Cagar Budaya Rumah Bersejarah Soekarno di Kota Padang Akan Dibangun Ulang
Cagar budaya Rumah Ema Idham yang menyimpan sejarah Insinyur Soekarno di Kota Padang, Sumatera Barat, akan dibangun ulang setelah dirobohkan tanpa izin.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Cagar budaya Rumah Ema Idham yang menyimpan sejarah Insinyur Soekarno di Kota Padang, Sumatera Barat, akan dibangun ulang setelah dirobohkan tanpa izin. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang juga akan mendata kembali cagar budaya di kota ini agar kejadian serupa tidak terulang.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Padang Yopi Krislova di Padang, Jumat (17/2/2023), mengatakan, pasca-kejadian pembongkaran itu pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Perlindungan Cagar Budaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendatangi Pemerintah Kota Padang.
Mereka berjumpa dengan Wali Kota Padang Hendri Septa, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Sumbar, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang. Pemilik terakhir cagar budaya Rumah Ema Idham juga hadir.
“Kepemilikannya sudah berganti-ganti. Ini dia alpa," kata Yopi. Menurut Yopi di rumah itu dulu dipasang plang tulisan cagar budaya. Namun pascagempa 2009 sudah tidak ada lagi. Adapun pihak yang membongkar rumah itu adalah pemiliknya sendiri. Pemerintah telah memediasi pembongkaran itu dan pemilik rumah bersedia membangun kembali replika rumah itu. "Alhamdulillah pemiliknya menyanggupi,” kata Yopi.
Rumah Ema Idham yang didirikan tahun 1930 ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan (SK) Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 3 Tahun 1998 tanggal 26 Januari 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya Padang.
Adapun Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar yang sekarang dilebur menjadi BPK Wilayah III Sumbar pernah membuat nomor inventaris hasil pendataan dengan nomor 33/BCB-TB/A/01/2007.
Rumah itu pernah dipergunakan oleh Bung Karno sebagai rumah tinggal sementara selama tiga bulan sekitar tahun 1942. Saat itu, Bung Karno dalam perjalanan dari Bengkulu akan dibuang ke luar Indonesia oleh sekutu Belanda. Selama tinggal di rumah tersebut, sosok yang belakangan menjadi Presiden pertama Republik Indonesia itu menggunakan waktu untuk menghimpun kekuatan melawan penjajah.
Yopi melanjutkan, tim akan membahas bagaimana bentuk replika Rumah Ema Idham yang akan dibangun itu. Adapun aspek kesejarahannya tetap,
Sebelum dibongkar sekitar sebulan lalu, kata Yopi, rumah tersebut sudah beralih kepemilikan sebanyak tiga kali. Pembongkaran dilakukan oleh pemilik terakhir.
Pembongkaran cagar budaya yang terletak di Jalan Ahmad Yani Nomor 12, Kelurahan Padang Pasir, Kecamatan Padang Barat, terjadi beberapa minggu terakhir. Padahal, lokasi cagar budaya itu nyaris berhadapan dengan rumah dinas Wali Kota Padang, nyaris berseberangan jalan.
Suryadi (76), warga sekitar, mengatakan, bangunan tersebut dibongkar dengan ekskavator sekitar tiga pekan lalu. ”Kabarnya (lahan bekas rumah ini) akan dibangun gedung tiga tingkat,” katanya.
Menurut Suryadi, sebelumnya rumah itu pernah dimiliki oleh Fauzi Bahar, mantan Wali Kota Padang. Selanjutnya, rumah dijual kepada seseorang, lalu dijual kembali ke seorang pengusaha air minum kemasan di Kota Padang yang merupakan pemilik saat ini.
Sejumlah pihak menyayangkan perobohan cagar budaya itu. Guru Besar Sejarah Universitas Andalas Gusti Asnan, salah satunya, menyebut, rumah itu merupakan bukti sejarah penting bagi warga Minangkabau bahwa Soekarno pernah tinggal di Padang.
”Cukup besar pengaruhnya bagi Minangkabau. Kehadiran Soekarno turut memberi napas terhadap perjuangan urang awak ketika itu. Sayang sekali rumah itu dihancurkan,” kata Gusti.
Tindakan membongkar Rumah Ema Idham tersebut berdasarkan UU itu adalah tindakan melawan hukum.
Gusti mendorong Pemkot Padang lebih memberikan perhatian terhadap cagar budaya. Selama ini, pemkot cenderung sekadar menetapkan situs sebagai cagar budaya, setelah itu tak pernah lagi mengunjunginya.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim juga mengambil langkah atas terjadinya pembongkaran bangunan cagar budaya itu. ”Kemendikbudristek telah dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mencari solusi terbaik. Kami tengah mempertimbangkan langkah hukum serta berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya,” ujar Nadiem dalam siaran pers.
Nadiem mengatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya jelas mengamanatkan bahwa pemilik atau pihak yang menguasai sebuah bangunan cagar budaya bertanggung jawab akan kelestariannya. Sesuai dengan UU tersebut, cagar budaya ini merupakan tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota.
Tindakan membongkar Rumah Ema Idham tersebut berdasarkan UU itu adalah tindakan melawan hukum. Pada Pasal 105 UU No 11/2010 disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun.
”Kami mendorong semua pihak untuk melestarikan bangunan cagar budaya dan menjaga memori kolektif sejarah bangsa,” kata Menteri Nadiem.
Mendata kembali
Untuk mencegah kelalaian serupa, Disdikbud Kota Padang mulai mendata kembali bangunan cagar budaya. Saat pertama ditetapkan tahun 1998, jumlah cagar budaya di Kota Padang ada 74 unit. Namun, pascagempa 2009, jumlahnya berkurang. Cagar budaya yang kondisinya baik saat ini sekitar 50 unit.
”SK tahun 1998 itu akan kami revisi. Kami akan bekerja sama dengan BPK Wilayah III dan juga dengan provinsi, (akan mendata) mana-mana bangunan (cagar budaya) yang ada di Kota Padang nanti akan kami beri plang atau kami sosialisasikan kepada masyarakat bahwa itu bagian dari cagar budaya,” kata Yopi.
Yopi enggan menyebut pembongkaran cagar budaya Rumah Ema Idham yang berada di depan rumah dinas Wali Kota Padang itu sebagai kecolongan.
”Sebenarnya tidak kecolongan, ya. Kalau pembongkaran dengan alat berat sebentarlah. Kami gak tahu itu dibongkar oleh pemiliknya. Pemiliknya juga gak tahu itu bangunan cagar budaya karena sudah terjadi beberapa kali perpindahan kepemilikan,” ujarnya.
Untuk ke depannya, kata Yopi, dinas akan memetakan semua cagar budaya di Kota Padang. ”Kami merevisi seluruhnya dan kami buat labelnyalah. Ini saran juga dari Dirjen Pelestarian Kebudayaan dan juga BPK Wilayah III,” katanya.