Korban Pencabulan Pelatih Taekwondo di Surakarta Bertambah Jadi Tujuh Orang
Kasus pencabulan oleh pelatih taekwondo di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terus bergulir. Jumlah anak laki-laki yang menjadi korban pencabulan itu bertambah dari tiga orang menjadi tujuh orang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kasus pencabulan oleh pelatih taekwondo di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terus bergulir. Jumlah anak laki-laki yang menjadi korban pencabulan itu bertambah dari tiga orang menjadi tujuh orang. Tim advokasi korban meminta agar kasus ini dikawal penuh agar bisa diusut secara tuntas.
Pelaku pencabulan itu adalah seorang laki-laki berinisial DS (44). Ia merupakan pelatih taekwondo yang juga sempat menjabat sebagai Ketua Pengurus Taekwondo Indonesia Kota Surakarta.
Aksi bejat predator seksual itu dilakukan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Sebelum melakukan pelecehan seksual, DS memberi iming-iming untuk mengikuti kejuaraan tingkat nasional hingga diberi hadiah berupa perlengkapan olahraga.
Awalnya, jumlah korban dari aksi bejat DS yang diketahui hanya tiga orang. Ketiga korban berjenis kelamin laki-laki dan masih merupakan anak di bawah umur. Semua korban adalah murid taekwondo DS. Ia melancarkan aksinya di tempat latihan dan hotel sewaktu mereka mengikuti kejuaraan taekwondo di luar kota.
DS telah ditangkap oleh aparat Kepolisian Resor Surakarta pada Rabu (22/3/2023). Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Pada Jumat (24/3/2023), Polres Surakarta juga telah merilis kasus tersebut di hadapan awak media. Saat itu, jumlah korban yang diketahui baru tiga orang.
Namun, setelah itu, ada tambahan korban sebanyak empat orang sehingga total korban menjadi tujuh orang. Empat korban tambahan itu juga berjenis kelamin laki-laki dan masih anak-anak.
”Ternyata setelah rilis di kepolisian, ada penambahan korban sebanyak empat orang,” kata Ketua Tim Advokasi Korban Predator Seksual, Widhi Wicaksono, saat dihubungi, Selasa (28/3/2023).
Widhi menuturkan, dari empat korban tambahan itu, satu orang di antaranya langsung melapor ke polisi pada Jumat. Sementara itu, tiga korban lainnya diketahui dari layanan pengaduan yang dibuka Tim Advokasi Korban Predator Seksual. ”Mereka kami dampingi melapor ke polisi pada Sabtu (25/3/2023),” ujarnya.
Tim Advokasi Korban Predator Seksual memang membuka posko layanan pengaduan untuk memfasilitasi korban dari DS. Posko itu dibuka setelah DS ditangkap aparat kepolisian. Sejumlah laporan kemudian masuk ke posko tersebut. Namun, tidak semua pengaduan itu mengarah pada pelecehan seksual.
”Semuanya menelepon dengan histeris. Tidak mudah sampai orang-orang ini mau cerita. Butuh waktu satu sampai dua hari agar ceritanya jelas, termasuk tiga korban yang kami dampingi melapor. Namun, yang bercerita kepada kami pun tidak semuanya berani melapor ke polisi,” kata Widhi.
Ternyata setelah rilis di kepolisian, ada penambahan korban sebanyak empat orang.
Widhi pun meminta berbagai pihak, termasuk para orangtua, untuk memberi perhatian lebih pada kasus itu. Dia pun mendorong agar orangtua yang anak-anaknya menjadi korban supaya segera melapor ke polisi.
Hal itu penting agar anak-anak yang menjadi korban itu tak berubah menjadi pelaku di kemudian hari akibat pengalaman pahitnya tak tertangani dengan baik. Tim Advokasi Korban Predator Seksual pun siap membantu para korban untuk mengakses layanan pendampingan psikologis dari pemerintah daerah.
Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta Komisaris Besar Iwan Saktiadi menyatakan, polisi berkomitmen untuk terus mengawal kasus tersebut. Iwan pun mempersilakan para korban untuk melapor.
Polisi juga menjamin keamanan dan keselamatan para korban. Namun, Iwan menyebut, hingga Selasa, jumlah korban yang telah melapor ke kepolisian baru tiga orang.
”Harapan kami hanya berhenti di tiga ini. Kalau ada korban lain yang takut melapor, semoga posko yang ada bisa memfasilitasi,” kata Iwan.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyampaikan, pihaknya memberikan perhatian penuh pada kasus itu. Ia memastikan, para korban akan mendapatkan pendampingan psikologis.
”Saya urus semuanya nanti. Kami menjamin keamanan dan keselamatan korban. Itu pasti. Kami juga mengawal dengan para psikolog. Itu tanggung jawab saya,” kata Gibran.