Dua Tahun Gunung Sinabung Tidak Erupsi, Aktivitas Pertanian Menggeliat Kembali
Pertanian di desa-desa lingkar Gunung Sinabung menggeliat setelah dua tahun tidak ada erupsi. Tanaman hortikultura, kopi, hingga buah naga tumbuh subur. Pertanian bangkit setelah bertahun-tahun merugi akibat erupsi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Aktivitas pertanian di desa-desa sekitar Gunung Sinabung menggeliat setelah dua tahun tidak ada erupsi. Tanaman hortikultura, kopi, hingga komoditas baru, seperti buah naga, tumbuh subur di sekitar Sinabung. Pertanian mulai bangkit setelah bertahun-tahun bolak-balik merugi karena hujan abu dari erupsi Sinabung.
Aktivitas pertanian tampak menggeliat di desa-desa di sekitar Gunung Sinabung mulai dari Kecamatan Simpang Empat, Tigan Derket, hingga Payung, Kamis (11/5/2023). Para petani tampak beraktivitas di ladang-ladang yang berada di sepanjang jalan. Sudah setahun, tingkat aktivitas Sinabung menurun dari Level III (Siaga) ke Level II (Waspada).
Tanaman seperti cabai merah, tomat, kembang kol, kubis, hingga wortel tampak tumbuh subur. Tanaman perkebunan seperti kopi, yang mulai banyak ditanam sejak bencana erupsi Gunung Sinabung pada 2013, tampak semakin banyak dan berbuah lebat. Tanaman buah naga juga menjadi primadona baru di sekitar Sinabung.
”Tanaman jeruk mulai berkurang karena banyak rusak ketika terpapar abu Sinabung. Perawatan jeruk juga mahal dan rumit. Sekarang kami banyak beralih ke buah naga dan kopi,” kata Janter Sembiring (50), petani di Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Saat sore tiba, mobil-mobil pikap berseliweran di jalan mengangkut para buruh tani pulang dari ladang. Aktivitas pertanian juga berlanjut ke gudang pertanian. Mereka menyortir dan memuat berbagai jenis sayuran ke truk besar untuk dibawa ke Medan dan kota-kota lain. Di sana juga tampak beberapa cold storage (gudang penyimpanan berpendingin) yang baru dibangun untuk melayani pasar ekspor.
Janter mengatakan, ekonomi masyarakat di sekitar Sinabung mulai menggeliat setelah tidak ada erupsi dalam dua tahun ini. Sejak 2010 hingga 2021, Sinabung sering sekali erupsi dan sangat berdampak pada pertanian karena mengeluarkan abu vulkanis. Jika tanaman terpapar abu, produksinya menurun drastis bahkan beberapa jenis tanaman mati.
Selama dua tahun tidak ada erupsi, para petani kembali berladang di sekitar Sinabung yang tidak merupakan zona merah/berbahaya. Namun, petani tetap waspada. Ladang-ladang yang berada di dekat lereng Sinabung ditinggalkan pada sore. Mereka tidak tinggal lagi di desa yang sudah direlokasi oleh pemerintah. ”Kami hanya berladang di sini dan pulang setiap sore ke zona aman,” kata Janter.
Kami hanya berladang di sini dan pulang setiap sore ke zona aman.
Janter menyebut, mereka mulai marak menanam buah naga karena harganya yang cukup bagus dan stabil yakni, berkisar Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Mereka juga menanam kopi arabika agar ada hasil yang dipanen setiap dua minggu untuk kebutuhan sehari-hari. Gabah kopi kering dijual berkisar Rp 35.000 hingga Rp 40.000 per kilogram.
Kepala Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Karo Matehsa Karo-Karo mengatakan, pertanian di sekitar Gunung Sinabung menggeliat dalam dua tahun terakhir ini setelah tidak ada lagi erupsi. ”Produksi pertanian di desa-desa sekitar Sinabung mengalami peningkatan cukup pesat dalam dua tahun ini,” katanya.
Matehsa menyebut, para petani juga melakukan penyesuaian jenis tanaman yang lebih tahan terhadap abu vulkanis, yakni kopi arabika. Untuk hortikultura, petani lebih banyak menanam kentang karena harganya yang stabil di atas Rp 6.000 per kilogram. ”Bahkan, pernah harganya sampai Rp 12.000 per kilogram. Petani mendapat keuntungan cukup besar dari kentang,” katanya.
Matehsa menyebut, persoalan harga memang menjadi masalah yang kerap dihadapi petani hortikultura. Harga tomat, misalnya, bisa turun sampai Rp 2.000 per kilogram di tingkat petani yang hanya cukup untuk menutupi biaya panen. Jika harga anjlok, tomat dibiarkan tidak dipanen.
Pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Armen Putra, mengatakan, pengamatan visual dalam dua tahun ini tidak ada aktivitas vulkanis Sinabung yang membahayakan, seperti erupsi atau awan panas. Erupsi terakhir terjadi pada 19 Juli 2021. Pada 17 Mei 2023, genap setahun tingkat aktivitas Sinabung diturunkan dari Siaga ke Waspada.
Meski demikian, pantauan dari Pos Pengamatan yang berada di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi itu menunjukkan masih ada sedikit kubah lava di kawah Sinabung. Ini menandakan potensi awan panas guguran dan erupsi masih ada. Aktivitas kegempaan, seperti gempa vulkanik dalam, hibrida, frekuensi rendah, dan tektonik jauh, masih terdeteksi tetapi intensitasnya rendah. ”Kami tetap meminta masyarakat tetap waspada meskipun aktivitas Sinabung sudah menurun,” kata Armen.