Telur Rebus untuk Anak Tengkes di Gang Buntu
Pemberian makanan tambahan sebagai bentuk intervensi gizi spesifik kepada anak tengkes atau ”stunting” di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Pemberian makanan tambahan berupa telur rebus kepada anak tengkes atau stunting dilakukan para kader pos pelayanan terpadu atau posyandu di Kota Banjarmasin. Para kader harus masuk ke gang sempit dan buntu untuk mengantarkan makanan tambahan sebagai bentuk intervensi gizi spesifik.
Khadijah, kader Bina Keluarga Balita (BKB) Posyandu Lestari Kelurahan Kelayan Barat, memacu sepeda motor matic dari Kantor Kelurahan Kelayan Barat, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (6/4/2023). Ia membonceng Herlina, sesama kader BKB Kelayan Barat.
Di boncengan, Herlina menenteng kantong kresek berisi tiga paket telur rebus. Satu paket berisi dua butir telur ayam. ”Ini adalah program pemberian makanan tambahan untuk anak stunting. Kami bertugas mengantar paket ini ke rumah warga yang punya anak stunting,” ujar Herlina.
Dari Kantor Kelurahan Kelayan Barat, Khadijah dan Herlina melewati Jalan Gang Tentram, Jalan KS Tubun, dan Jalan Teluk Kelayan. Di Jalan Teluk Kelayan, Khadijah memperlambat sepeda motor, lalu berbelok ke kiri ke sebuah gang bernama Gang Buntu. Hanya beberapa meter dari mulut gang, Khadijah berhenti dan memarkir sepeda motornya.
”Sepeda motor tidak bisa masuk sampai ke dalam karena gangnya sempit. Jadi, kita harus berjalan kaki,” ujar Khadijah.
Baca juga: Angka Tengkes Turun Jadi 21,6 Persen
Khadijah dan Herlina turun dari sepeda motor dan berjalan masuk ke dalam gang. Dari mulut gang, jalannya berbelok ke kiri, lalu berbelok ke kanan. Tepat di ujung gang sempit itu terlihat sebuah pintu kecil dari seng. Khadijah mengetuk pintu sambil mengucapkan salam, ”Assalamualaikum”.
Seorang perempuan membukakan pintu dan mempersilakan Khadijah dan Herlina masuk. Keduanya masuk dan berdiri di teras sempit, yang ada di balik pintu seng. Dari teras sempit itu terlihat pintu sebuah rumah kecil berdinding papan dan beratap seng. Rumah itu tak bersekat dan tampak reyot.
”Ini ada paket makanan tambahan dari posyandu,” kata Khadijah seraya menyerahkan kresek berisi telur rebus kepada Mardiyati (38), warga RT 003 Kelurahan Kelayan Barat. Mardiyati menyambut paket itu dan mengucapkan terima kasih.
Khadijah mengatakan, salah seorang anak Mardiyati tergolong stunting. Anak itu berjenis kelamin perempuan dan berusia 6 bulan. ”Perkembangan anaknya tidak seperti perkembangan anak pada usianya. Ibunya juga tidak pernah membawa anaknya periksa ke posyandu,” tuturnya.
Waktu lahir tidak ditimbang berat badannya dan tidak diukur lingkar kepalanya. Badannya waktu itu kira-kira sebesar lengan.
Khadijah dan Herlina mengetahui keberadaan Mardiyati dan kondisi anaknya yang stunting karena turun ke lapangan. Mereka kerap berkunjung dari rumah ke rumah untuk mencari anak warga yang stunting karena anak-anak yang demikian harus segera ditangani dengan baik.
Mardiyati menuturkan, anaknya yang dinyatakan stunting adalah anak keempat dan berusia 6 bulan. Sebelumnya, ia sudah memiliki dua anak perempuan yang berusia 18 tahun dan 9 tahun, serta satu anak laki-laki berusia 2 tahun 6 bulan.
”Anak keempat ini memang tidak pernah dibawa kontrol ke posyandu atau puskesmas dari sejak kehamilan. Lahirnya normal di rumah bidan kampung. Waktu lahir tidak ditimbang berat badannya dan tidak diukur lingkar kepalanya. Badannya waktu itu kira-kira sebesar lengan,” katanya.
Mardiyati mengaku masih trauma setelah melahirkan anak ketiga. Waktu kehamilan anak ketiga, ia termasuk rajin memeriksa kehamilan ke puskesmas hingga melahirkan di RSUD Sultan Suriansyah Kota Banjarmasin.
”Waktu melahirkan anak ketiga, tensi darah saya tinggi sampai 270 mmHg. Saya sampai mimisan. Waktu itu, pikiran saya sudah tidak lagi di dunia. Karena itulah, saya jadi takut mau ke puskesmas lagi,” katanya.
Tidak tahu
Menurut Mardiyati, ia hampir tidak mengalami masalah dalam kehamilan dan kelahiran anak keempat. Sejak lahir, anak keempatnya juga termasuk jarang sakit sehingga tidak pernah dibawa ke puskesmas. ”Kalau kurang enak badan, anak kami ini biasanya cukup dipijat saja sudah baik. Tidak tahu juga kalau akhirnya termasuk anak stunting,” ujarnya.
Anak keempat Mardiyati bersama Alfianoor (37), suaminya, sudah mulai bisa duduk dan merangkak. Namun, anaknya terlihat lemah dan kurang merespons saat dipanggil. ”Agak susah makan, maka badannya kecil,” kata Mardiyati selaku ibu rumah tangga. Adapun, Alfianoor adalah buruh di sebuah rumah produksi mi di Banjarmasin.
Rumah yang ditempati Alfianoor bersama Mardiyati saat ini adalah rumah sewa. Mereka menempati rumah itu setahun belakangan ini. Sebelumnya, mereka menyewa rumah di RT 015 Kelurahan Kelayan Barat.
”Sejak Maret tahun ini, kami mendapatkan bantuan makanan tambahan berupa telur untuk anak kami yang dinyatakan stunting. Sebelumnya, kami hanya mendapat pembagian beras kota (rasko) 10 kilogram per bulan,” kata Mardiyati.
Menurut Alfianoor, program bantuan pemerintah yang ditujukan kepada mereka sudah cukup bagus. ”Kami berharap program ini jangan berhenti, tetapi bisa terus berlanjut, terutama program bantuan untuk menyehatkan anak-anak. Kalau bisa, bantuannya tidak hanya telur, tetapi juga susu dan makanan lain,” katanya.
Sejauh ini, ujar Khadijah, para kader posyandu baru bisa mengantar makanan tambahan berupa telur dari rumah ke rumah. ”Kami mengimbau dan menganjurkan agar orangtua anak stunting rutin datang ke posyandu setiap bulan agar bisa mendapat susu dan biskuit. Itu semua gratis,” katanya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin M Helfiannor mengatakan, Pemerintah Kota Banjarmasin akan menyasar 835 anak tengkes atau stunting di 22 kelurahan dalam rangka percepatan pencegahan dan penurunan prevalensi stunting di Kota Banjarmasin.
Upaya percepatan pencegahan dan penurunan prevalensi stunting di Kota Banjarmasin tertuang dalam Keputusan Wali Kota Banjarmasin Nomor 193 Tahun 2023 tentang Penetapan Kelurahan Prioritas Pencegahan dan Penanganan Stunting serta Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif di Kota Banjarmasin Tahun 2023 dan 2024.
”Dari 52 kelurahan di Banjarmasin, ada 22 kelurahan yang menjadi lokus prioritas. Jumlah lokus prioritas ini bertambah dari sebelumnya 14 kelurahan. Kalau stunting di 22 lokus prioritas itu bisa diatasi, maka prevalensi stunting di Banjarmasin bisa turun hingga di bawah 14 persen,” katanya.
Helfiannor menyebutkan, prevalensi stunting di Kota Banjarmasin sudah turun 5,4 persen, dari 27,8 persen (2021) menjadi 22,4 persen (2022). Meskipun penurunannya cukup signifikan, prevalensi stunting di Banjarmasin masih berada di atas angka nasional sebesar 21,6 persen, serta di atas target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen.
”Kami di DPPKBPM fokus pada intervensi gizi sensitif, misalnya dengan pelayanan KB (keluarga berencana) yang menyasar orang-orang yang terlampau tua, terlampau muda, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak antar-anak,” katanya.
Sudah terpetakan
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengatakan, lokus-lokus stunting di Banjarmasin sudah terpetakan dengan baik sehingga bisa menjadi perhatian dari semua pihak. Pemetaan lokus itu juga memudahkan instansi pemerintah, swasta ataupun korporasi yang ingin terlibat melakukan intervensi gizi spesifik ataupun intervensi gizi sensitif.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, intervensi gizi spesifik adalah intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara, intervensi gizi sensitif adalah intervensi pendukung untuk penurunan stunting, misalnya penyediaan air bersih dan sanitasi.
”Kami mengajak semua pihak untuk mengatasi stunting karena kita tidak ingin generasi yang akan datang lemah secara fisik dan tumbuh tidak normal. Intervensi harus terus dilakukan karena hasilnya memang sudah mulai kelihatan dengan penurunan sebesar 5,4 persen pada tahun lalu,” katanya.
Untuk menangani masalah stunting di Banjarmasin, menurut Ibnu, ada gerakan bapak asuh anak stunting, dapur sehat atasi stunting, dan pemberian makanan tambahan. Semua kepala satuan kerja perangkat daerah wajib menjadi bapak asuh anak stunting. Mereka memberikan donasi Rp 15.000 per hari atau Rp 450.000 per bulan untuk penyediaan makanan tambahan bagi anak stunting.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Selatan Ramlan mengatakan, Kota Banjarmasin masih memiliki waktu dua tahun untuk mencapai target prevalensi stunting sebesar 14 persen. Dengan prevalensi saat ini sebesar 22,4 persen, maka dalam dua tahun harus turun 8,4 persen.
Baca juga: Pencegahan Tengkes Tidak Selalu Mahal
Untuk mengatasi stunting di Kota Banjarmasin, menurut Ramlan, masalah kumuh perkotaan harus segera diatasi. Sebab, kebanyakan anak stunting di Banjarmasin tinggal di daerah kumuh yang umumnya berada di daerah pinggiran sungai. Mereka umumnya masih tinggal di rumah tidak layak huni, menggunakan jamban terapung, dan mengonsumsi air sungai yang tercemar.
”Kami mendorong Pemkot Banjarmasin agar bisa lebih menyasar ke masalah-masalah fisik ini. Sebab, stunting itu 70 persen ditentukan oleh faktor fisik atau infrastruktur, sementara faktor gizi dan imunisasi hanya 30 persen menentukan,” katanya.