Bayi-bayi yang Ditampung di Semarang Bakal Diasesmen
Sebuah panti di Semarang, Jateng, menampung puluhan bayi yang mayoritas hasil hubungan di luar nikah. Panti yang ternyata tak berizin itu akan difasilitasi dalam mengurus legalitasnya. Adapun para bayi akan diasesmen.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah mengasesmen sebuah panti di Kota Semarang yang menampung bayi dari kehamilan di luar nikah. Bayi-bayi itu akan dikembalikan ke orangtuanya. Jika tidak memungkinkan, mereka akan diasuh di rumah pelayanan sosial sembari diproses untuk mendapatkan calon orangtua angkat yang legal.
Hasil investigasi Kompas yang dipublikasikan pada Kamis (11/5/2023) hingga Jumat (12/5/2023) mengungkap adanya tempat-tempat penampungan bayi di Kota Semarang dan Bogor, Jawa Barat. Di Kota Semarang, sebuah panti di kawasan Banyumanik menampung puluhan bayi yang sebagian besar berasal dari kehamilan di luar nikah.
Kendati sudah beroperasi selama beberapa tahun, panti itu belum terdaftar secara resmi sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Jateng Tegoch Hadi Noegroho menyebut, pihaknya bakal mendampingi dan memberikan akses agar panti tersebut mendapatkan legalitasnya sebagai LKS.
”Selanjutnya, kami akan melakukan asesmen terhadap anak-anak di panti tersebut. Manakala orangtuanya ada, akan kami dorong supaya anak tersebut diasuh orangtuanya. Apabila tidak bisa, guna kepentingan anak, mereka akan diasuh di panti untuk mendapatkan calon orangtua asuh yang legal,” kata Tegoch, Selasa (16/5/2023).
Tegoch berharap, perlindungan terhadap anak-anak di panti tersebut tercukupi, termasuk kebutuhan mereka akan pengasuhan yang layak. Menurut Tegoch, Dinsos Jateng memiliki kewenangan dalam proses pengangkatan anak Warga Negara Indonesia (WNI) dengan WNI. Hal itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Pengasuhan anak secara resmi dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, dilakukan secara langsung oleh orangtua anak dengan calon orangtua asuh melalui rekomendasi dinas sosial kabupaten/kota.
Kedua, dilakukan melalui lembaga pengasuhan khusus anak balita yang dibuang di tempat umum dan ditinggal di rumah sakit. Untuk kasus tersebut, harus ada penetapan dari pemerintah untuk proses adopsi melalui Rumah Pelayanan Sosial Anak Balita Wiloso Tomo dan Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi Permata Hati Surakarta.
Tegoch menambahkan, Dinas Sosial Jateng telah menyampaikan informasi kepada masyarakat terkait syarat dan prosedur adopsi, baik melalui media sosial maupun sosialisasi secara langsung. Untuk bisa mengadopsi anak, calon orangtua asuh harus mengajukan permohonan adopsi ke dinas sosial kabupaten/kota.
”Setelah itu, pekerja sosial dari dinas sosial setempat akan melakukan kunjungan rumah untuk memastikan kelayakan dan kelengkapan persyaratan sebagai calon orangtua angkat. Apabila syarat adopsi telah terpenuhi, dinas sosial kabupaten/kota akan merekomendasikan hasil kajian lapangan tersebut ke dinas sosial provinsi,” imbuh Tegoch.
Panti yang menampung anak-anak tersebut juga perlu dipastikan legalitasnya.
Hasil rekomendasi dari Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak akan dijadikan bahan pertimbangan untuk menerbitkan keputusan izin pengangkatan anak. Selanjutnya, keputusan izin pengangkatan tersebut bisa diproses di pengadilan negeri maupun pengadilan agama.
Sekretaris Daerah Jateng, Sumarno mengatakan, proses adopsi legal tidak dipungut biaya atau gratis. Hal itu dimaksudkan untuk menekan risiko adopsi ilegal.
”Apabila ada indikasi proses adopsi ilegal, akan kami bina. Panti yang menampung anak-anak tersebut juga perlu dipastikan legalitasnya. Jika ada indikasi pelanggaran atau penyaluran bayi secara ilegal, dinas sosial di tiap-tiap daerah akan turun langsung untuk memberikan pembinaan,” ucap Soemarno.
Mengenai tempat penampungan bayi di Semarang, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang Heru Soekendar mengakui, banyaknya bayi-bayi yang lahir tetapi tidak diinginkan orangtuanya. ”Karena dianggap gampang, akhirnya ada yang menjalin hubungan di luar nikah, punya anak, dan dititipkan di panti itu (di Semarang). Ini yang sedang kami pikirkan,” katanya (Kompas.id, 14/5/2023).
Heru meminta pengelola panti untuk mengembalikan bayi di sana ke orangtua kandungnya. ”Walaupun nantinya ada kekecewaan mungkin dari orangtuanya, itu lebih baik sepanjang orangtuanya masih ada. Kalau nanti dia besar dan hidup di panti, mereka tidak tahu apa-apa. Padahal, sebenarnya ada orangtuanya,” tutur Heru.