Perkosa Keponakan Setelah Minum Tuak, Pemuda di Kalteng Dibekuk Polisi
Seorang pemuda di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng, ditangkap polisi karena memerkosa keponakannya sendiri yang berusia 18 tahun. Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan seksual di Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ilustrasi. Massa dari Aliansi Anti Kekerasan Seksual menggelar aksi damai di rektorat Universitas Halu Oleo (UHO), di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (29/7/2022). Mereka menuntut kampus menjatuhkan sanksi berat kepada seorang oknum guru besar yang dilaporkan melakukan tindakan pelecehan ke mahasiswi. Pihak kampus juga didesak berpihak dan memberikan pendampingan psikologis terhadap korban.
PALANGKARAYA, KOMPAS — Seorang pemuda di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, ditangkap polisi karena memerkosa keponakannya sendiri yang berusia 18 tahun. Pelaku berinisial HI (23) itu mengaku dipengaruhi alkohol saat melakukan pemerkosaan.
Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Barat Ajun Komisaris Besar Bayu Wicaksono menjelaskan, pelaku sudah ditangkap dan telah menjalani pemeriksaan. Dalam waktu dekat, polisi bakal melimpahkan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat.
”Pelaku sudah diamankan dan telah kami lakukan pemeriksaan. Dia juga mengakui perbuatannya itu,” ujar Bayu saat dihubungi dari Palangkaraya, Jumat (17/3/2023).
Bayu menjelaskan, peristiwa itu terjadi di wilayah Arut Selatan pada 15 Februari 2023. Pada hari itu sekitar pukul 00.30, pelaku mengunjungi rumah korban yang merupakan anak perempuan dari kakak pelaku. Saat itu, pelaku baru pulang minum tuak bersama teman-temannya.
”Pada tanggal dan jam tersebut, saat korban sedang tidur, tersangka datang dan mengetuk jendela untuk dibukakan pintu,” kata Bayu.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Ilustrasi. Koalisi perempuan yang tergabung dalam Save Our Sister berunjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Jambi, Kamis (26/7/2018). Mereka menuntut dibebaskannya WA (15), korban pemerkosaan yang divonis 6 bulan penjara karena menggugurkan kandungannya.
Setelah pelaku mengetuk pintu, Bayu menyebut, korban tidak langsung membuka pintu dan terlebih dulu melihat melalui jendela. Karena tahu yang datang pamannya sendiri, korban tidak merasa khawatir dan kemudian membukakan pintu.
”Saat membuka pintu tersebut, korban sempat mengendus aroma alkohol dari mulut tersangka. Awalnya, tersangka masuk ke kamar yang biasa ditempatinya. Namun, tidak lama kemudian, tersangka masuk ke dalam kamar korban,” tutur Bayu.
Di dalam kamar korban, pelaku melihat korban masih tidur dan langsung berbaring di sebelah korban. Pelaku mengajak korban berhubungan badan, tetapi langsung ditolak oleh korban.
”Korban beberapa kali mengingatkan jika pelaku adalah pamannya sendiri, tetapi pelaku bersikeras,” kata Bayu.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Peserta aksi menuliskan pesan dukungan terhadap kampanye anti-kekersan dan eksploitasi seksual pada anak di Jalan Slamet Riyadi, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (24/7/2022).
Meski korban menolak, pelaku tetap melancarkan aksinya. ”Tersangka mengancam korban bahwa dirinya akan menyebarkan foto-foto syur korban dengan pacarnya,” kata Bayu.
Kejadian itu tidak langsung diketahui oleh orangtua korban yang saat itu sudah terlelap. Namun, beberapa hari setelah kejadian, korban melaporkan perilaku pamannya itu ke Polres Kotawaringin Barat.
Korban beberapa kali mengingatkan jika pelaku adalah pamannya sendiri, tetapi pelaku bersikeras.
”Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kotawaringin Barat juga ikut berpartisipasi dalam kasus ini untuk meninjau dan mendampingi korban,” kata Bayu.
Pelaku dijerat dengan Pasal 289 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Pemaksaan Melakukan Perbuatan Cabul dengan ancaman 9 tahun penjara.
TOTO SIHONO
Ilustrasi
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng Margaretha Winda Febiana Karotina mengatakan, persoalan kekerasan seksual tidak akan selesai dengan memenjarakan pelaku. Dia mengingatkan, pemulihan korban juga penting dilakukan.
Winda menilai, saat ini Kalteng masih dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Hal ini karena kasus kekerasan seksual masih terus terjadi. Selain itu, pendampingan terhadap korban kekerasan seksual juga belum optimal.
”Pendampingan berlanjut terhadap korban itu belum optimal. Pengamatan kami, korban belum didampingi hingga benar-benar pulih. Harus dipastikan korban pulih dari traumanya. Kita semua tahu itu butuh proses panjang,” kata Winda.