Pengelolaan dan pemanfaatan Kawah Ijen sebagai obyek wisata terus memerlukan penyempurnaan untuk keberlangsungan ekosistem kepariwisataan yang mengutamakan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengunjung.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
Pengunjung memanfaatkan fasilitas berbayar, yakni troli atau gerobak untuk pendakian Kawah Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (8/3/2023). Gerobak wisata itu biasanya dioperasikan oleh tiga orang dari kelompok masyarakat terutama dari Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, untuk memanjakan turis yang berkunjung ke Kawah Ijen bertarif Rp 600.000-Rp 700.000 untuk naik turun sepanjang perjalanan.
Terkejut dan kaki mendadak lemas saat mendapat informasi kecelakaan fatal pada Senin (13/3/2023) sekitar pukul 14.00 WIB di Jalan Kawah Ijen, kawasan Erek-Erek, Desa Tamansari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Belum ada sepekan lokasi itu dilewati untuk peliputan ke Kawah Ijen.
Dari informasi yang diterima pada Selasa (14/3/2023) di Surabaya, korban tewas diketahui bernama Mila Tiara Sari (23) warga Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Soibatun (21), warga Monta, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Kedua mahasiswi itu tewas dalam kecelakaan tunggal saat perjalanan pulang seusai pendakian ke Kawah Ijen. Sepeda motor matic yang mereka naiki menabrak pagar pembatas Jalan Kawah Ijen di kawasan Erek-Erek dengan kondisi medan menurun dan menikung. Keduanya terpental dan terbentur sehingga mengakibatkan kematian.
Saya segera teringat pesan seorang kenalan, yakni Samsuri, Direktur Utama PT Ijen Expedition Tour, saat ditemui di suatu kedai kopi di Tamansari, Selasa (7/3/2023). ”Mas, sampeyan tidak saya bolehkan ke Ijen naik sepeda motor sendiri sampai Paltuding. Saya akan minta dua pemandu untuk menemani naik mobil ke Paltuding dan pendakian ke Kawah Ijen,” katanya ketika itu.
Turis dari Singapura berbincang dengan petambang belerang tradisional di Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (8/3/2023). Selain sebagai taman wisata alam, Kawah Ijen juga merupakan tempat mencari nafkah bagi sekitar 50 petambang tradisional untuk PT Candi Ngrimbi, pemegang konsesi pertambangan belerang. Interaksi masyarakat dan pengunjung Kawah Ijen memberi makna dan nilai tambah dalam aktivitas pariwisata.
Kurun Selasa-Kamis lalu saya berada di Banyuwangi untuk penugasan liputan tentang pengangkut belerang tradisional Kawah Ijen. Dari penginapan di Banyuwangi, saya sudah memesan sewa sepeda motor bukan matic karena pengalaman buruk.
Saat saya menyusuri jalan di Tamansari, Banyuwangi, Juni 2022, dengan sepeda motor matic, di suatu turunan saya tidak bisa mengendalikan kendaraan dan jatuh terjungkal, tetapi tidak sampai cedera serius. Kecelakaan fatal yang dialami dua mahasiswi itu sontak mengingatkan saya akan potensi rawan kecelakaan di daerah tujuan wisata.
Saya juga mendengar kabar tentang ulah tidak terpuji sejumlah turis mancanegara (Rusia) yang menyalakan petasan asap saat berada di Kawah Ijen. Peristiwa itu memicu keputusan pendakian Kawah Ijen dari pos pemeriksaan di Paltuding baru bisa dimulai pukul 04.00 WIB.
Pada Juni 2022, portal dibuka pukul 02.00 WIB sehingga pengunjung berkesempatan mendatangi obyek api biru di danau Kawah Ijen atau menikmati matahari terbit yang aduhai. Dari Kawah Ijen, ketika langit bersih, bisa terlihat Gunung Merapi, Ranti, Raung, yang dekat. Bahkan, bisa juga terlihat Argopuro dan Semeru di barat dan Agung di timur (Pulau Bali).
Dari penuturan petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jatim yang mengelola Taman Wisata Alam Kawah Ijen, memundurkan waktu pendakian menjadi mulai pukul 04.00 WIB untuk menekan risiko pengunjung kecelakaan.
Samsuri termasuk yang memahami dan sependapat dengan pemikiran tersebut. ”Pariwisata di alam terbuka itu berisiko. Benar sampeyan Mas, tidak akan ada pengunjung datang untuk celaka. Pasti mereka ingin wisata dengan selamat, aman, dan nyaman,” ujarnya.
Sebagian hasil pengangkutan belerang dari dasar Kawah Ijen dijual sebagai suvenir kepada para pelancong yang mengunjungi taman wisata alam itu saat diabadikan pada Rabu (8/3/2023) di Kawah Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Untuk itu, pemanfaatan Kawah Ijen dalam kepariwisataan, lanjut Samsuri, perlu selalu mengutamakan prinsip 3S atau safety (keselamatan), security (keamanan), dan services (pelayanan). Jika 3S tidak menjadi nyawa dalam pariwisata Kawah Ijen, mungkin tinggal persoalan waktu obyek wisata jempolan ini akan berangsur-angsur kalah bersaing dan sepi. ”Kami merasa perlu mendidik pelaku wisata, pengelola, dan pengunjung agar berwisata dengan benar dan berkualitas sehingga berkesinambungan atau lestari,” katanya.
Untuk masuk ke TWA Kawah Ijen, pengunjung harus terlebih dahulu memesan tiket secara dalam jaringan (online) di https://tiket.bbksdajatim.org/. Tarifnya Rp 5.000-Rp 7.500 untuk pengunjung domestik, sedangkan Rp 100.000-Rp 150.000 untuk turis mancanegara. Karena dunia pernah dihantam pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) sejak Maret 2020, pengelolaan obyek wisata menerapkan pembatasan kuota pengunjung. Di masa pemulihan saat ini, pembatasan dapat diyakini sebagai bagian dari mitigasi risiko kecelakaan demi menjamin keselamatan pengunjung.
Benar sampeyan Mas, tidak akan ada pengunjung datang untuk celaka. Pasti mereka ingin wisata dengan selamat, aman, dan nyaman.
Pendakian dari Paltuding menuju puncak Kawah Ijen ditempuh 1-3 jam bergantung kekuatan fisik. Saya memerlukan waktu 1 jam 15 menit dengan dengan berjalan pelan agar tarikan dan embusan napas tetap teratur sehingga tubuh tidak cepat letih. Jika tubuh bugar dan kuat, pendakian bisa ditempuh 15-30 menit dengan berlari. Saya pernah melakukan ini ketika pertama kali mendaki Kawah Ijen pada 2005 di sela penugasan ke Banyuwangi, tetapi waktu yang dihabiskan sekitar 45 menit.
Suasana di Kawah Ijen, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019).
Jalur pendakian lebar setidaknya bisa untuk dilintasi satu mobil jelajah. Ada empat pos perhentian yang dilengkapi dengan peturasan dan terkadang sudah ada penjual makanan minuman. Selain itu, ada penyedia jasa troli atau gerobak bagi pengunjung yang tidak kuat atau malas mendaki. Tarifnya Rp 600.000-Rp 700.000 untuk perjalanan pergi pulang dari pos Paltuding. Pengunjung juga dapat meminta ditemani pemandu bertarif Rp 200.000.
Andi Saputra, pemandu wisata Kawah Ijen dan warga Desa Tamansari, mengatakan, dengan waktu pendakian dimulai pukul 04.00 WIB, ada potensi pengunjung kecewa karena misalnya tidak bisa mengejar ke lokasi melihat api biru atau menikmati suasana matahari terbit. ”Namun, jika dikaitkan dengan aspek keselamatan, rasanya pemunduran waktu bisa diterima,” ujarnya.
Sepengalaman saya, pengunjung tidak akan dipersoalkan mendaki Kawah Ijen misalnya dengan kelengkapan tidak standar. Asalkan nyaman, misalnya sandal jepit, celana pendek, kaus, lupa bawa masker tidak dipersoalkan. Padahal, Kawah Ijen mengeluarkan asap dan bau belerang yang tidak sedap dan berisiko terhadap kesehatan. Selain itu, dalam kegiatan alam terbuka, sepatutnya memperhatikan kelengkapan yang baik dan menjamin keselamatan.
Wisatawan asing berfoto di dasar kawah Gunung Ijen yang berada di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso, Kamis (2/6/2022). Selain api biru, Taman Wisata Alam Kawah Ijen juga menawarkan atraksi kegiatan sublimasi belerang dan panorama pegunungan. Mengutip blog Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO),
Misalnya, memakai sandal jepit dan ternyata terpeleset atau terjatuh saat perjalanan dapat berakibat cedera serius pada kaki dan tubuh. Saat ada bau tidak sedap dari aktivitas Kawah Ijen dan tidak membawa masker, tubuh bisa terserang sesak napas. Jika memaksa turun ke danau tanpa kelengkapan perlindungan dan terjatuh lalu membentur batuan, bisa cedera bahkan berdampak fatal. Aspek-aspek seperti ini yang rasanya masih sulit dipahami terutama oleh pengunjung bahkan pengelola dan pelaku wisata.
Bupati Banyuwangi Ipuk Festiandani yang meneruskan pemerintahan suami (Abdullah Azwar Anas yang saat ini menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) pernah mengatakan, Kawah Ijen menjadi obyek wisata alam andalan daerah paling timur di Pulau Jawa tersebut. Namun, Ipuk memahami, wisata alam jangan selalu dipandang dari aspek eksploitasi atau pemanfaatan secara berlebihan yang mengabaikan kelestarian dan keselamatan.
Menurut Ipuk, perlu diciptakan ekosistem wisata yang baik untuk Kawah Ijen. Tujuannya sederhana, yakni kunjungan tidak pernah sepi, masyarakat dapat menarik manfaat ekonomi dan sosial, pengunjung puas sehingga mau menularkan narasi positif tentang Kawah Ijen secara luas.