Banjir Landa Empat Kabupaten di Kalteng, Kerusakan Alam Jadi Pemicu
Banjir mulai merendam sejumlah daerah di Kalimantan Tengah. Puluhan ribu orang terdampak dan ribuan rumah terendam. Selain karena intensitas hujan yang tinggi, banjir juga disebabkan rusaknya lingkungan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Banjir merendam empat kabupaten di Kalimantan Tengah, yakni Kabupaten Kapuas, Barito Utara, Barito Selatan, dan Katingan. Kabupaten Kapuas menjadi wilayah terdampak banjir paling buruk dengan total 16.234 orang terdampak dan 4.166 rumah warga terendam. Bencana hidrometeorologi itu dinilai terjadi karena kerusakan lingkungan yang begitu parah di Kapuas.
Data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng menunjukkan, banjir melanda 60 desa dan kelurahan pada 13 kecamatan di empat kabupaten itu.
Sementara di Kabupaten Kapuas, banjir merendam 14 desa di Kecamatan Kapuas Tengah dan Kecamatan Timpah. Selain merendam 4.166 rumah warga, banjir juga merendam 27 rumah ibadah, 32 unit sarana pendidikan, 6 sarana kesehatan, 27 fasilitas umum, dan 55 titik akses jalan. Aktivitas warga pun terganggu.
Itom (48), warga Desa Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah, mengungkapkan, banjir kali ini merupakan banjir terburuk dalam kurun 10 tahun terakhir. Wilayah Kapuas Tengah, menurut dia, sering dilanda banjir, tetapi tidak separah tahun ini.
”Di beberapa tempat, ketinggian banjir sampai 1 meter lebih, biasanya enggak begini. Ini cukup parah banjirnya,” ungkap Itom yang dihubungi dari Palangkaraya, Minggu (2/4/2023).
Itom menambahkan, banjir terjadi sejak hujan tak kunjung berhenti hingga hampir dua hari dua malam. Sungai-sungai di sekitar desa pun meluap hingga masuk ke rumah warga. Walakin, saat ini kondisi ketinggian air perlahan turun.
”Kalau kemarin di rumah saya ketinggian air sampai betis kaki saya, sekarang sudah agak turun lah karena hujan juga berhenti,” ungkap Itom.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kapuas Panahatan Sinaga mengungkapkan, banjir terjadi lantaran intensitas hujan yang tinggi. Air dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas yang melintas di beberapa kecamatan meluap. Sungai tersebut tak mampu lagi menampung air hujan sehingga meluber hingga ke permukiman warga.
Pihaknya, lanjut Panahatan, masih melakukan pendataan pengungsi karena beberapa orang mulai mengungsi. Namun, sebagian besar mengungsi ke rumah-rumah kerabat mereka di sekitar kecamatan.
”Warga yang mengungsi atau yang dievakuasi juga sudah mulai terserang berbagai penyakit. Kami berupaya untuk terus melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah bersama dengan tenaga kesehatan,” kata Panahatan.
Berdasarkan data sementara yang dikumpulkan Panahatan, setidaknya ada 39 warga yang terdampak banjir terserang berbagai penyakit. Satu orang di antaranya harus dirawat di posko kesehatan karena mengalami diare dan muntah-muntah.
”Semua yang mengeluh sakit itu mendapatkan perawatan oleh petugas kesehatan dibantu tim gabungan. Keluhannya sama, rata-rata gatal-gatal kulit, tapi sudah mendapatkan tindakan medis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas,” kata Panahatan.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Nuryakin mengungkapkan, pihaknya membentuk tim gabungan untuk melakukan evakuasi dan distribusi logistik. Tim tersebut terdiri dari BPBPK Provinsi Kalteng, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di masing-masing daerah, TNI, Polri, dinas sosial, dinas kesehatan, hingga sukarelawan masyarakat.
”Tim gabungan tersebut telah mendirikan posko dan dapur umum. Kami juga sudah mulai menyiapkan makanan yang akan dibagikan kepada masyarakat terdampak banjir,” ungkap Nuryakin.
Daya serap tanah kurang baik disebabkan adanya pembukaan lahan untuk areal tambang sehingga vegetasi hutan yang ada di atasnya menghilang. (Janang Firman Palanungkai)
Nuryakin mengungkapkan, pihaknya kini melakukan penyisiran wilayah di beberapa desa yang terdampak banjir. ”Dilakukan pengecekan di desa-desa terdampak, dari RT ke RT, untuk memastikan warga selamat juga melakukan evakuasi jika diperlukan,” katanya.
Pemeriksaan dari desa ke desa itu, ucap Nuryakin, sekaligus melakukan pemeriksaan kesehatan bagi warga terdampak banjir karena petugas kesehatan juga ikut dalam pemantauan lapangan. Obat-obatan juga disiapkan untuk mereka yang membutuhkan tindakan kesehatan.
”Kami juga membagikan paket makanan kepada korban banjir dari rumah ke rumah, khususnya mereka yang bertahan di rumah dan tidak mengungsi,” kata Nuryakin.
Manajer Advokasi dan Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Janang Firman Palanungkai menjelaskan, intensitas hujan bukan faktor utama penyebab banjir berulang di Kalteng, melainkan deforetasi. Deforestasi memicu berkurangnya daya dukung dan daya tahan alam menampung air hujan.
”Daya serap tanah kurang baik disebabkan adanya pembukaan lahan untuk areal tambang sehingga vegetasi hutan yang ada di atasnya menghilang. Ekosistem yang hilang menyebabkan daya tampung tanah untuk menyerap air mengurang,” kata Janang.
Kompas beberapa kali mengunjungi wilayah Kecamatan Kapuas Tengah, khususnya Desa Pujon yang dikenal dengan sebutan desa emas. Sebutan itu muncul karena desa tersebut merupakan salah satu kawasan penambangan emas ilegal yang paling ramai di Kalteng. Penambangan emas ilegal itu bahkan menjadi mata pencarian utama warga di Kapuas Tengah, bahkan dari luar Kapuas.
”Selain adanya pembukaan lahan oleh konsesi perkebunan, ada pembukaan lahan untuk tambang sepanjang DAS Kapuas yang menjadi salah satu penyebab utamanya. Adanya perubahan tutupan lahan yang signifikan juga akan memengaruhi daya serap tanah,” ujar Janang.