah Jepang. Hibah itu diberikan dalam dua tahap. Di tahap pertama, Pemerintah Jepang memberikan dana 803 juta yen dan tahap kedua 466 juta yen.
Saat mendatangi gedung FTIDC itu, Akihito disebut mengagumi proyek pemuliaan tanaman hutan yang dilakukan di tempat tersebut.
Proyek atas kerja sama Indonesia-Jepang itu untuk melakukan penelitian terhadap 10 jenis tanaman hutan hujan tropis, yakni akasia, mangium, damar, leda, ampupu, sengon, tusam, kapur, mahoni, dan meranti.
Di halaman gedung FTIDC, sang kaisar dan permaisuri juga menanam pohon sawo kecik. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, sawo kecik merupakan pohon kebajikan yang biasa ditanam di halaman keraton oleh raja atau bangsawan. Nama ”sawo kecik” itu juga bisa dimaknai sebagai becik ketitik atau kebajikan itu pasti akan tampak.
Penanaman pohon sawo kecik oleh Akihito itu melambangkan kaisar telah menanamkan kebajikan di DIY. ”Kebaikan yang tertanam ini mudah-mudahan akan terus terjaga dan terpelihara sehingga persahabatan Indonesia-Jepang pun akan semakin erat,” ujar Manajer Proyek FTIDC Budi Santoso (Kompas, 4/10/1991).
Kunjungan Pangeran Akishino
Sekitar 17 tahun setelah kunjungan Kaisar Akihito, anggota keluarga kekaisaran Jepang kembali berkunjung ke Indonesia.
Pada 18-24 Januari 2008, Pangeran Akishino, yang merupakan putra kedua Akihito, juga berkunjung ke Indonesia. Dalam kesempatan itu, pangeran juga datang ke DIY.
Pada 22 Januari 2008, pangeran bertemu dengan Sultan HB X di Keraton Yogyakarta. Sultan menyebut, dalam pertemuan itu, tidak ada pembicaraan mengenai kerja sama antara DIY dan Jepang.
”Beliau hanya berbicara masalah ketertarikan dengan kebudayaan, ingin tahu masalah kebudayaan Jawa dan filosofinya,” kata sultan yang juga merupakan Gubernur DIY (Kompas, 23/1/2008).
Kedatangan Kaisar Akihito dan Pangeran Akishino menjadi simbol kedekatan hubungan Jepang dengan DIY. Apalagi, DIY telah menjalin kerja sama sister province (provinsi saudara) dengan Prefektur Kyoto sejak tahun 1985. Kerja sama itu antara lain berbentuk pertukaran budaya dan penguatan sumber daya manusia.
Relasi yang dekat itu makin terasa dengan pemberian penghargaan Bintang Tanda Jasa ”The Order of Rising Sun, Gold and Silver Star” dari Kaisar Jepang Naruhito kepada Sultan HB X pada 2022.
Bintang tanda jasa itu diberikan karena sultan dinilai berperan besar dalam terciptanya hubungan persahabatan. Sultan juga aktif menguatkan kerja sama dan pertukaran budaya antara Indonesia dan Jepang.
Kali ini, lewat kunjungan Kaisar Naruhito beberapa hari mendatang, hubungan persahabatan antara Jepang dan DIY diharapkan makin kuat. Berbagai kerja sama yang telah dijalin juga diharapkan kian kokoh dan bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga bangsa.