Makin Masif, Tambang Pasir-Batu di Taman Nasional Gunung Merapi
Penambangan bahan galian C di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi telah mencapai 100 hektar. Suplai air masyarakat di lereng Gunung Merapi pun terganggu,
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Aktivitas penambangan galian C telah merambah dan merusak kawasan hutan di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi. Tidak sekadar dilakukan oleh penambangan manual, perusakan itu secara intensif dilakukan oleh puluhan alat berat yang setiap hari beroperasi mengeruk pasir dan batu di kawasan tersebut. Masyarakat sekitar mulai merasakan dampaknya karena pasokan air mereka terganggu.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Wilayah I Husni Pramono mengatakan, aktivitas penambangan pasir dan batu itu terpantau telah merambah kawasan hutan TNGM sejak tahun 2021.
”Dari pendataan sementara yang kami lakukan, aktivitas penambangan tersebut telah merambah dan merusak sekitar 100 hektar kawasan hutan di wilayah Kabupaten Magelang,” ujarnya, Sabtu (25/2/2023). Adapun luas wilayah TNGM di Kabupaten Magelang mencapai 2.000 hektar, yang tersebar di wilayah Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun
Karena penambangan telah masuk ke wilayah TNGM yang merupakan kawasan konservasi, maka dipastikan aktivitas tersebut ilegal.
Kegiatan penambangan baik manual maupun dengan alat berat, menurut Husni, semuanya tetap berdampak pada kerusakan alam. Hal yang membedakan hanyalah laju perusakannya. Aktivitas penambangan manual berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan penambangan dengan alat berat. Penambangan di kawasan TNGM harus segera dihentikan karena merusak kawasan hutan dan mengancam suplai air bersih bagi warga di lereng Gunung Merapi.
Sebelumnya, Jumat (24/2/2023) petang, ratusan warga yang tergabung dalam Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Srumbung beramai-ramai melakukan aksi unjuk rasa. Para pendemo meminta ketegasan jajaran Kepolisian Resor Kota Magelang untuk menindak aksi penambangan pasir dan batu di lereng Merapi yang dilakukan secara ilegal menggunakan alat berat.
”Dalam pantauan kami, ada sekitar 40 alat berat yang beroperasi mengeruk pasir dan batu di kawasan Gunung Merapi,” ujar Kiai Ahmad Bahakudin Syah, Rois Syuriah MWC NU Kecamatan Srumbung. Demo yang digelar hari itu merupakan demo ketiga yang dilakukan MWC NU Kecamatan Srumbung.
Menyadari fungsi penting pasir dan batu untuk kebutuhan pembangunan, Ahmad mengatakan, segenap masyarakat lereng Gunung Merapi sebenarnya tidak anti-penambangan. Namun, agar berkah sumber daya alam dari Merapi benar-benar bisa dirasakan bermanfaat bagi semua orang, maka aktivitas penambangan pun perlu diatur dan dikelola dengan baik dengan aturan dan pembatasan tertentu sesuai izin yang berlaku.
”Selama ini, dengan maraknya semua aktivitas penambangan yang tidak berijin tersebut, kami, warga lereng Gunung Merapi, hanya merasakan dampak kerusakan dari lalu lalang truk pasir dan debit air yang kian menyusut saja,” ujarnya.
Agar berkah sumber daya alam dari Merapi benar-benar bisa dirasakan bermanfaat bagi semua orang, maka aktivitas penambangan pun perlu diatur dan dikelola dengan baik. (Ahmad Bahakudin Syah)
Muslim, salah seorang perangkat Desa Srumbung, mengatakan, selama setengah tahun terakhir, Pemerintah Desa Srumbung terpaksa intens melakukan perbaikan jaringan Program Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di desa. ”Karena sumber air yang biasa dipakai tiba-tiba tidak mengalirkan air, maka terpaksa kami kemudian membongkar jaringan dan mencari sumber-sumber air lainnya yang masih mengalirkan air,” ujarnya.
Kepala Polresta Magelang Komisaris Besar Ruruh Wicaksono mengatakan, pihaknya tidak pernah tinggal diam dan tetap berupaya menindak tegas semua aksi penambangan ilegal yang terjadi di lereng Gunung Merapi.
”Tahun lalu, kami sudah mengungkap empat kasus penambangan ilegal dengan enam alat berat dan Januari tahun ini kami sudah menangkap satu tersangka dan mengamankan satu alat berat,” ujarnya.
Terkait hal ini, dia pun meminta warga di desa untuk membantu mengawasi dan melaporkan setiap aksi penambangan yang terjadi di kawasan Merapi.
Menurut Husni, sejak tahun 2019, Balai TNGM terus berupaya melakukan patroli, memberi peringatan, dan memberikan sosialiasi kepada petambang tentang batasan wilayah untuk kegiatan penambangan. Kini, patroli pun kian intens digelar, tetapi aktivitas penambangan sulit tertangkap tangan.
”Sekali sempat terlihat adanya aktivitas penambangan. Namun, setelah kami datangi, lokasi tersebut tiba-tiba sudah bersih, tanpa ada orang dan alat berat lagi di sekitarnya,” ujarnya.
Mempertimbangkan kondisi saat ini, Husni menuturkan, segenap pihak, pemerintah daerah, dan instansi terkait di dalamnya perlu bersama-sama memperhatikan masalah ini dan berani untuk melakukan upaya penegakan hukum dengan sanksi yang jelas dan tegas.