Perkuat Identitas Kopi Sumsel, Pabrik Kopi Gending Sriwijaya Mulai Beroperasi
Untuk memperkuat identitas kopi Sumsel, Pemprov Sumsel membangun Pabrik Kopi Gending Sriwijaya. Langkah ini dilakukan untuk mengenalkan kualitas cita rasa kopi khas Sumsel kepada pencinta kopi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui BUMD-nya, PT Sriwijaya Agro Industri, membuat sebuah pabrik berkapasitas produksi 1 ton per bulan dengan merek dagang Gending Sriwijaya. Langkah ini dilakukan untuk menggali potensi kopi Sumsel agar lebih dikenal.
Direktur PT Sriwijaya Agro Industri (SAI) Arkoni, Kamis (30/3/2023), menuturkan, potensi Sumsel sebagai penghasil kopi cukup besar. Dengan luas lahan sekitar 280.000 hektar, Sumsel didapuk sebagai penghasil kopi robusta terbesar di Indonesia.
Hanya, tidak banyak yang tahu mengenai hal itu karena sebagian biji kopi asal Sumsel dikirim dan diklaim oleh daerah lain. ”Atas dasar keresahan inilah, Sumsel membuat branding Gending Sriwijaya agar kopi asal Sumsel bisa lebih dikenal,” ucapnya.
Pabrik ini akan menampung biji kopi dari petani dari sejumlah daerah penghasil kopi di Sumsel. Nantinya hasil kopi ini akan disalurkan ke pasar domestik terlebih dahulu. ”Kami tidak ingin memonopoli, tetapi memberikan alternatif kepada petani untuk memasarkan hasil kebunnya,” ungkapnya.
Menurut Arkoni, pasar kopi di Indonesia terus meluas seiring bertumbuhnya budaya ngopi di Indonesia ataupun mancanegara. Sebagai langkah awal, pihaknya akan menggaet 16.000 aparatur sipil negara di Sumsel yang bisa menjadi pasar potensial.
”Walaupun mereka bukan peminum kopi, setidaknya ada 1 kilogram kopi di rumahnya sebagai jamuan ketika ada yang berkunjung,” ujar Arkoni. Itu berarti dalam satu bulan setidaknya pabrik ini bisa menghasilkan 16 ton bubuk kopi.
Tahun ini juga, ujar Arkoni, pihaknya mengincar pasar ekspor, yakni sejumlah negara di Timur Tengah dan Eropa. ”Sekarang kami masih menjalani proses perizinan, mudah-mudahan di akhir tahun ini ekspor kopi Gending Sriwijaya bisa terealisasi,” katanya.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menilai, selain kuantitas dari produksi kopi, penting juga untuk menjaga cita rasa kopi khas Sumsel. Walau memiliki lahan kopi terluas ketiga di dunia, Herman merasa kopi Sumsel belum begitu dikenal dunia. Karena itu, menjaga cita rasa, termasuk menjaga kebersihan dalam proses produksi, juga perlu dibudayakan agar kopi Sumsel bisa laik ekspor.
Herman pun berbagi pengalaman ketika ada investor yang ingin memasarkan kopi Sumsel ke kancah dunia, tetapi batal karena ia menyaksikan petani tidak menjaga kebersihan kopi. ”Investor itu melihat kopi di Sumsel masih dijemur di jalan dan diinjak hewan atau kendaraan. Investor itu pun langsung pergi,” ujarnya.
Dia juga berharap lahan telantar yang kerap menjadi biang kebakaran lahan juga bisa ditanami kopi jenis liberika. ”Selain untuk mencegah kebakaran lahan, langkah ini diharapkan bisa mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” imbuhnya.
Analis Madya Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian berpendapat, agar penyerapan kopi Sumsel bisa optimal, hal krusial yang harus dilakukan lebih dulu adalah menumbuhkan budaya ngopi di Sumsel. Saat ini, produksi kopi di Sumsel 211.681 ton pada tahun 2021, sebagian besar masih dikirim ke luar Sumsel. ”Harapannya, dengan semakin banyak konsumsi kopi di Sumsel, peluang penyerapan biji kopi untuk pasar domestik bisa lebih luas lagi,” ujarnya.
Dirinya pun mengapresiasi beberapa pelaku usaha yang sudah membuka pabrik kopi dengan mengusung Sumsel sebagai merek. Selain Gending Sriwijaya, ada kopi Sumsel yang dikeluarkan oleh Hutan Kita Institute.
"Dengan hadirnya kopi yang mengangkat nama Sumsel, diharapkan identitas kopi Sumsel semakin kuat," ujarnya. Di sisi lain, 199.152 petani kopi di Sumsel memiliki alternatif untuk menjual hasil perkebunannya.