Ribuan Kios di Pasar Gedebage Tutup Pascalarangan Impor Baju Bekas
Para pedagang menutup kiosnya hingga waktu yang tidak ditentukan. Kondisi ini terjadi setelah adanya instruksi pelarangan baju impor dari pemerintah hingga informasi terkait razia pakaian bekas yang dianggap merugikan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Warga melintasi kios penjualan baju bekas yang ditutup di Pasar Gedebage, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/3/2023).
BANDUNG, KOMPAS — Lebih dari 1.000 kios pakaian bekas di Pasar Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, ditutup para pedagang, Selasa (21/3/2023), setelah adanya instruksi pelarangan baju impor oleh pemerintah. Pelarangan ini diharapkan bisa diiringi solusi karena banyak pedagang yang menggantungkan hidup dari penjualan baju bekas.
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Cimol Gedebage Rusdianto mengatakan, para pedagang menutup kiosnya hingga waktu yang tidak ditentukan. Kondisi ini terjadi setelah instruksi pelarangan baju impor dari pemerintah hingga informasi terkait razia pakaian bekas yang dianggap merugikan.
Aksi pemerintah akhir-akhir ini yang kerap memusnahkan barang-barang bekas, lanjut Rusdianto, membuat para pedagang resah. Salah satunya pemusnahan pakaian bekas impor dengan nilai mencapai Rp 10 miliar di Jawa Timur yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
”Besok buka atau tidak, masih belum ada informasi, tetapi hari ini kami tutup dulu. Kami berharap pemerintah memberikan solusi kami menjual (baju bekas) ini untuk kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga harus memikirkan nasib rakyat,” ujarnya saat dihubungi di Bandung, Selasa (21/3/2023).
Kalau Lebaran bisa lebih besar dari itu. Sekarang barang sudah tidak ada, jadi kami bingung mau bagaimana. (Rusdianto)
Menurut Rusdianto, jumlah kios yang berjualan di sentra pakaian bekas ini mencapai 1.100 unit. Selain itu, di sekitar Pasar Gedebage, lebih dari 500 unit yang turut menjual pakaian bekas impor dari berbagai negara. Para pedagang ini, lanjutnya, butuh solusi dari pemerintah karena mereka menggantungkan hidup dari berdagang pakaian bekas ini.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Kondisi gedung Pasar Cimol Gedebage, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung, Jawa Barat, yang sepi pengunjung, Selasa (21/3/2023). Akses masuk ke pasar tersebut ditutup dan kios-kios di dalamnya tidak menunjukkan aktivitas jual beli.
Aktivitas yang berhenti ini tampak dari kios-kios baju bekas di sekitar Pasar Gedebage yang ditutup terpal. Keramaian warga saat berbelanja pakaian juga tidak terlihat karena Gedung Pasar Cimol Gedebage ditutup dan jalur masuk gedung dibatasi oleh pembatas jalan. Dari luar gedung, hanya sebagian orang yang terlihat beraktivitas.
Tanpa pasokan
”Itu baru jumlah unit kiosnya. Kalau pedagang, bisa lebih dari jumlah kios, bahkan ribuan orang. Tidak hanya dari Pasar Cimol atau Pasar Gedebage, tetapi juga yang berjualan barang bekas dari tempat lain. Kami sejak beberapa hari lalu sudah tidak mendapatkan stok baru,” ujarnya.
Para pedagang, lanjut Rusdianto, semakin resah karena pelarangan barang bekas ini dilakukan sebelum bulan Ramadhan. Kebutuhan yang meningkat di bulan suci menyulitkan para pedagang yang tidak memiliki penghasilan karena tidak mendapatkan barang untuk dijual.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Salah satu warga membatasi akses masuk gedung Pasar Cimol Gedebage, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/3/2023). Pasar ini menjadi sentra penjualan pakaian bekas impor di Bandung.
Selain itu, hari besar seperti Idul Fitri seharusnya mampu meningkatkan penghasilan mereka. Rusdianto mencontohkan, dia bisa menjual lebih dari 20 helai pakaian jelang Lebaran karena pembeli semakin banyak. Karena itu, dia berharap ada solusi dari pemerintah.
”Seperti saya, setiap hari menjual 10-15 potong pakaian sehari. Kalau Lebaran bisa lebih besar dari itu. Sekarang barang sudah tidak ada, jadi kami bingung mau bagaimana,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyatakan bakal tetap mengikuti arahan pemerintah pusat terkait aturan penjualan barang bekas impor tersebut.
”Kami mengikuti regulasi pemerintah pusat, dan ini tidak hanya sekadar larangan. Perlu ada solusi lanjut yang diberikan, seperti memproduksi barang lokal sendiri,” ujarnya.