Polusi akibat sampah dan limbah di laut mengancam kelestarian ekosistem laut, termasuk terhadap keberadaan penyu. Kelestarian penyu di laut juga terancam akibat penangkapan ilegal.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Polusi laut akibat sampah dan limbah mengancam kelestarian ekosistem laut, termasuk keberadaan enam jenis penyu di lautan Indonesia. Keberadaan penyu juga terancam masih terjadinya penangkapan liar.
Penyu termasuk satwa dilindungi karena keberadaannya sudah rentan, bahkan terancam. Perairan Indonesia menjadi tempat hidup enam jenis penyu dari tujuh jenis penyu di dunia. ”Seluruh penyu laut merupakan satwa dilindungi undang-undang berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong ketika mengikuti kegiatan pelepasliaran penyu di area Pantai Sindu, Sanur, Kota Denpasar, Bali, Sabtu (10/6/2023).
Dalam kegiatan pelepasliaran penyu di Pantai Sindu, Sanur, Kota Denpasar, sebanyak 64 penyu dari tiga jenis penyu, yakni penyu lekang, penyu sisik, dan penyu hijau, dilepaskan kembali ke laut. Dari 64 penyu tersebut, sekitar 40 penyu merupakan hasil penyitaan polisi.
Dalam laporannya, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Satyawan Pudyatmoko menjelaskan, selain hasil penyitaan, penyu yang dilepasliarkan itu juga hasil pembesaran di sejumlah kelompok pelestari penyu di Bali.
Lebih lanjut Alue Dohong mengatakan, penyu berperan dalam ekosistem laut karena penyu juga menjadi pemakan satwa dan tumbuhan laut, selain menjadi mangsa bagi hewan laut lainnya.
Penyu juga disebut sebagai duta besar di lautan karena penyu memiliki daya jelajah sangat luas saat bermigrasi, mencari makan, ataupun berkembang biak. Indonesia juga menjaga kelestarian penyu sesuai dengan kesepakatan perlindungan Marine Turtle Indian Ocean and South East Asian (Marine Turtle IOSEA).
”Keberadaan dan kelestarian penyu ini sangat penting bagi Indonesia sehingga kelestarian ekosistem dan habitatnya harus dijaga,” kata Alue Dohong.
Dalam upaya itu, menurut dia, menjaga lingkungan dari polusi sampah dan limbah, yang mencemari perairan, menjadi sangat penting. ”Pengembalian satwa dilindungi ini ke habitatnya di alam diharapkan menjadi pemicu dan pemacu kepedulian dan kesadaran untuk konservasi,” ujarnya.
Kegiatan pelepasliaran penyu ke laut di Pantai Sindu, Sanur, Sabtu (10/6), dirangkai dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023, Hari Konservasi Alam Nasional 2023, dan Hari Bhayangkara Ke-77 tahun 2023.
Dalam kegiatan yang turut dihadiri jajaran Polda Bali, Kodam IX/Udayana, Pemprov Bali, Pemkot Denpasar, dan kelompok pelestari penyu di Bali, Kementerian LHK juga menyerahkan piagam penghargaan kepada sejumlah pihak, yang berkontribusi aktif dalam pelestarian lingkungan dan perlindungan penyu, di antaranya Polda Bali, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda Bali, Polresta Denpasar, Polres Jembrana, dan Polres Bangli, serta kelompok pelestari penyu.
Wakil Kepala Polda Bali Brigadir Jenderal (Pol) I Ketut Suardana menyampaikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Kementerian LHK dan Balai KSDA Bali atas penghargaan kepada Polda Bali dan jajarannya itu.
Keberadaan dan kelestarian penyu ini sangat penting bagi Indonesia sehingga kelestarian ekosistem dan habitatnya harus dijaga.
Suardana mengatakan, Polda Bali juga turut menyosialisasikan dan memberi edukasi perihal lingkungan hidup dan pelindungan satwa dilindungi kepada masyarakat, selain tetap menegakkan hukum terhadap pelanggarnya.
”Secara bersama-sama membangun kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan hidup, khususnya menjaga satwa dilindungi seperti penyu ini,” kata Suardana seusai acara pelepasliaran penyu di Pantai Sindu, Sanur, Sabtu (10/6).
Ekspor pasir laut
Menanggapi diskursus terkait kembali dibukanya ekspor pasir laut, Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan, kebijakan ekspor pasir laut diatur Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. ”Tujuan awalnya untuk memperbaiki kondisi perairan, yang mengalami masalah sedimentasi,” katanya.
”Melihat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, yang dikelola adalah sedimentasi di laut. Peruntukan sedimentasi laut itu bisa untuk mendukung konstruksi dalam negeri dan kebutuhan material dalam negeri. Kalaupun ada lebih, bisa diekspor,” ujar Alue Dohong lebih lanjut.
Ekspor pasir laut hasil sedimentasi laut memantik persoalan. Pemberitaan di Kompas.id edisi 9 Juni 2023, pemerintah dan warga di Kepulauan Riau meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan menjamin pengerukan laut tidak akan merusak lingkungan pesisir.
Terkait kebijakan ekspor pasir laut, dalam berita Kompas.id edisi 3 Juni 2023, kebijakan itu dianggap tidak didasari kajian matang. Ekspor pasir hasil sedimentasi laut pernah dilarang pada era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Lebih lanjut Alue Dohong mengatakan, Kementerian LHK juga ikut mengawasi kegiatan pengelolaan hasil sedimentasi laut, termasuk usaha pengambilan pasir hasil sedimentasi itu.
Menurut dia, usaha pengelolaan sedimentasi laut, yang legal, seharusnya mengikuti peraturan dan memiliki perizinan yang lengkap, termasuk izin lingkungan hidup. ”Kami melakukan safeguard (tindakan pengamanan) dari perizinannya. Ini jelas,” ucapnya.