Korban Predator Seksual di Solo Bertambah Jadi 10 Orang
Kasus pencabulan oleh seorang pelatih taekwondo di Kota Surakarta, Jawa Tengah, kembali bergulir. Jumlah terduga korban yang mengadu kepada tim advokasi bertambah menjadi 10 orang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kasus pencabulan oleh seorang pelatih taekwondo di Kota Surakarta, Jawa Tengah, kembali bergulir. Jumlah terduga korban yang mengadu kepada tim advokasi bertambah menjadi 10 orang. Para korban didampingi untuk melaporkan peristiwa yang mereka alami. Penambahan jumlah korban ini dapat membuktikan perbuatan tersangka telah dilakukan menahun dan berulang kali.
Pelatih taekwondo yang menjadi predator seksual itu berinisial DS (44). Perbuatan pria berbadan gempal itu terungkap dari pelaporan oleh tiga murid yang menjadi korban pelecehan seksualnya, Maret lalu. Setelah itu, terbentuk Tim Advokasi Korban Predator Seksual karena ada kecurigaan mengenai jumlah korban yang diduga lebih banyak dari yang melaporkan ke polisi.
”Ternyata ada penambahan korban yang mengadukan kejadian pelecehan yang sama. Pertama, ada tambahan empat orang. Lalu, ada tambahan tiga orang lagi. Jadi, sekarang totalnya ada 10 orang,” kata Ketua Tim Advokasi Korban Predator Seksual Widi Wicaksono, saat dihubungi, Rabu (10/5/2023) sore.
Semua korban berjenis kelamin laki-laki. Usia mereka baru belasan tahun. Mereka juga semuanya merupakan murid taekwondo DS. Insiden dialami para korban di tempat latihan dan hotel sewaktu mengikuti kejuaraan taekwondo di luar kota. Aksi itu dilancarkan DS sejak dua tahun terakhir.
Sebenarnya, ungkap Widi, ada lebih banyak lagi aduan yang diterimanya. Hanya saja, tidak semua pengaduan itu bisa dibuktikan. Sebab, ada peristiwa yang telah dialami pada periode 2000-2010. Selang waktunya sudah cukup lama sehingga bukti-buktinya sulit ditemukan. Untuk itu, pengaduan yang difasilitasi sampai pelaporan polisi adalah yang bukti-buktinya cukup kuat.
”Kami fokus pada yang bisa dibuktikan tindak pidananya. Jika terlalu lama, unsurnya nanti bisa tidak masuk. Lalu, sekadar dianggap like and dislike saja,” kata Widi.
Widi mengharapkan agar kasus itu semakin gamblang seiring dengan banyaknya korban yang melapor. Lewat banyaknya laporan, pihaknya ingin menunjukkan bahwa aksi bejat pelaku telah dilangsungkan berulang kali. Periodenya juga berlangsung dalam waktu beberapa tahun.
”Ini artinya, pelaku sudah lama melakukan itu. Jangan sampai pengadilan menganggap sepele bahwa ini hanya perbuatan yang sekilas. Karena ini sudah lama dan berulang-ulang, seharusnya (DS) dihukum berat,” kata Widi.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta Komisaris Besar Iwan Saktiadi mengatakan, pengusutan kasus predator seksual itu terus berlanjut. Saat ini, pihaknya tengah berproses mengumpulkan berkas-berkas pemeriksaan untuk selanjutnya bisa dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Surakarta. Ia sedang menunggu arahan lanjutan dari lembaga tersebut.
Kalau ada laporan penambahan akan kami sampaikan. Kami harus mendalami jika ada laporan masuk.
Sejauh ini, ungkap Iwan, jumlah korban yang dicatat jajaran kepolisian baru berjumlah tiga orang, sebagaimana pelaporan awal atas kasus yang dialami DS. Jumlah itu berbeda dengan yang disampaikan oleh Tim Advokasi Korban Predator Seksual. Pihaknya mengaku bakal terbuka jika ada korban-korban lain yang berencana melaporkan ke kepolisian.
”Kalau ada laporan penambahan akan kami sampaikan. Kami harus mendalami jika ada laporan masuk. Tidak serta-merta kalau ada laporan itu, apakah berhubungan langsung atau tidak? Atau mungkin ada informasi-informasi tambahan lainnya, kami akan mengembangkan masalah itu,” kata Iwan.
Iwan juga buka suara perihal desas-desus yang muncul berkaitan dengan kasus tersebut. Diduga, aksi bejat tidak dilakukan sendirian oleh DS. Sehubungan dengan kabar burung itu, ia mengaku belum menerimanya. Pihaknya tak bisa menjalankan pekerjaan berbasis kabar-kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
”Dalam administrasi penyidikan, jika memang ada bukti-bukti baru yang menunjukkan pada perkara lain, pasti akan ditindaklanjuti. Siapa saja yang dilaporkan juga akan kita periksa. Jadi, kita tidak melihat status atau latar belakangnya. Semua warga berkedudukan sama di hadapan hukum,” kata Iwan.