Tarian Ebeg Meriahkan Peringatan Hardiknas di Banyumas
Ditarikan ratusan siswa, tarian Ebeg atau kuda lumping memeriahkan peringatan Hari Pendidikan Nasional di Purwokerto, Selasa (2/5/2023). Tarian dimodifikasi, bagian kesurupan di dalamnya dihilangkan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sebanyak 240 siswa-siswi dari SMP N 1 Lumbir, Kabupaten Banyumas, menyajikan tarian Ebeg atau kuda lumping di Alun-alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (2/5/2023). Tarian yang dipentaskan seusai upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional itu dikenalkan kepada generasi muda demi pelestarian kesenian Ebeg dengan berbagai modifikasi sesuai dengan kondisi zaman.
”Ebeg edukasi ini dikombinasi dari tarian baladewan dengan tarian rumeksa dengan menggunakan properti Ebeg. Semua dibuat oleh siswa menggunakan kardus bekas dan anak-anak berkreasi menghiasnya dengan cat,” kata Guru Seni Budaya SMP N 1 Lumbir Endah Sugiprihatin di Purwokerto, Selasa.
Endah menyampaikan, tarian Ebeg ini dikenalkan di sekolah sebagai bentuk pembelajaran terkait kesenian dan budaya Banyumas. ”Biasanya, dalam kesenian Ebeg ada yang mendem (kerasukan) dan sebagainya. Kalau di pendidikan itu tidak sampai mendem atau wuru, tapi ini pengenalan gerakan seperti gerakan keprajuritan yang gagah,” papar Endah.
Dari tarian Ebeg ini, lanjut Endah, diharapkan anak-anak dapat belajar tentang karakter prajurit yang gagah juga tentang kedisiplinan.
”Lewat tarian ini, pertama anak-anak diajak mengenal kearifan lokal dan nilai budaya Banyumas. Kemudian anak juga mampu mengembangkan kreativitas, bisa cinta kesenian sendiri dengan rasa nasionalismenya, lalu anak-anak belajar mandiri serta gotong royong dengan latihan bersama demi kekompakan,” tutur Endah.
Rendika Septiana (13), salah satu siswa kelas VII SMP N 1 Lumbir, mengaku kurang mengenal tarian Ebeg ini. Meski demikian, dengan adanya kegiatan ini, dia menjadi terdorong berlatih dan mempersiapkan diri untuk tampil di depan tamu undangan serta peserta upacara lainnya. ”Latihannya sampai tiga kali. Ini sebenarnya grogi, takut salah gerakan,” tutur Rendika.
Kepala SMP N 1 Lumbir Sutomo menambahkan, Ebeg merupakan kesenian tradisional yang mulai tersisihkan akibat modernitas. Oleh karena itu, kesenian Ebeg masuk dalam muatan lokal supaya tetap dicintai generasi kini.
”Kesenian Ebeg Banyumasan menjadi salah satu materi pembelajaran P5 atau Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di SMP N 1 Lumbir. Ini merupakan salah satu inovasi dalam kurikulum merdeka yang bertujuan untuk memberikan pengalaman nyata dalam mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila melalui serangkaian aktivitas proyek pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas,” kata Sutomo.
Kesenian Ebeg perlu terus dikembangkan sesuai dengan kondisi zaman. (Achmad Husein)
Bupati Banyumas Achmad Husein menyampaikan, kesenian Ebeg perlu terus dikembangkan sesuai dengan kondisi zaman. ”Tidak harus wuru atau mendem (kesurupan), tapi bisa dikreasikan dengan nilai-nilai seni dan teknologi yang ada sekarang. Yang masa lalu seperti mendem atau wuru itu untuk hal-hal yang khusus saja, jangan jadi sebuah keharusan,” papar Husein.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Joko Wiyono menyebutkan, lewat wadah ekstrakurikuler, kesenian Ebeg dikenalkan dan diajarkan di sekolah-sekolah demi pelestarian.
Ketua Kelompok Kesenian Ebeg Putra Satria Puji Purwanto menyebutkan, para pelaku kesenian Ebeg selama ini memang cenderung sulit menggelar pertunjukan lantaran sejumlah sebab. Salah satunya pertunjukan Ebeg dengan bagian kesurupan dinilai jadi sumber kericuhan di tengah penonton.
Meski demikian, pihaknya berharap ada jalan tengah dan pembinaan baik seniman Ebeg maupun penonton supaya dapat menciptakan pertunjukan yang menghibur, tetapi juga aman terhindar dari kericuhan. ”Kadang ada pemain yang sedang wuru (kesurupan) menabrak salah seorang penonton. Tapi penonton itu malah tidak terima dan terjadi kericuhan. Ini perlu edukasi bersama,” tutur Puji.