Kekurangan Benih dan Pupuk, Produktivitas Padi di Jateng Rendah
Rata-rata produktivitas lahan padi di Jawa Tengah 5,6 ton per hektar dinilai masih terlalu kecil. Sejumlah upaya bakal dilakukan untuk mendrongkrak produktivitas sehingga gejolak harga bisa dikendalikan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Produktivitas padi di Jawa Tengah dinilai masih terlalu rendah. Setidaknya ada dua faktor yang disebut menjadi penghambat produktivitas padi, yakni kurangnya benih dan pupuk. Pemerintah setempat bakal mengedarkan benih unggulan dan mengajak petani mengoptimalkan penggunaan pupuk organik di tengah keterbatasan pupuk anorganik bersubsidi.
Dalam data Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng tercatat, produksi padi pada tahun 2020-2022 di wilayah itu fluktuatif. Pada tahun 2020, produksi padi di Jateng sebesar 9,4 juta ton. Sementara pada tahun 2021 dan 2022, jumlahnya masing-masing 9,6 juta ton dan 9,5 juta ton.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Produk Tanaman Pangan dan Hortikultura, Selasa (14/2/2023), mengatakan, rata-rata produktivitas lahan tanam padi di wilayahnya 5,6 ton per hektar. Angka itu disebut Ganjar masih terlalu rendah. ”Penyebabnya ada dua, benihnya kurang bagus dan pupuknya kurang,” kata Ganjar dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023).
Untuk meningkatkan produktivitas padi, Ganjar mendorong agar benih padi varietas Rojolele Srinuk segera diedarkan. Rojolele Srinuk merupakan produk pangan unggulan Jateng asal Klaten yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional. Benih padi varietas itu memiliki potensi hasil panen 9,22 ton per hektar.
Tanaman padi Rojolele Srinuk bisa dipanen lebih cepat, yakni 120 hari. Padi Rojolele Srinuk juga disebut lebih tahan hama, khususnya wereng batang coklat. Beras yang dihasilkan oleh varietas Rojolele Srinuk juga memiliki tekstur pulen dan beraroma wangi.
Adapun kekurangan pupuk terjadi pada pupuk anorganik. Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng mencatat, kebutuhan pupuk anorganik di wilayahnya sebanyak 2.011.477 ton. Selama ini, Jateng mendapat bantuan pupuk anorganik bersubsidi dari pemerintah, seperti urea dan NPK sebanyak 1.165.609 ton.
”Kami memang kurang untuk (pupuk jenis) urea. Maka, apa yang mesti kami lakukan? Di beberapa tempat mulai kami dorong (petani) untuk menggabungkan (pupuk anorganik) dengan pupuk organik,” ucap Ganjar.
Ketika berkunjung ke Desa Kebonagung, Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal, Selasa, Ganjar mendapat keluhan dari petani terkait distribusi pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran. Menurut Ganjar, distribusi pupuk perlu diawasi dengan ketat supaya tepat sasaran. Pemberian subsidi dimaksudkan supaya ongkos produksi pertanian bisa ditekan.
Di beberapa tempat mulai kami dorong (petani) untuk menggabungkan (pupuk anorganik) dengan pupuk organik.
Harga melambung
Ongkos produksi yang rendah diharapkan bisa menahan gejolak harga beras. Sekitar sebulan terakhir, harga beras di Jateng melambung menjauhi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Jika tak segera dikendalikan, kenaikan harga beras tersebut bisa memicu inflasi.
Sebelumnya, harga beras medium dan premium di sejumlah wilayah di Jateng dikeluhkan masyarakat masih tinggi. Pada Senin (13/2/2023), sebanyak 26 dari total 35 kabupaten/kota di Jateng menjual beras di atas HET (Kompas.id, 14/2/2023).
Harga tertinggi untuk beras medium terdapat di Karanganyar, yakni Rp 12.750 per kilogram, dan Pemalang sebesar Rp 12.300 per kg. Adapun beras premium dijual melebihi HET di 15 dari total 35 kabupaten/kota di Jateng. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017, pemerintah telah menetapkan HET beras medium di Jawa Rp 9.450 per kg dan HET beras premium di Jawa Rp 12.800 per kg.
Pada Selasa, harga beras di sejumlah pasar di Kota Semarang terpantau masih di atas HET. Di Pasar Bulu, Kecamatan Semarang Selatan, misalnya, harga termurah beras medium Rp 12.000 per kg. Sementara itu, harga beras premium mencapai Rp 15.000 per kg.
”Harga beras masih naik terus, Rp 1.000-Rp 2.000 per kg per hari. Belum ada penurunan sama sekali. Beberapa hari lalu sudah ada pendataan, katanya mau ada operasi pasar, tapi sampai hari ini belum dilakukan. Semoga bisa segera dilakukan supaya harga beras cepat turun,” kata Muji (63), pedagang sembako di Pasar Bulu.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng M Arif Sambodo mengatakan, untuk menekan biaya distribusi, pemerintah akan memotong rantai pasok beras. Beras hasil panen dari petani akan diserap langsung oleh Bulog untuk selanjutnya dijual kepada masyarakat dengan harga di bawah HET.