Ogoh-ogoh Kembali Warnai Nyepi di Bali
Ogoh-ogoh kembali mewarnai perayaan menyambut Hari Suci Nyepi 2023. Pemerintah di Bali menyalurkan kreativitas para ”yowana” atau generasi muda melalui lomba ogoh-ogoh.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F27%2F9f2d22b2-4eb9-4ac6-83b0-b9dd3487b264_jpg.jpg)
Ogoh-ogoh dalam proses pengerjaan di Balai Banjar Singgi Sanur, Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, Senin (13/2/2023).
Dalam tiga tahun terakhir, perayaan malam menjelang Nyepi menjadi sunyi karena situasi pandemi Covid-19. Namun, suasana berbeda bakal hadir tahun ini. Menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1945 pada 22 Maret 2023, maka sepanjang Selasa (21/3/2023) sore hingga malam menjelang Nyepi di Bali akan kembali diwarnai kehadiran ogoh-ogoh.
Patung berukuran besar tengah disiapkan di Gedung Banjar Tangguntiti, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali. Patung belum sempurna dan masih dalam proses pengerjaan yang dilakukan oleh sejumlah anak muda. Badan patung dibuat dari anyaman bambu dan dibungkus dengan kertas koran bekas.
”Kami sudah menyiapkan sejak akhir Januari lalu,” ujar I Made Karya Dwibuana (26), Ketua Sekaa Teruna (ST) Kebon Sari Banjar Tangguntiti, Desa Tonja, Kota Denpasar, Minggu (12/2/2023).
Para pemuda di banjar atau desa setempat sepakat membuat ogoh-ogoh untuk meramaikan malam sebelum menjalani Catur Brata Penyepian saat Nyepi.
”Sudah tiga tahun tidak ada ogoh-ogoh. Libur karena pandemi. Sekarang waktunya kami benar-benar meramaikan (tradisi) pengerupukan dengan mengarak ogoh-ogoh. Apalagi pemerintah juga merencanakan akan ada pawai ogoh-ogoh,” kata Made dengan bersemangat.
Pengerupukan secara umum dimaknai sebagai tradisi menyucikan buwana agung atau alam semesta, serta buwana alit atau hasrat dalam diri.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F27%2F39494889-2d43-4bb7-880d-aa81c90011fc_jpg.jpg)
Pembuatan ogoh-ogoh di Balai Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Minggu (12/2/2023).
Kesibukan serupa yang dilakukan Made dan anggota ST Kebon Kuri di Banjar Tangguntiti juga berlangsung di sejumlah balai banjar lainnya di Kota Denpasar. Di gedung Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara, juga terlihat kesibukan pemuda anggota ST Gita Puspa mengerjakan ogoh-ogoh. Badan ogoh-ogoh, yang dibuat pemuda di Banjar Lumintang, Denpasar Utara, juga berbahan anyaman bambu dan kertas bekas dengan rangka utama adalah besi.
”Sudah sejak Januari lalu kami menyiapkan pengerjaan ogoh-ogoh,” kata Anak Agung Ngurah Bagus Gandhi (20), Ketua ST Gita Puspa Banjar Lumintang, Kota Denpasar, Minggu (12/2/2023).
”Sebelum membuat ogoh-ogoh, kami dari sekaa teruna (kelompok pemuda) sudah berkoordinasi dengan kelian (pemimpin) adat dan sudah meminta izin untuk menggunakan balai banjar,” ujar pemuda yang akrab disapa Wah Gandhi itu menambahkan.
Baca juga: Tawur Kesanga Antar-umat Hindu Menyambut Nyepi
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F27%2Ff6cd1d32-799c-45ba-920b-103ab98cfce7_jpg.jpg)
Pembuatan ogoh-ogoh di Balai Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Minggu (12/2/2023).
Wah Gandhi bersama teman-temannya di ST Gita Puspa mengerjakan ogoh-ogoh bertema ”Yamadipati”, figur dewa pencabut nyawa, yang sedang menunggang kerbau. Konsep ogoh-ogoh Yamadipati itu dibuat Anak Agung Made Dana (46), warga banjar setempat.
”Kami ikut mendampingi adik-adik sekaa teruna membuat ogoh-ogoh. Kebetulan, saya juga senang dan sudah sejak SMP mulai ikut membuat ogoh-ogoh,” ujar Gung Dana.
Kelian Banjar Tegal Kuwalon, Desa Adat Sumerta, Kota Denpasar, Ketut Alit Wijana (50) mengungkapkan, para krama (warga) dan prajuru (pengurus) Banjar Tegal Kuwalon menyetujui, bahkan mendukung, pengurus dan anggota ST Adhi Kusuma membuat ogoh-ogoh. Pihak banjar mengizinkan para pemuda dari ST Adhi Kusuma mengerjakan ogoh-ogoh mereka di gedung balai banjar setempat.
”Kami mengapresiasi kreativitas pemuda di banjar membuat ogoh-ogoh,” kata Wijana, Sabtu (18/2/2023).
Baca juga: Pawai Ogoh-ogoh di Sepanjang Malioboro
Ogoh-ogoh yang sedang dikerjakan di Banjar Tegal Kuwalon juga menggunakan bahan bambu, kertas bekas, dan kulit nangka serta pelepah pisang yang dikeringkan. Wijana mengungkapkan, penggunaan bahan organik sebagai pengganti styrofoam dalam pembuatan ogoh-ogoh juga bentuk dukungan warga atas imbauan pemerintah terkait pengurangan sampah plastik.
Seni dan ekonomi
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F27%2Fbe2c7f48-fb23-4ed3-a81f-cbd1a31cf1ee_jpg.jpg)
Ogoh-ogoh mini, yang dijual pedagang di kawasan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Senin (13/2/2023).
Ogoh-ogoh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring dimaknai patung, yang terbuat dari bambu, kertas, dan sebagainya dengan berbentuk raksasa dan lain-lain, yang diarak keliling desa pada hari tertentu, biasanya sehari menjelang Nyepi.
Awalnya hanya menggunakan somi (jerami) dan bentuknya masih sederhana.
Ogoh-ogoh menjadi wujud kreativitas menyambut Nyepi. Gede Agus Siswadi dalam tulisannya berjudul ”Tradisi Ogoh-ogoh di Bali dalam Tinjauan Kritis Filsafat Kebudayaan Cornelis Anthonie Van Peursen” di media ilmiah Genta Hredaya Volume 6 No 1 April 2022 menyatakan, ogoh-ogoh sebagai ekspresi budaya masyarakat menginterpretasikan prosesi hari suci Nyepi.
Ogoh-ogoh mulai dikenal di Bali sejak era 1980-an. Gung Dana menyebutkan, pembuatan ogoh-ogoh di banjarnya mulai sekitar 1984. ”Awalnya hanya menggunakan somi (jerami) dan bentuknya masih sederhana,” ujar Gung Dana ketika ditemui di Banjar Lumintang, Denpasar Utara, Minggu (12/2/2023).
Dalam kebudayaan Bali, ogoh-ogoh menyimbolkan sifat bhuta kala, atau kekuatan alam. Bhuta kala diimajinasikan sebagai sosok berukuran besar dan menyeramkan. Umumnya, rupa ogoh-ogoh dibuat menyerupai raksasa. Ogoh-ogoh diarak warga, khususnya para pemuda, mulai sore hari sampai malam hari saat pengerupukan, yakni satu hari menjelang Nyepi.
Baca juga: Festival Ogoh-ogoh Meriahkan Nyepi di Lampung
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F27%2Faa23d135-444b-46c8-8a30-709e7b82578e_jpg.jpg)
Pembuatan ogoh-ogoh di Balai Banjar Gemeh, Desa Dauh Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Sabtu (18/2/2023).
”Bhuta kala sebagai simbol nafsu yang kemudian di-saumya, yakni ditenangkan dan disucikan, sehingga sifat bhuta kala yang negatif menjadi sifat dewa yang positif,” kata Gung Dana dengan ringkas.
Ogoh-ogoh sebagai ekspresi seni masyarakat di Bali mendapat dukungan dari pemerintah daerah, termasuk Pemprov Bali. Dalam menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1945, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar lomba ogoh-ogoh, yang diikuti sekaa teruna atau yowana di desa-desa adat seluruh Bali.
Kriteria ogoh-ogoh, yang dilombakan melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, antara lain dibuat dengan bahan-bahan alam dan ramah lingkungan, serta dilarang menggunakan styrofoam, spons, dan plastik sekali pakai. Bentuk ogoh-ogoh juga wajib bercirikan tradisi Hindu Bali.
Hingga Sabtu (18/2/2023), tidak kurang dari 115 karya ogoh-ogoh dari Kota Denpasar sudah didaftarkan ke panitia lomba ogoh-ogoh di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Sejumlah ogoh-ogoh, termasuk ogoh-ogoh yang dibuat Made bersama anggota ST Kebon Sari Banjar Tangguntiti, Desa Tonja, dan Wah Gandhi bersama anggota ST Gita Puspa Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, juga dipersiapkan untuk mengikuti lomba ogoh-ogoh tersebut.
”Kami menargetkan ogoh-ogoh ini selesai awal Maret,” kata Made.
Dalam pengerjaannya, Made mengajak anggota ST Kebon Sari dan tidak jarang mereka mendapat bantuan dari ”bakal” anggota ST, yaitu remaja yang belum menjadi anggota yowana atau kelompok pemuda di banjar setempat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F27%2F1d754946-d9dd-4e71-97b0-abeedaeac4b4_jpg.jpg)
Pembuatan ogoh-ogoh mini di Kelurahan Dangin Puri, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Sabtu (18/2/2023).
Semangat
Dua di antaranya adalah I Kadek Yama Delon (12) dan I Kadek Agus Eka Saputra (13). Kedua remaja itu terlihat bersemangat membantu kakak-kakak mereka mengerjakan ogoh-ogoh di Balai Banjar Tangguntiti, Denpasar Utara, Minggu (12/2/2023).
”Saya senang ikut bikin ogoh-ogoh. Kami juga senang karena pawai ogoh-ogoh sekarang sudah dibolehkan,” ujar Eka.
Rasa bersyukur karena kemeriahan ogoh-ogoh kembali menjelang Nyepi tahun ini juga diungkapkan I Wayan Gede Jati Widarma (48), perajin ogoh-ogoh mini di Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Menurut Gede, meskipun penjualan ogoh-ogoh hanya musiman, khususnya hanya satu tahun sekali menyambut Nyepi, bagi dia membuat dan menjual ogoh-ogoh mini itu tetap memberikan tambahan pendapatan, selain menjadi penyaluran kreativitas seni. Gede menekuni pembuatan ogoh-ogoh mini dengan bahan styrofoam sejak 1993.
”Sebagai warga masyarakat dan juga seniman, saya bersyukur karena pandemi Covid-19 sudah mereda sehingga masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti normal,” kata Gede di tempat kerjanya, yang juga warung sotonya, di Jalan Letda Made Putra, Kota Denpasar.
Menyusul meredanya pandemi Covid-19, Gede pun kembali menerima order membuat ogoh-ogoh mini. ”Sehari bisa bikin empat ogoh-ogoh mini,” ujar Gede.