Pengelolaan Sampah di Banyumas Jadi Percontohan Nasional
Pengelolaan sampah mulai dari hulu, tengah, hingga hilir perlu terus digencarkan untuk mengatasi masalah sampah di masyarakat. Banyumas jadi contoh baik dalam pengolahan sampah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Upaya Bupati Banyumas Achmad Husein bersama jajaran pemerintahan dan masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi contoh baik di tingkat nasional. Kendati berangkat dari keterpaksaan akibat banyaknya penolakan pembangunan tempat pembuangan akhir sampah, Husein menerapkan pengelolaan sampah mulai dari hulu, tengah, hingga hilir.
”Saya belajar sampah karena keterpaksaan karena ada TPA yang dikelola pemda itu ditutup warga sehingga sampah ada di mana-mana, tidak bisa masuk ke TPA,” kata Husein dalam talk show yang digelar Universitas Jenderal Soedirman dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertema ”Menuju Zero Waste, Zero Emission Indonesia”, di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (15/2/2023).
Bagi Husein, filosofi sampah semula adalah berasal dari barang-barang yang bermanfaat. Oleh karena itu, meskipun sudah menjadi barang yang bau dan menjijikkan, sebisa mungkin sampah itu dikembalikan lagi menjadi barang yang bermanfaat. ”Asal mula sampah sebetulnya barang-barang yang berguna. Plastik berguna, makanan juga mahal harganya. Kalau begitu, harus dikembalikan kepada awalnya,” ujarnya.
Pengolahan sampah dari hulu, lanjut Husein, dicoba dengan pemilahan sampah sejak di rumah tangga. Lewat sejumlah aplikasi penjemputan sampah, ternyata tidak banyak yang antusias. Dari sekitar 480.000 keluarga, baru ada 16.000 keluarga yang berlangganan. Selanjutnya, upaya pengolahan di tengah adalah melalui KSM atau kelompok swadaya masyarakat yang bertugas memilah sampah organik dan anorganik.
Mereka dikumpulkan di setiap tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) atau hanggar-hanggar sampah di setiap kecamatan. Sampah organik dijadikan kompos dan pakan magot. Botol plastik bekas juga dijual kembali untuk didaur ulang. Untuk magot, di Banyumas per hari sudah bisa memproduksi 3,5 ton magot.
”Sampai saat ini ada 29 KSM dengan tenaga kerja 1.200 orang. Ini di tengah-tengah dan di sini kunci pengolahan sampah Banyumas. Semuanya hidup dan mendapatkan keuntungan,” kata Husein.
Dari KSM ini, sampah yang tersisa sekitar 9 persen baru masuk ke TPABLE, yaitu Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Berbasis Lingkungan dan Edukasi. Di sini, pemrosesan sampah memakai mesin-mesin antara lain sampah diolah menjadi RDF (refuse derived fuel) sebagai bahan bakar pengganti batubara dan juga paving block plastik. Pengelolaan sampah mulai dari hulu, tengah, hingga hilir ini pada prinsipnya harus memberikan keuntungan atau ada pembeli.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, upaya pengelolaan sampah di Banyumas ini menjadi contoh baik yang bisa diterapkan di berbagai tempat. Oleh karena itu, Husein beberapa kali mendapat tugas dari kementerian untuk berbagi kisah dan usahanya dalam mengelola sampah. Sejumlah pemerintah kabupaten juga pernah studi banding ke Banyumas untuk belajar tentang sampah.
Vivien menegaskan bahwa pengelolaan sampah perlu kolaborasi banyak pihak, seperti pemerintah, masyarakat, akademisi, dan pengusaha. Paradigma pengelolaan sampah di Indonesia pun terus berkembang dari yang awalnya adalah kumpulkan, angkut, dan buang sampah bergeser menjadi reduce-reuse-recycle, lalu bergeser lagi menjadi demi pemanfaatan ekonomi, dan kini mengarah kepada tujuan penurunan emisi gas rumah kaca.
Meski Banyumas disebut menjadi contoh dalam pengolahan sampah, Husein mengakui masih banyak masalah dalam penanganan sampah tersebut. Salah satu hal yang masih bisa ditemui di sekitar Kota Purwokerto adalah masih adanya tempat sampah liar yang berasal dari warga yang sering membuang sampah sembarangan.
Rektor Universitas Jenderal Soedirman Akhmad Sodiq menyampaikan, permasalahan sampah bisa menjadi tantangan dan peluang bagi akademisi untuk meriset serta mencarikan solusi jangka panjang.