Membangun Sumatera Utara, Penopang Ekonomi Indonesia Barat
Sumatera Utara menjadi salah satu motor ekonomi nasional terkuat di luar Jawa. Ditopang komoditas ekspor perkebunan, industri pengolahan, dan infrastruktur, produk domestik regional bruto Sumut mencapai Rp 955 triliun.
Oleh
NIKSON SINAGA
·6 menit baca
Sumatera Utara menjadi salah satu motor ekonomi nasional terkuat di luar Jawa. Ditopang komoditas ekspor perkebunan, industri pengolahan, dan infrastruktur yang baik, produk domestik regional bruto Sumut mencapai Rp 955,19 triliun. Berbagai pekerjaan rumah masih menanti, seperti hilirisasi industri yang mandek, pembangunan manusia, dan pemberantasan korupsi.
Sumut kini mempunyai wajah baru, yakni jaringan jalan tol yang membentang sepanjang 112,6 kilometer di Kota Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, dan ke arah Langkat. Pembangunan jalan tol juga masih terus berlangsung hingga ke Kabupaten Batubara, Asahan, Simalungun, dan Pematang Siantar.
Jalan tol itu menghubungkan sentra produksi perkebunan sawit dan karet dengan sejumlah kawasan industri, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Kuala Tanjung, hingga Bandara Internasional Kualanamu.
”Ini tahun terakhir saya menjadi gubernur dan akan selesai pada 5 September 2023. Semoga semua pekerjaan bisa kami selesaikan dengan sisa waktu yang ada,” kata Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pada Musyawarah Rencana Pembangunan Sumut 2024, di Medan, Rabu (12/4/2023).
Edy mengatakan, ekonomi Sumut bangkit dengan sangat cepat setelah sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Pada 2021, pertumbuhan ekonomi Sumut sudah positif yakni 2,61 persen dan meningkat signifikan menjadi 4,73 persen pada 2022, kendati masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional 5,31 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumut, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi Sumut pada 2022 adalah komponen ekspor barang dan jasa sebesar 11,44 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi Sumut terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 12,69 persen. Ekonomi Sumut masih didominasi ekspor komoditas perkebunan.
Edy menyebut, pembangunan manusia juga menjadi fokus Pemprov Sumut, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan pengentasan rakyat miskin. Pada akhir 2022, jumlah penduduk miskin di Sumut masih mencapai 1.262.090 jiwa atau 8,33 persen. Jumlah itu menurun dibanding 2021 yang mencapai 1.273.070 jiwa atau 8,49 persen. Namun, sebanyak 160.000 jiwa penduduk Sumut terjerat kemiskinan ekstrem.
Edy mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi salah satu instrumen pembangunan. Dengan jumlah penduduk 15,11 juta jiwa, realisasi belanja daerah pada APBD Sumut 2022 mencapai Rp 12,50 triliun dengan realisasi pendapatan sebesar Rp 12,59 triliun. Beberapa proyek strategis pada 2022 yakni perbaikan jalan provinsi dan pembangunan gedung SMA/SMK di daerah-daerah.
Di tengah pembangunan jalan tol yang cukup masif di Sumut, jalan provinsi dan jalan nasional di Sumut memang masih banyak yang perlu diperbaiki. Sumut mengalokasikan APBD tahun jamak sebesar Rp 2,7 triliun untuk mengejar perbaikan jalan provinsi. Hanya 80,57 persen dari total 3.005 kilometer jalan provinsi dalam keadaan mantap. Sisanya dalam keadaan rusak ringan dan rusak berat.
Edy menyebut, sudah ada peningkatan perbaikan jalan provinsi. Pada 2021, jalan dengan kondisi mantap hanya 76,37 persen.
Jalan provinsi seperti Jalan Pematang Siantar-Saribu Dolok di Simalungun, Jalan Panyabungan–Natal di Mandailing Natal, dan Jalan Pangaribuan-Garoga di Tapanuli Utara sudah bertahun-tahun dikeluhkan masyarakat kerusakannya. Padahal, daerah-daerah itu merupakan sentra pertanian di Sumut.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami mengatakan, dalam peta pengembangan secara nasional, ada beberapa proyek strategis di Sumut yakni pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di Simalungun dan Kawasan Industri Kuala Tanjung di Batubara. KEK Sei Mangkei berfokus pada hilirisasi perkebunan. Sementara Kawasan Industri Kuala Tanjung disiapkan untuk industri, seperti pabrik besi, baja, aluminium, semen, dan suku cadang kendaran.
Proyek strategis lainnya adalah pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba, kawasan perkotaan Medan, sentra produksi pangan (food estate) di Humbang Hasundutan, pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera, dan pengentasan tengkes (stunting).
”Masih banyak pekerjaan rumah di Sumut yakni mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan tingkat kemiskinan, kemiskinan ekstrem, dan tingkat pengangguran terbuka,” kata Amich.
Amich menyebut, salah satu isu strategis daerah di Sumut adalah rendahnya nilai tambah ekonomi dan daya saing komoditas unggulan pertanian. Komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), karet remah, dan biji kopi menjadi penopang ekonomi daerah, tetapi nilai tambah yang dapat dinikmati di dalam negeri sangat sedikit.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal mengatakan, Pemprov Sumut dan pemerintah kabupaten/kota jajarannya ke depan memerlukan strategi khusus untuk menekan kemiskinan ekstrem hingga nol. ”Semua keluarga yang masuk kemiskinan ekstrem harus didaftar dengan nama dan alamat sehingga bisa langsung dipantau,” katanya.
Safrizal juga meminta pemerintah daerah melakukan percepatan pembangunan seiring pertambahan jumlah penduduk di Sumut yang mencapai 1,2 persen per tahun, lebih cepat dari daerah lain.
”Daya tampung infrastruktur kewilayahan, seperti layanan publik, transportasi, pasar, perumahan, ruang publik, dan pusat olahraga, harus ditingkatkan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Mitigasi bencana juga harus disiapkan,” katanya.
Dunia usaha
Pembangunan infrastruktur yang cukup masif di Sumut mulai berdampak pada perkembangan dunia usaha khususnya dalam memperlancar arus logistik. Namun, berbagai persoalan masih dihadapi dunia usaha di Sumut khususnya lambatnya hilirisasi dan rendahnya produktivitas di sektor perkebunan.
Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Sumut Timbas Prasad Ginting mengatakan, perluasan kebun sawit di Sumut sudah tidak memungkinkan. Yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan industri sawit adalah hilirisasi sawit dan peningkatan produksi dengan peremajaan sawit rakyat.
Timbas menyebut, KEK Sei Mangkei dibangun di tengah perkebunan dengan semangat hilirisasi sawit dan karet. Namun, investasi di kawasan yang diresmikan sejak tahun 2015 masih sangat minim.
Dengan luas 2002,7 hektar, kawasan itu ditargetkan menampung hingga 200 pabrik. Walakin, hingga kini hanya ada beberapa pabrik yang berdiri seperti pabrik PT Unilever Oleochemical Indonesia, pabrik PT Aice Sumatera Industry, dan pabrik minyak goreng milik PT Perkebunan Nusantara III (holding).
Menurut Timbas, infrastruktur di Sumut sudah cukup baik. Sayangnya, investasi untuk hilirisasi masih lambat karena harus ada penataan regulasi.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumut Edy Irwansyah mengatakan, hingga kini belum ada investor yang tertarik membangun pabrik ban di KEK Sei Mangkei. Di awal pembangunannya, pabrik ban Dunlop dan Goodyear sudah menyampaikan ketertarikan untuk mendirikan pabrik ban di sana. Namun, rencana pembangunan itu tidak ada tindak lanjut sampai sekarang.
Industri karet yang sudah puluhan tahun menjadi salah satu pilar ekonomi di Sumut juga menurun dalam beberapa tahun terakhir ini karena gejolak harga karet dunia, rendahnya penyerapan karet dalam negeri, dan lambatnya hilirisasi. ”Sedikitnya ada enam pabrik karet remah yang tutup dalam lima tahun ini. Kebun rakyat juga banyak yang menyusut,” kata Edy.
Pembangunan infrastruktur, diakuinya menyentuh langsung pada penurunan biaya logistik. Namun, investasi untuk hilirisasi pabrik karet masih minim. Penataan regulasi dan peningkatan pasokan energi yang lebih bersih dan efisien juga menjadi isu dalam investasi di Sumut.
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, Murbanto Sinaga, mengatakan, tujuan utama pembangunan infrastruktur adalah pengentasan rakyat miskin, menekan angka pengangguran, dan mempersempit ketimpangan pendapatan. ”Karena itu, pembangunan infrastruktur harus bisa merangsang investasi di Sumut. Dengan investasi akan ada penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi,” kata Murbanto.
Menurut Murbanto, peran Pemprov Sumut dan pemerintah kabupaten/kota masih sangat minim dalam mendatangkan investasi. Karena itu, laju investasi di Sumut terlihat sangat lambat, sebagaimana terjadi di KEK Sei Mangkei. Belum terdengar upaya yang dilakukan pemda seperti mempermudah perizinan atau menawarkan insentif. Masih banyak juga perizinan di Sumut berada di wilayah gelap, tidak jelas berapa biaya dan waktu penyelesaiannya.