Gajah Sumatera Kembali Muncul di Sumbar, Menggembirakan Sekaligus Mengkhawatirkan
Kemunculan dua gajah sumatera di Sumbar pascapuluhan tahun tak terdeteksi disambut gembira. Walakin, potensi masalah patut ditelusuri di balik kemunculan satwa liar dilindungi itu.

Dua gajah sumatera jantan muncul di Nagari Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (14/2/2023). Ini peristiwa langka karena terakhir kali gajah muncul di Sumbar tahun 1980 di Solok Selatan. Sumber: tangkapan layar video warga di akun Instagram @sijunjung_traveling.
Puluhan tahun tidak ada lagi laporan adanya gajah di Sumatera Barat, tiba-tiba dua gajah jantan dilaporkan muncul di Nagari Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung, Selasa (14/2/2023) sekitar pukul 06.00. Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar, lokasinya di sekitar hutan lindung kawasan Geopark Silokek.
Kemunculan gajah tersebut direkam warga. Berdasarkan video berdurasi 30 detik yang diunggah akun Instagram @sijunjung_traveling, dua gajah berjalan di bawah tebing di antara pepohonan. Disebutkan pula, gajah sempat merusak tanaman sawit warga.
Terdeteksinya Elephas maximus sumatranus di Sumbar pun disambut gembira. ”Ini merupakan sejarah baru bagi Sumbar. Setelah 43 tahun, gajah muncul kembali. Terakhir gajah ditemukan tahun 1980 di Solok Selatan (Sumbar),” kata Ardi Andono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Rabu (15/2).
Baca juga: Setelah Tak Terlihat Puluhan Tahun, Gajah Sumatera Kembali Muncul di Sumbar
BKSDA pun menurunkan tim Unit Penyelamatan Satwa Liar (Wildlife Rescue Unit/WRU) untuk mengantisipasi munculnya konflik. Tim bekerja sama dengan instansi dan pihak terkait, termasuk pengelola Geopark Silokek, kesatuan pengelola hutan lindung, kepolisan dan tentara, serta warga setempat.
Namun, pada 15 Februari 2023, tim WRU tidak menemukan lagi keberadaan gajah. Tim telah melakukan penelusuran jejak hingga ke hulu Sungai/Batang Lisun. Penelusuran dilakukan selama lima hari dengan jarak maksimal 8 km dari titik terakhir gajah dilihat warga. Disimpulkan, gajah kembali ke Riau melalui koridor Suaka Margasatwa Rimbang Baling.

Dua gajah sumatera jantan muncul di Nagari Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (14/2/2023). Ini peristiwa langka karena terakhir kali gajah muncul di Sumbar tahun 1980 di Solok Selatan. Sumber: tangkapan layar video warga di akun Instagram @sijunjung_traveling.
Adapun umur kedua gajah jantan tersebut diperkirakan masing-masing 5 tahun dan 8 tahun. Umur tersebut teridentifikasi dari panjang gading yang tampak dari video yang direkam warga saat gajah muncul pertama kali.
”Kemungkinan kedua gajah tersebut tersesat atau terpisah dari kelompok utama mengingat umur yang masih muda dan jantan semua. Gajah dimungkinkan membentuk kelompok baru minimal satu pasangan dan berumur 10 tahun,” ujar Ardi.
Baca juga: Pergerakan Dua Gajah Sumatera yang Muncul di Sumbar Masih Dipetakan
Berdasarkan pengecekan kotoran, kata Ardi, gajah ditengarai sempat masuk gubuk-gubuk peladang. Di dalam kotoran ditemukan plastik bumbu masakan, sabun cream, dan kantong plastik. Sementara dari sisa makanan, gajah diketahui memakan batang pisang hutan, paku-pakuan, dan kulit pohon.
BKSDA Sumbar mengimbau warga untuk menjaga dan tidak memburu gajah tersebut. Orang yang mengganggu keberadaan satwa dilindungi tersebut dapat dikenakan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Polisi dan tentara anggota tim gabungan sejumlah instansi dan warga yang dikoordinasikan BKSDA Sumatera Barat menunjukkan jejak tumbuhan yang dimakan gajah sumatera di Sijunjung, Sumatera Barat, Rabu (15/2/2023). Tim berupaya menelusuri dan memetakan pergerakan dua gajah yang muncul di Sijunjung yang sudah puluhan tahun tidak muncul di Sumbar.
Baru muncul
Keberadaan gajah sumatera di kelompok Hutan Lisun itu merupakan yang pertama dalam beberapa tahun terakhir. Ketua Harian Badan Pengelola Geopark Ranah Minang Silokek Ridwan, Rabu (15/2/2023), mengatakan, sejak geopark dikelola mulai 2018, baru pertama kali gajah terpantau muncul.
Hal senada diungkapkan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Sijunjung Yandesman. ”Jangankan 1 tahun lalu, 10 tahun lalu, bahkan 20 tahun lalu, belum pernah ada masuk (gajah) ke Sijunjung,” katanya, Selasa (21/2/2023).
Walaupun demikian, Ridwan mengatakan, bukan hal mustahil gajah sumatera muncul di Sijunjung. Apalagi, lokasi kemunculan dua gajah itu berbatasan dengan Provinsi Riau yang merupakan kawasan hutan lindung dan hutan suaka alam.
”Wajar masih ada gajah di situ. Mungkin mereka terdesak dan bergeser ke Sijunjung. Perlu kajian lebih lanjut,” ujar Ridwan, yang juga sarjana kehutanan.
Dulunya memang terdapat jalur pelintasan gajah di lokasi kemunculan dua gajah di Jorong Silukah itu. (Ridwan)
Menurut Ridwan, dulunya memang terdapat jalur perlintasan gajah di lokasi kemunculan dua gajah di Jorong Silukah itu. Ada lokasi di kawasan itu yang disebut warga ”Lompatan Gajah”. Lokasi itu merupakan jalur penyeberangan gajah dari Jorong Silukah ke Nagari Paru melintasi Sungai Kuantan.
Sementara itu, Ardi mengatakan, kemunculan gajah di Sijunjung tidaklah mengherankan karena Sumbar termasuk salah satu daerah lintasan gajah. Rutenya, antara lain, dari Bungo (Jambi), Dharmasraya (Sumbar), Sijunjung, lalu kembali ke Riau.
”Data itu sudah lama ada pada kami. Kami tidak heran. Tapi, ini suatu hal yang menakjubkan,” ujar Ardi.

Anggota tim gabungan sejumlah instansi dan warga yang dikoordinasikan BKSDA Sumatera Barat menemukan kotoran gajah sumatera di Sijunjung, Sumatera Barat, Rabu (15/2/2023). Tim berupaya menelusuri dan memetakan pergerakan dua gajah yang muncul di Sijunjung yang sudah puluhan tahun tidak muncul di Sumbar.
Menghilang
Ketakjuban tersebut beralasan karena sudah lama gajah sumatera tidak terdeteksi di Sumbar. Bahkan, Kepala Subseksi Konservasi Sumber Daya Alam Tanah Datar Sugeng Hariandy pernah menduga gajah sumatera di hutan Sumbar sudah tidak ada atau punah (Kompas, 22/6/2000).
Ardi menyebut, kemunculan gajah di Sumbar terakhir tahun 1981. Kemunculan gajah itu terjadi di Sijunjung dan Solok Selatan pada tahun 1981 yang terdiri atas satu kelompok gajah. Kelompok itu memiliki pejantan alfa (pemimpin) berjulukan ”Si Patah Gading”. Mereka berkonflik dengan warga dan menimbulkan 1 korban jiwa dan 76 rumah rusak.
Data tersebut sejalan dengan sejumlah arsip berita Kompas. Kompas (21/9/1981) melaporkan, tujuh gajah sumatera menyerang perkampungan di Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, Kabupaten Solok. Akibatnya, seekor kerbau mati, empat rumah roboh, satu rumah rusak, ratusan pohon kelapa masih muda tumbang, serta tanaman tebu, kopi, dan kentang rusak.
Seekor gajah besar juga dilaporkan Kompas (10/12/1981) mengamuk di daerah Sungai Karak, Nagari Lubuk Gadang. Gajah itu menghancurkan tanaman ladang rakyat dan empat rumah. Lokasi itu sekitar 30 km dari Jorong Sikijang, Nagari Lubuk Gadang, tempat mengamuknya segerombolan gajah pada September 1981 yang menewaskan satu warga dan merusak 76 rumah serta beberapa hektar tanaman ladang rakyat.

Berita terkait amukan gajah di Sumatera Barat di harian Kompas, 10 Desember 1981.
Dalam berita itu disebutkan seekor gajah juga mengamuk dan merusak ladang rakyat di Jorong Gelagah, Nagari Kamang, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, November-awal Desember 1981. Lokasi itu merupakan daerah pelintasan gajah. Adapun warga melaporkan ke petugas PPA bahwa selama 1976-1979 empat pemburu dari Padang sudah membunuh dua ekor gajah.
Puncaknya, seperti disebutkan Sugeng, gajah sumatera diduga sudah tidak ada lagi atau punah di Sumbar (Kompas, 22/6/2000). Hal itu dipicu perburuan tak terkendali sejak 15 tahun terakhir. Sejak tahun 1987, keberadaan gajah tidak terpantau lagi di hutan-hutan Sumbar.
Pada tahun 1986, kawanan enam ekor gajah disebut masih ditemukan di Jorong Sikijang dan Sukabumi, Kabupaten Solok (sekarang dua jorong itu masuk Kabupaten Solok Selatan). Namun, tahun berikutnya tak ada lagi.
”Diduga gajah di kawasan hutan Sumbar sudah punah. Mungkin mati diburu untuk diambil gadingnya atau lari ke kawasan hutan luar Sumbar,” kata Sugeng.

Berita hilangnya gajah di Sumatera Barat di harian Kompas, Juni 2000.
Alarm
Di tengah kegembiraan atas munculnya gajah setelah puluhan tahun, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar Wengki Purwanto, Kamis (16/2/2023), mengingatkan agar semua pihak tidak larut dalam kegembiraan.
Satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau, kata Wengki, mempunyai jalur jelajah masing-masing. Ketika satwa tersebut muncul secara tidak lazim, hal itu menjadi sinyal atau alarm terjadinya sesuatu di ekosistem mereka.
Wengki menyebut, kawasan munculnya gajah di Sijunjung termasuk dalam koridor ekosistem Rimba (Riau, Jambi, Sumbar) yang terdiri atas sejumlah suaka margasatwa, taman nasional, cagar alam, dan hutan lainnya. Sebagian ekosistem itu bagian dari kawasan lindung atau kawasan budidaya yang antara lain berfungsi sebagai alur migrasi satwa.
”Kami belum bisa pastikan apa penyebabnya. Namun, dari catatan kami, setidaknya di Sumbar, itu pertanda, alarm, atau indikator bahwa terjadi sesuatu di koridor rimba itu,” kata Wengki.

Ilustrasi. Togar, seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) berusia empat tahun, tengah makan rumput di Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas, Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (4/12/2021). Gajah kecil itu diselamatkan pada medio Oktober 2021 setelah terkena jerat babi di hutan tanaman industri (HTI) PT Arara Abadi, Desa Lubuk Umbut, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak.
Wengki menyebut, terdapat aktivitas eksploitasi hutan di koridor rimba wilayah Sumbar, baik melalui izin hak penguasaan hutan (HPH) oleh perusahaan di Sijunjung sejak 2011 maupun pembalakan liar di sekitar Cagar Alam Batang Pangean dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Artinya, kata Wengki, memang ada persoalan di koridor rimba. Mungkin saja gajah-gajah itu keluar karena ruang hidupnya semakin terdesak oleh aktivitas ilegal dan mencari tempat aman atau hal lain. Hal itu mesti ditelusuri lebih lanjut. ”Menurut catatan kami, ada tekanan di koridor itu, setidaknya dari eksploitasi hutan melalui izin HPH dan pembalakan liar di Batang Pangean dan TNKS,” ungkap Wengki.
Bagaimanapun, kekhawatiran Walhi Sumbar patut diresapi. Jika berkaca pada data tahun 1980-an, deretan kasus kemunculan gajah di Sumbar nyaris semuanya bernada negatif. Kemunculan gajah di Sumbar pada tahun-tahun terakhir keberadaannya tak lepas dari konflik yang menyisakan duka bagi gajah ataupun manusia.