Proses Hukum Kasus Pelecehan Seksual di FK Unand Dinilai Lambat
Proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual oleh dua sejoli mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dinilai lambat. Penanganan yang lambat ini pun dilaporkan ke Kompolnas.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Gedung Rektorat Universitas Andalas di Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (26/12/2022).
PADANG, KOMPAS — Proses hukum oleh kepolisian terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dua sejoli mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, dinilai lambat. Korban pun terkatung-katung karena tidak segera mendapat kepastian hukum. Proses hukum yang lambat ini dilaporkan ke Komisi Kepolisian Nasional.
Pelaporan itu dilakukan oleh Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, sebuah lembaga nonpemerintah yang fokus pada isu-isu perempuan di Padang. WCC Nurani Perempuan telah bersurat kepada Ketua Kompolnas. Surat tersebut bertanggal 9 Maret 2023.
”Kami kirim surat agar Kompolnas ikut memantau proses kasus ini dan mendorong percepatan proses penanganannya,” kata Direktur WCC Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti, Senin (13/3/2023).
Meri memaparkan, saat kasus itu pertama kali dilaporkan pada Desember 2022, WCC Nurani Perempuan sebenarnya sudah meminta asistensi langsung dari Mabes Polri. Sebab, kasus ini merupakan kasus perdana yang menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Namun, proses hukum atas kasus itu dinilai masih lambat. Meri menyebut, lambatnya proses penanganan kasus itu juga sudah dilaporkan keluarga korban kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Walakin, belum tampak perubahan dalam proses penanganan kasus setelah pelaporan itu.
Direktur Women Crisis Center Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti berorasi dalam aksi damai antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang digelar Jaringan Peduli Perempuan Sumatera Barat di Jalan Jenderal Sudirman depan kantor Gubernur Sumatera, Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/11/2021).
Kasus dugaan kekerasan seksual atau pelecehan seksual berbasis elektronik ini mencuat ke publik pada 24 Februari 2023. Informasi kasus itu diunggah oleh akun Twitter @andalasfess. Adapun kejadian pelecehan seksual itu sudah dilaporkan korban sejak Desember 2022.
Terduga pelaku kasus pelecehan seksual itu adalah dua sejoli mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Andalas (Unand). Keduanya adalah seorang perempuan berinisial NZ dan seorang laki-laki berinisial HJ. Adapun korbannya adalah 12 orang yang semuanya berjenis kelamin perempuan.
NZ memfoto dan memvideokan organ seksualitas para korban yang juga teman kelompok belajarnya. Foto ataupun video itu menunjukkan adegan-adegan NZ melakukan pelecehan seksual, seperti meraba dan mencium organ seksualitas korban.
Dari hasil penyidikan polisi, terungkap bahwa HJ yang merupakan pacar NZ adalah otak dari pelecehan seksual tersebut. Tidak hanya mengirimkan konten-konten tersebut ke HJ, NZ juga membuat konten-konten itu atas permintaan dari HJ.
YOLA SASTRA
Direktur Women Crisis Center Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti membacakan dalam aksi damai antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang digelar Jaringan Peduli Perempuan Sumatera Barat di Jalan Jenderal Sudirman depan Kantor Gubernur Sumatera, Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/11/2021).
Meri melanjutkan, proses hukum kasus yang ditangani Polda Sumbar ini relatif lambat karena sudah dua bulan berlalu tetapi tidak ada perkembangan signifikan. Padahal, semua alat bukti dan saksi dinilai sudah cukup untuk menetapkan kedua pelaku sebagai tersangka.
”Dapat dikatakan semua korban kooperatif, bukti-bukti lengkap, terlapor (pelaku) pun sudah dipanggil kepolisian. Tetapi belum juga pelaku ini ditahan,” kata Meri. Saat ini, kasus dugaan pelecehan seksual tersebut masih tahap penyidikan di kepolisian dan belum ada tersangka.
Lambatnya penanganan kasus ini, kata Meri, memunculkan dugaan bahwa pihak kepolisian sengaja mengulur waktu agar keluarga pelaku bisa membujuk korban dan keluarganya untuk berdamai. Bujukan damai itu sudah dilancarkan oleh orang-orang terdekat pelaku terhadap korban dan keluarganya.
”Tapi kalau proses hukumnya berlangsung cepat sampai di kejaksaan dan berlanjut ke pengadilan, tidak ada kesempatan para pelaku untuk menyasar korban agar mau berdamai,” kata Meri.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Anggota Pramuka menunjukkan bunga dan stiker berisi stop pelecehan seksual dan kekerasan seksual, Rabu (29/6/2022), di Stasiun Cirebon, Jawa Barat. Kampanye anti-pelecehan dan kekerasan seksual itu digelar oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon.
Menurut Meri, lambatnya penanganan kasus membuat korban terkatung-katung. Korban merasa takut, cemas, dan tidak nyaman karena para pelakunya masih berkeliaran. Bisa saja pelaku yang merasa tidak senang melakukan tindakan-tindakan buruk kepada korban.
”Kalau sudah jelas kepastian hukumnya, tentu bisa pula orang ini merasa tenang. Kalau berlambat-lambat seperti ini kan, korban tidak merasa puas dengan cara-cara kepolisian yang seperti ini,” ujar Meri.
Lambatnya proses penanganan kasus ini, kata Meri, akan membuat korban-korban kasus lainnya enggan mengungkap dan melaporkan kasus. Korban akan berpikir panjang untuk melapor karena proses hukumnya ribet dan tidak ada kepastian hukum.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sumbar Komisaris Besar Andry Kurniawan, Senin, mengatakan, kasus pelecehan seksual ini masih tahap penyidikan. Informasi soal tahap penyidikan ini juga disampaikan Andry saat dikonfirmasi pada Sabtu (25/2/2023).
”Harap bersabar karena kami masih berkoordinasi dengan Bareskrim (Polri). Pada saatnya nanti akan kami rilis,” kata Andry dalam pesan teks Whatsapp, Senin.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Barat Komisaris Besar Dwi Sulistyawan (tengah) didampingi Direskrimum Kombes Andry Kurniawan (dua dari kiri) dan jajaran menunjukkan barang bukti dari penangkapan tersangka kasus penipuan pengusaha di Kota Padang, Sumbar, dengan kerugian Rp 1,165 miliar, Selasa (7/2/2023).
Andry menambahkan, timnya masih terus bekerja. Ia pun membantah proses hukum kasus tersebut berjalan lambat. ”Ini sudah yang paling cepat karena kami menaruh atensi yang besar dalam kasus ini,” ujarnya.
Andry memaparkan, saat kasus ini terungkap, Unand sedang masa libur. Oleh karena itu, proses penyelidikan membutuhkan waktu lebih lama. Sementara itu, Andry baru menjabat sebagai Direksrimum Polda Sumbar pada pertengahan Januari 2023 dan langsung menaikkan status kasus menjadi penyidikan.
”Yang jelas, kami tidak main-main dalam hal ini dan kami berupaya maksimal,” kata Andry. Ia juga membantah tudingan adanya upaya polisi untuk melambatkan proses penangan kasus agar ada ruang bagi pelaku dan korban untuk berdamai. ”Tidak ada kami sengaja melambatkan proses,” ujarnya.
Lambatnya proses penanganan kasus ini akan membuat korban-korban kasus lainnya enggan mengungkap dan melaporkan kasus.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Sekretaris Universitas Andalas Henmaidi ketika dijumpai di kampus Unand di Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (26/12/2022).
Sementara itu, Sekretaris Unand Henmaidi mengatakan, kedua mahasiswa terduga pelaku sudah dinonaktifkan sejak 28 Februari lalu melalui Surat Keputusan Rektor Unand. Saat berstatus nonaktif, mereka tidak boleh mengikuti perkuliahan, tutorial, kegiatan laboratorium, dan tidak bisa mengakses portal sistem informasi.
”(Status) Non-aktif sampai keluar keputusan final dari kampus. SK Rektor berlaku 30 hari dan dapat diperpanjang bila keputusan final belum selesai,” kata Henmaidi.
Menurut Henmaidi, keputusan final terhadap kedua terduga pelaku itu dikeluarkan setelah pihak rektorat mendapatkan rekomendasi final dari Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Unand. Satgas masih menyusun rekomendasi final atas kasus itu.