Aksi Mogok Kerja Karyawan Smelter di VDNIP Berujung Bentrok
Aksi mogok kerja ribuan pekerja di kawasan pemurnian nikel Virtue Dragon Industrial Park, di Morosi, Konawe, Sultra, berujung ricuh. Aksi ini menuntut sejumlah hal yang selama ini dianggap tidak ditaati perusahaan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ratusan pekerja terlibat bentrok di kawasan pemurnian nikel PT Virtue Dragon Industrial Park (VDNIP), di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/3/2023). Ribuan pekerja dari dua perusahaan di kawasan ini, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry, dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja menuntut berbagai hal ke perusahaan yang dianggap tidak menaati aturan ketenagakerjaan.
KENDARI, KOMPAS — Aksi mogok kerja ribuan pekerja di kawasan perusahaan pemurnian nikel Virtue Dragon Industrial Park (VDNIP), di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, berujung ricuh. Ratusan aparat keamanan bersiaga dan menghalau pekerja terlibat bentrok dengan pekerja lainnya. Aksi pekerja ini menuntut sejumlah hal yang selama ini dianggap tidak ditaati oleh perusahaan.
Ribuan pekerja dari dua perusahaan di VDNIP, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja pada Rabu (22/3/2023), di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Mereka menuntut perbaikan kesejahteraan, perbaikan aturan keselamatan, dan menuntut perusahaan mengikuti aturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Aksi yang berlangsung sejak pagi ini sempat diwarnai bentrokan antara peserta mogok kerja dan sejumlah karyawan lainnya. Bentrokan lalu mereda dan peserta berdialog dengan pihak Disnakertrans Sultra yang hadir di lokasi.
Setelah dialog terjadi, bentrokan tiba-tiba kembali terjadi. Aksi saling pukul dan lemparan batu antara peserta aksi dan pekerja lainnya tidak terhindarkan. Aparat kepolisian berusaha membubarkan massa dengan tembakan gas air mata.
Koordinator lapangan aksi tersebut, Yakunte, mengatakan, sejak awal aksi mogok kerja ini disepakati berlangsung damai. ”Tapi ada oknum yang berusaha agar aksi kami ricuh. Anggota kami yang tidak tahu apa-apa ada yang luka dan dipukul batu,” ujarnya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Foto aerial kawasan pemurnian nikel PT Virtue Dragon Industrial Park (VDNIP), di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/3/2023). Ribuan pekerja dari dua perusahaan di kawasan ini, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja menuntut berbagai hal ke perusahaan yang dianggap tidak menaati aturan ketenagakerjaan.
Menurut Yakunte, para pekerja memperjuangkan hak yang selama ini terabaikan oleh perusahaan. Ia yang merupakan sopir truk bekerja 12 jam sehari selama enam hari kerja. Ia hanya mempunyai waktu libur sehari dalam seminggu.
Tidak hanya itu, sekali dalam sepakan, ia mendapatkan waktu yang kerja yang lebih panjang, yaitu 18 jam. Parahnya, setiap kelebihan kerja tidak dihitung sebagai waktu lembur yang seharusnya dibayar oleh perusahaan.
”Waktu kerja yang diatur oleh pemerintah itu delapan jam kerja dalam sehari. Selebihnya adalah lembur, tetapi tidak dihitung. Kami turun hari ini untuk menuntut agar perusahaan menaati aturan ketenagakerjaan yang berlaku,” tambahnya.
Sebagai sopir di PT VDNI, ia mendapat gaji rerata Rp 5,8 juta dalam sebulan. Gaji ini adalah gaji terakhirnya dalam lima tahun bekerja di perusahaan. Gaji tersebut sudah termasuk uang makan, tunjangan masa kerja, hingga kompensasi jabatan.
Namun, dalam aturan, karyawan tetap seharusnya mendapatkan tunjangan perumahan, tunjangan keluarga, hingga uang lembur. Nyatanya, tunjangan ini tidak dipenuhi oleh perusahaan hingga saat ini. ”Karena itu kami akan terus memperjuangkan hak kami hingga tuntutan kami dipenuhi. Ada sekitar 1.000 pekerja yang mogok kerja hari ini,” katanya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ratusan pekerja kawasan PT Virtue Dragon Industrial Park (VDNIP),yang melakukan aksi mogok kerja berdialog dengan perwakilan pemerintah di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/3/2023). Ribuan pekerja dari dua perusahaan di kawasan ini, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja menuntut berbagai hal ke perusahaan yang dianggap tidak menaati aturan ketenagakerjaan.
Salah seorang pekerja lainnya, Irfan dari PT OSS, menuturkan, aspek keselamatan kerja merupakan hal yang sangat minim selama ia bekerja di perusahaan. Alat berat yang digunakan untuk bekerja, misalnya, telah rusak, kaca pecah, dan tanpa pintu.
”Istilahnya itu alatnya telanjang, tapi masih terus dipakai. Padahal kalau ada apa-apa, kami pekerja yang kena. Kalaupun hanya alat yang rusak, kami yang bertanggung jawab untuk menanggung dengan pemotongan gaji,” katanya.
Waktu kerja yang diatur oleh pemerintah itu delapan jam kerja dalam sehari. Selebihnya adalah lembur, tapi tidak dihitung.
Tidak hanya itu, ia melanjutkan, pekerja juga rutin mengerjakan pekerjaan di luar bidangnya. Ia mencontohkan, seorang sopir alat berat bisa bekerja menyapu dan membersihkan tempat bekerja. Padahal, pekerjaan utama dalam kontrak adalah seorang sopir.
Kapolres Konawe Ajun Komisaris Besar Ahmad Setiadi yang ditemui di lokasi aksi belum bersedia memberikan keterangan. Ia beralasan sedang bekerja. Dihubungi secara terpisah hingga Rabu malam, ia tidak kunjung menjawab panggilan dan membalas pertanyaan yang dikirimkan.
Dua perusahaan pemurnian nikel ini, PT VDNI dan PT OSS, berada dalam kawasan Virtue Dragon Nickel Industrial Park (VDNIP). PT VDNI berdiri sejak 2014 dan merupakan anak usaha De Long Nickel Co Ltd yang berasal dari Jiangsu, China. Perusahaan ini berinvestasi puluhan triliun rupiah untuk membangun fasilitas smelter berteknologi modern. Kapasitas produksinya 600.000-800.000 ton nickel pig iron per tahun. Hingga akhir 2018, PT VDNI telah berkontribusi 142,2 juta dollar AS terhadap ekspor RI.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ratusan petugas keamanan berjaga di depan pintu utama perusahaan pemurnian nikel PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/3/2023). Ribuan pekerja dari dua perusahaan di kawasan ini, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja menuntut berbagai hal ke perusahaan yang dianggap tidak menaati aturan ketenagakerjaan.
Induk PT OSS adalah Hong Kong Xiangyu Hansheng Co Ltd dan Singapore Xiangyu Hansheng Pte Ltd. Perusahaan ini berdiri sejak 2016 di area seluas 398 hektar dengan nilai investasi 2 miliar dolar AS. Sejak 2018, perusahaan ini telah mengajukan izin prinsip untuk membangun fasilitas produksi baja nirkarat 400.000 ton, steel lab 800.000 ton, dan feronikel 800.000 ton. Hingga saat ini, PT OSS telah membangun 17 tungku smelter dari 30 tungku yang direncanakan.
Arys Nirwana, Head of Human Resources Department PT VDNI dan PT OSS, dalam rilisnya menjelaskan, apa yang disampaikan oleh peserta aksi tersebut tidak sesuai fakta. Sebab, untuk tuntutan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB), misalnya, perusahaan telah beritikad baik dan terbuka untuk mendiskusikan hal tersebut sepanjang serikat pekerja memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam setiap pertemuan baik yang dilakukan di perusahaan, di Disnaker Kabupaten Konawe dan Rapat Dengar Pendapat DPRD Provinsi, perusahaan memenuhi panggilan dan bersikap kooperatif.
Untuk tuntutan upah, sistem penggajian di perusahaan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan peraturan/kebijakan perusahaan. Karyawan bisa mengecek hal tersebut pada slip gaji masing-masing, bukan mengacu pada website yang tidak tahu siapa yang membuat. Tindakan serikat pekerja yang menjadikan hal ini sebagai alasan mogok kerja merupakan hal yang tidak berdasar.
”Dalam surat edaran aksi yang beredar sebelumnya, hal-hal yang disampaikan di dalam surat pemberitahuan tersebut tidak benar, tidak berdasar, dan cenderung memprovokasi, serta mengganggu karyawan perusahaan yang berniat untuk bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menghidupi keluarganya dan untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi serta profesionalisme dalam bekerja,” jelasnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sultra La Ode Ali Haswandy menuturkan, pihaknya hadir untuk mendengar tuntutan dari para pekerja. Sejumlah hal yang dipersoalkan, terkait keselamatan kerja, tuntutan kesejahteraan, hingga pengaturan jam kerja.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ratusan pekerja terlibat bentrok di kawasan pemurnian nikel PT Virtue Dragon Industrial Park (VDNIP), di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/3/2023). Ribuan pekerja dari dua perusahaan di kawasan ini, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja menuntut berbagai hal ke perusahaan yang dianggap tidak menaati aturan ketenagakerjaan.
”Hal ini tentunya harus didiskusikan bersama. Sejauh ini pekerja digaji di atas upah regional, tetapi ada aturan lain juga yang mengikat. Tentu semua tuntutan tidak bisa langsung diakomodir semua,” tambahnya.
Terkait pengaturan jam kerja, Haswandy menjelaskan, setiap pekerja maksimal bekerja selama delapan jam dalam sehari. Jam kerja di luar waktu tersebut harus dihitung lembur yang dibayar berbeda oleh perusahaan. Jam lembur pun maksimal hanya empat jam dalam sehari,