Melawan Tengkes di Lombok dari Tempat Pembuangan Sampah
Penanganan tengkes semakin menjadi perhatian di NTB. Tidak hanya oleh pemerintah daerah, tetapi juga masyarakat. Salah satunya adalah perempuan pemulung di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat.

Suasana aktivitas para pemulung di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Kebon Kongok di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/2/2023). .
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Sitti Rohmi Djalillah menyatakan, daerah itu kini tengah ”berperang” melawan tengkes atau stunting. Semua tergerak untuk ambil bagian, termasuk perempuan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Kebon Kongok, Lombok Barat.
Sambil berjongkok, Mahnim (30) memeluk erat anak perempuannya, Dila Sofiatunnisa (2,5), di area Pasar Seni Banyumulek, Kediri, Lombok Barat, Kamis (9/2/2023). Lalu, pelan-pelan, Mahnim menunjuk ke arah kertas penuh warna yang digantung di depan mereka.
Baca Juga: Tekan Tengkes, NTB Produksi Benih Padi dengan Kandungan Zinc Tinggi
”Ini pisang,” kata Mahnim kepada anak keduanya itu. Dila ikut menunjuk ke gambar yang ditunjuk ibunya dan meniru ucapan Mahnim.
Dari satu kertas, mereka berpindah ke kertas lain. Kertas itu berisi gambar yang sama, yakni piring berisi paket makanan lengkap berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayur, dan buah-buahan. Hanya saja, warna tiap gambar berbeda-beda.

Suasana aktivitas para pemulung di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Kebon Kongok di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/2/2023).
Kertas-kertas yang digantung itu adalah karya anak-anak pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengikuti lomba menghias isi piringku. Lomba tersebut diadakan dalam rangka ”Edukasi Gizi Isi Piringku” yang merupakan rangkaian program Aksi Gizi Generasi Maju ke daerah Lombok. Program itu diadakan Danone Indonesia, 9-10 Februari 2023.
Pada hari itu juga digelar edukasi gizi di Pasar Seni Banyumulek yang dihadiri lebih dari 100 peserta. Sebagian besar adalah perempuan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, Lombok Barat. Mahnim termasuk salah satunya.
Baca Juga: Melawan Tengkes dengan Mendorong Asupan Protein Hewani yang Optimal
TPA Kebon Kongok merupakan tempat pembuangan akhir terbesar di Lombok. TPA ini berada sekitar 10 kilometer selatan Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat (NTB). TPA ini menampung sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat.
Menurut Kepala TPA Kebon Kongok Radyus Ramli Hindarman, ada 185 pemulung di TPA tersebut. Sekitar 75 persen atau 135 orang di antaranya adalah perempuan. Mereka berasal dari desa di sekitar TPA, seperti Kuranji, Karang Bongkot, dan Suka Makmur.

Seorang ibu mengajak putrinya melihat karya peserta Lomba Mewarnai Isi Piringku dalam rangkaian program Aksi Gizi Generasi Maju yang diselenggarakan Danone Indonesia, di Pasar Seni Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Kamis (9/2/2023).
Kelompok rentan
Dokter spesialis anak, Ananta Fittonia Benvenuto, saat memberikan edukasi mengatakan, tengkes merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang diakibatkan kurang gizi kronis serta infeksi berulang. Kondisi ini biasanya ditandai dengan tinggi badan anak yang berada di bawah standar.
Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi tengkes atau stunting pada anak dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik.
Baca Juga: Pendekatan Agama untuk Mengatasi Tengkes
Menurut Ananta, selain status gizi yang buruk, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan masih tingginya angka tengkesdi Indonesia. Lingkungan yang tidak higienis, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan, serta infeksi penyakit juga bisa mengakibatkan tengkes pada anak.
Menurut Ananta, TPA menjadi salah satu tempat sumber utama polusi tanah, udara, sumber air dangkal, dan sanitasi. Kondisi itu rentan mengakibatkan infeksi yang menjadi salah satu faktor penyebab tengkes.

Seorang ibu mengajak putrinya untuk melihat karya peserta Lomba Mewarnai Isi Piringku dalam rangkaian program Aksi Gizi Generasi Maju yang diselenggarakan Danone Indonesia di Pasar Seni Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/2/2023).
Aminah (30), salah satu perempuan pemulung di TPA Kebon Kongok, dalam kegiatan tersebut menuturkan, anak keduanya sekitar dua bulan lalu pernah divonis tengkes.
Warga asal Karang Bongkot tersebut menuturkan, ia memulung di Kebon Kongok pukul 08.00-16.00 Wita. Akibatnya, ia harus menitipkan anaknya yang berusia 1,5 tahun ke neneknya.
Baca Juga: Komitmen Menurunkan Tengkes
Akan tetapi, hal itu membuat Aminah tidak bisa mengawasi secara penuh asupan makanan untuk anaknya. ”Neneknya lebih sering kasih dia makanan ringan. Akibatnya, saat dibawa ke posyandu (dua bulan lalu), berat dan tingginya kurang,” kata Aminah.
Mengetahui hal itu, Aminah tidak ingin kecolongan lagi. Dari hasil memulung Rp 200.000 per dua minggu ditambah upah suaminya yang menjadi buruh, Aminah mulai memperhatikan gizi bagi anaknya.

Aminah (30), salah satu pemulung di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Kebon Kongok di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/2/2023).
Ia kemudian rutin memberikan protein hewani untuk anaknya, misalnya dengan memberikan ikan dan telur. Berkat upaya itu, berat badan anaknya naik dari 9 kilogram menjadi 10,9 kilogram.
”Sekarang sudah normal lagi. Saya tidak ingin itu terjadi lagi, baik ke anak saya maupun anak yang lain. Oleh karena itu, saya juga mengajak orangtua di sekitar tempat tinggal untuk mencegah tengkes,” kata Aminah.
Baca Juga: Tengkes dan Derajat Perempuan
Mahnim pun demikian. Anak pertamanya juga sempat divonis tengkes karena berat dan tinggi badan tidak normal. Berdasarkan bimbingan dari posyandu, ia kemudian mengetahui jika itu terkait gizi pada anaknya.
Setelah itu, ia memberikan perhatian yang besar pada gizi bagi anaknya. ”Alhamdulillah, sekarang sudah tidak tengkes lagi,” kata Mahnim.
Berperang

Foto bersama seusai kegiatan Edukasi Gizi di Pasar Seni Banyumulek, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/2/2023).
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, NTB saat ini ”berperang” melawan tengkes. Berdasarkan Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat secara elektronik (e-PPGBM), yang dilakukan di sekitar 7.600 Posyandu Keluarga, angka tengkes di NTB pada 2022 sebesar 16,9 persen atau 75.503 anak balita.
Dari 10 kabupaten/kota, masih ada tiga kabupaten dengan persentase tengkes di atas target 2022 (18,4 persen), yakni Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Barat.
Baca Juga: Perkuat Kolaborasi Mengentaskan Tengkes
Rohmi mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB menyadari masih terdapat tantangan yang dihadapi di NTB dalam upaya untuk menurunkan prevalensi kasus tengkes.
”Salah satunya adalah dengan terus meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pola hidup sehat, khususnya mereka yang berada di daerah pedesaan,” kata Rohmi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F10%2F3aee1df2-1579-4a66-83aa-f84b374c8823_jpg.jpg)
Data Tengkes di NTB hingga 2022.
Menurut Rohmi, berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Provinsi NTB untuk menekan angka tengkes. Upaya itu antara lain Deklarasi Tuntas 5 Pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
Pilar STBM yang didorong lewat Posyandu Keluarga di NTB itu meliputi berhenti buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun di air mengalir, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah tangga.
Menurut Rohmi, penanganan tengkes merupakan pekerjaan berat sehingga perlu dukungan dan kolaborasi semua pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga swasta dan masyarakat.
Sustainable Development Director Danone Indonesia Karyanto Wibowo mengatakan, Indonesia memproduksi lebih dari 65 juta ton sampah setiap harinya. Khusus Lombok Barat, yang menjadi lokasi kegiatan Danone Indonesia di NTB, dalam empat tahun memproduksi 3,9 juta ton sampah.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Terawan Agus Putranto mengunjungi salah satu posyandu di Desa Kuripan, Kecamatan Kuripan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (5/12/2019).
Seperti Rohmi, menurut Karyanto, permasalahan sampah memang kompleks dan perlu kolaborasi dalam penanganannya. Danone Indonesia sendiri telah lama menggunakan bahan daur ulang dalam mendorong ekonomi sirkular di samping menjaga lingkungan.
Khusus tengkes, kata Karyanto, salah satu pihak yang terlibat dalam pengumpulan sampah adalah pemulung. ”Saat memulung, ada potensi mereka terpapar sesuatu yang berdampak ke kesehatan mereka. Maka, kami juga berusaha memberikan akses, edukasi, terkait nutrisi untuk hidup sehat mereka,” katanya.
Di Lombok, kata Karyanto, mereka menyelenggarakan program Isi Piringku di sekitar TPA Kebon Kongok. Program tersebut bertujuan untuk membantu para orangtua dan guru membiasakan konsumsi makanan dengan gizi seimbang, baik di rumah maupun sekolah. Kegiatan itu akan terus berlanjut.
Pencegahan tengkes memang berat, termasuk di NTB. Akan tetapi, siapa pun bisa ambil bagian. Seperti di Lombok, perempuan pemulung dari TPA Kebon Kongok pun ikut ”berperang”.