Jumlah Awan Panas Merapi Menurun, Warga Diminta Tetap Waspada
Jumlah awan panas guguran dari Gunung Merapi pada Senin (13/3/2023) telah menurun signifikan dibandingkan dua hari terakhir. Meski begitu, warga yang tinggal di lereng Merapi tetap diminta waspada.
Oleh
REGINA RUKMORINI, HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Abu vulkanik dari Gunung Merapi menyelimuti kawasan Dusun Stabelan, Desa Tlogolele, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin (13/3/2023).
MAGELANG, KOMPAS — Jumlah awan panas guguran yang dikeluarkan Gunung Merapi pada Senin (13/3/2023) telah menurun signifikan dibandingkan dua hari sebelumnya. Meski begitu, masyarakat yang tinggal di lereng gunung api di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah itu tetap diminta waspada. Sebab, ke depan, awan panas guguran masih mungkin terjadi.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Senin pukul 00.00-18.00 WIB, Gunung Merapi tercatat mengeluarkan dua kali awan panas guguran. Awan panas guguran pertama terjadi pukul 05.23 dengan jarak luncur 1,2 kilometer ke arah barat daya atau menuju Sungai Bebeng.
Adapun awan panas guguran kedua terjadi pukul 11.26 dengan jarak luncur 1,5 km. Sama seperti sebelumnya, awan panas tersebut juga meluncur menuju arah barat daya atau ke Sungai Bebeng.
Jumlah awan panas yang terjadi pada Senin ini jauh lebih sedikit dibandingkan pada Sabtu (11/3/2023) dan Minggu (12/3/2023). Pada Sabtu, Merapi tercatat mengeluarkan 40 kali awan panas guguran. Adapun pada Minggu terdapat 19 kali awan panas guguran dari Merapi.
Awan panas guguran Gunung Merapi terlihat dari Desa Wonokerto, Kabupaten Sleman, DIY, Minggu (12/3/2023).
Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso mengakui, jumlah awan panas guguran dari Merapi memang menurun. Meski begitu, masyarakat tetap diminta mewaspadai kemungkinan meningkatnya aktivitas Merapi.
Apalagi, potensi terjadinya awan panas guguran juga masih ada ke depan. ”Status Gunung Merapi juga masih Siaga (Level III),” kata Agus saat ditemui di Magelang, Senin sore.
Menurut dia, berdasarkan pemantauan aktivitas seismik dan deformasi atau perubahan tubuh gunung api, masih ada suplai magma dari dalam tubuh Merapi. Oleh karena itu, masih ada potensi terjadinya awan panas.
”Dari data pemantauan menunjukkan ada suplai magma, baik dari (wilayah) dalam maupun dangkal. Hal ini menunjukkan masih ada kemungkinan akan terjadi rentetan awan panas berikutnya,” ujar Agus.
Selain itu, Agus juga meminta masyarakat untuk mewaspadai terjadinya hujan di wilayah puncak Merapi. Sebab, hujan bisa memicu terjadinya banjir lahar hujan di sungai-sungai yang berhulu ke Merapi. Hujan juga bisa memicu terjadinya ketidakstabilan kubah lava yang dapat berdampak pada munculnya awan panas.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Embusan angin kencang membuat abu vulkanik dari Gunung Merapi beterbangan di Dusun Stabelan, Desa Tlogolele, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (13/3/2023).
Deformasi barat laut
Agus menambahkan, rangkaian awan panas yang terjadi sejak Sabtu siang lalu terjadi akibat longsoran material kubah lava di sisi barat daya Gunung Merapi. Saat ini, di Merapi terdapat dua kubah lava, yakni di sisi barat daya dan di bagian tengah.
Berdasarkan analisis foto udara tanggal 13 Januari 2023, volume kubah lava barat daya sebesar 1.598.700 meter kubik dan kubah bagian tengah sebesar 2.267.400 meter kubik. Namun, belum diketahui berapa volume material erupsi yang terjadi beberapa hari terakhir ini.
Ada potensi bahaya yang lain di mana pada sektor barat laut terjadi inflasi.
Selain dua kubah lava itu, BPPTKG juga menyatakan, ada potensi bahaya yang lain dari Merapi, yakni terjadinya deformasi di sisi barat laut. Menurut Agus, selama dua tahun terakhir, deformasi berupa inflasi atau penggembungan tubuh gunung itu mencapai sekitar 15 meter.
”Ada potensi bahaya yang lain di mana pada sektor barat laut terjadi inflasi sehingga ini juga tetap kita ingatkan kepada masyarakat, terutama di wilayah barat laut, untuk meningkatkan kesiapsiagannya dengan melakukan simulasi penyelamatan diri dan memastikan semua sarana prasarana evakuasi dalam keadaan baik,” ungkap Agus.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Abu vulkanik dari Gunung Merapi menyelimuti kawasan Desa Tlogolele, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (13/3/2023).
Agus menyebut, deformasi sebesar 15 meter itu tergolong cukup besar. Sebab, menjelang erupsi Merapi tahun 2006 dan 2010, Merapi hanya mengalami deformasi sebesar 4 meter. Namun, pada tahun 2006 dan 2010, deformasi terjadi secara cepat, tidak dalam waktu tahunan seperti sekarang.
”Besarnya yang 15 meter ini yang menjadi perhatian kami. Kami khawatir tebing dari puncak sebelah barat laut ini menjadi tidak stabil dan longsor. Itu yang kami waspadai dan selalu kami pantau. Tapi untuk saat ini masih stabil kondisinya dan kecepatan deformasi juga relatif rendah,” ujar Agus.
Meski ada potensi bahaya lain, daerah potensi bahaya erupsi Merapi yang ditetapkan BPPTKG masih sama. Menurut BPPTKG, potensi bahaya dari erupsi Merapi berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya, meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Pada sektor tenggara, radius bahaya meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Selain itu, BPPTKG juga menyebut adanya potensi bahaya berupa lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani berupaya merontokkan abu vulkanik sebelum memanen cabai rawit di Desa Tlogolele, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (13/3/2023).
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, karena aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih fluktuatif, masyarakat yang tinggal di lereng Merapi diminta untuk tetap siaga. Mereka juga diharapkan selalu berkoordinasi dengan pemerintah serta siap untuk mengungsi kapan saja diperlukan.
”Tinggal di lereng gunung, warga sudah terbiasa dengan ilmu titen untuk mengamati gunung,” kata Ganjar.
Ganjar menambahkan, saat ada perintah untuk evakuasi warga, aparat pemerintah desa di lereng Merapi dan pemerintah kabupaten harus sigap untuk mengevakuasi warga. Kelompok rentan seperti ibu hamil, anak-anak, warga lansia, dan penyandang disabilitas harus diprioritaskan untuk segera diungsikan.