Batasi Tangkapan, Kapal Ikan Akan Diwajibkan Pasang Alat Pendeteksi
Volume penangkapan ikan di laut akan dibatasi dengan kuota. Untuk itu, setiap kapal nantinya diwajibkan memasang alat pendeteksi hasil tangkapan yang terkoneksi langsung dengan satelit.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Volume penangkapan ikan di laut akan dibatasi berdasarkan kuota yang ditetapkan tiap tahun. Tidak hanya diberlakukan pada kapal-kapal industri, ketentuan ini juga akan diberlakukan pada kapal dan perahu tradisional milik nelayan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, terkait pembatasan tersebut, setiap kapal nantinya diwajibkan memasang alat pendeteksi hasil tangkapan. Alat itu terkoneksi langsung dengan satelit.
”Berdasarkan pantauan dari alat tersebut, maka siapa pun yang menangkap ikan dengan volume melebihi kuota akan terekam, dan nantinya diberi sanksi dan dikenai penalti,” ujarnya saat ditemui di sela-sela acara Rapat Kerja Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya di Yogyakarta, Senin (27/2/2023).
Kuota penangkapan ikan nantinya ditetapkan mengacu pada hitungan yang dibuat Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan.
Pembatasan dengan sistem kuota, menurut dia, sudah sepatutnya dilakukan karena berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, ketersediaan sumber daya ikan di perairan Indonesia terus menyusut. Upaya pembatasan untuk menjaga produksi ikan ini sebenarnya juga sudah dilakukan oleh negara-negara lain, dan Indonesia terbilang tertinggal menerapkannya.
Selain membatasi volume penangkapan ikan, Sakti mengatakan, pihaknya terus mendorong agar bisa dilakukan upaya konservasi laut secara tertutup. Upaya konservasi yang dimaksud adalah menjaga laut dengan luasan tertentu agar tidak dimasuki oleh kapal dengan tujuan apa pun.
Konservasi semacam ini sangat diperlukan karena laut sebenarnya berperan penting untuk menyerap cemaran karbon dan turut memproduksi oksigen. Laut yang terjaga juga bisa menjadi tempat pemijahan alami bagi ikan.
Di tengah ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan impor, Sakti mengatakan, laut dan kekayaan potensi ikan di dalamnya menjadi satu-satunya sumber yang bisa diandalkan untuk mewujudkan kemandirian pangan. Oleh karena itu, kelestarian laut dan sumber daya alam di dalamnya harus selalu dijaga.
Serapan ikan Indonesia yang bisa tercukupi dari produksi dalam negeri tercatat mencapai 13,11 juta ton per tahun. Sebanyak 7,16 juta ton di antaranya adalah ikan yang berasal dari laut dan 5,95 juta ton lainnya adalah ikan hasil budidaya masyarakat. Tingkat konsumsi ikan di tahun 2022 terdata 56,48 kilogram (kg) per kapita per tahun.
Terkait perikanan budidaya, jenis ikan yang dibudidayakan di Indonesia pun sangat beragam. Namun, berdasarkan analisis pasar, terdapat lima ragam sumber daya yang layak dikembangkan untuk pasar ekspor, yaitu udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan nila.
Etty Kumolowati, Staf Ahli Bidang Sosial dan Kemasyarakatan Pemerintah Provinsi DIY, mengatakan, Pemerintah Provinsi DIY terus mendorong pertumbuhan budidaya ikan. Budidaya dilakukan dengan mengacu pada kearifan lokal yang ada di masyarakat.
Selain untuk meningkatkan produksi ikan yang berorientasi ekspor, upaya meningkatkan jumlah kampung dan kolam budidaya ikan terus dilakukan. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan konsumsi ikan masyarakat DIY yang saat ini masih tergolong rendah.
Padahal, menurut dia, konsumsi ikan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, terutama bagi anak-anak. ”Kami juga terus mendorong, meminta ibu-ibu hamil dan ibu-ibu yang memiliki anak bayi dan anak balita, untuk meningkatkan konsumsi ikan dan gemar menyediakan ikan sebagai menu di rumah,” ujarnya.