Daerah Penghasil Sawit Minta Dana Bagi Hasil yang Lebih Adil
Daerah penghasil sawit meminta dana bagi hasil yang lebih berkeadilan. Tahun ini pemerintah pusat mengalokasikan Rp 3,4 triliun DBH sawit. Jumlah itu dinilai minim dibanding dana yang dipungut dari daerah penghasil.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Daerah penghasil sawit meminta dana bagi hasil yang lebih berkeadilan dari pemerintah pusat. Untuk pertama kali, tahun ini pemerintah pusat mengalokasikan Rp 3,4 triliun dana bagi hasil untuk 22 provinsi penghasil sawit. Namun, jumlah itu dinilai sangat minim dibandingkan dana yang dipungut pemerintah pusat dari daerah penghasil sawit.
Hal itu menjadi benang merah diskusi bertajuk ”Dana Bagi Hasil Perkebunan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah” dalam rangkaian Hari Pers Nasional 2023 di Medan, Sumatera Utara, Rabu (8/2/2023). Dalam diskusi itu, dua daerah penghasil sawit, yakni Sumut dan Riau, menyebut nilai dana bagi hasil (DBH) sawit saat ini belum berkeadilan.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumut Ismael Parenus Sinaga mengatakan, daerah penghasil sawit baru tahun ini mendapat DBH sawit dari pemerintah pusat. Pengalokasian itu dilakukan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Padahal, pemerintah pusat selama ini memungut hasil yang cukup besar dari sawit berupa beberapa jenis pajak, bea keluar, dan pungutan ekspor. ”Dari bea keluar di Sumut saja kami hitung penerimaan negara sekitar Rp 6,9 triliun. Kalau 30 persen saja ditransfer ke daerah sebagai DBH sawit, paling tidak Sumut mendapat Rp 2 triliun,” kata Ismael.
Hal serupa disampaikan Kepala BPKAD Riau Syahrial Abdi. Menurut dia, Riau seharusnya paling tidak mendapat Rp 6 triliun DBH sawit dari pemerintah pusat. DBH sawit tahun ini hanya sebesar Rp 3,4 triliun untuk 22 provinsi penghasil sawit atau rata-rata Rp 154 miliar per provinsi. Namun, DBH akan dibagi secara proporsional sesuai hasil sawitnya.
”Gagasan untuk DBH sawit pernah dibicarakan gubernur-gubernur daerah penghasil sawit di Riau pada 2013. Usulan itu tidak ditanggapi pemerintah pusat. Namun, pemerintah pusat malah menambah pungutan ekspor sawit yang semuanya untuk pusat,” kata Syahrial.
Syahrial berharap, untuk meningkatkan DBH sawit yang diterima daerah, formulasinya bisa direvisi karena dimungkinkan dilakukan melalui peraturan pemerintah.
Anggota Komisi XI DPR, Gus Irawan Pasaribu, mengatakan, isu DBH sawit sebenarnya sudah dibicarakan sejak 2003 karena daerah merasa tidak mendapat bagian dari sawit. Namun, kemauan politik pemerintah pusat tidak terlihat. Padahal, daerah penghasil sawit seharusnya mendapat DBH yang setara dengan migas, kehutanan, perikanan, dan lainnya.
DBH sawit baru diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Saat pembahasan dengan pemerintah, kata Gus Irawan, pemerintah tidak mau memasukkan DBH sawit secara spesifik di batang tubuh UU itu. Gus Irawan lalu meminta gubernur-gubernur berkirim surat ke pemerintah pusat agar DBH sawit diakomodasi.
”DBH sawit tetap tidak dimasukkan di batang tubuh undang-undang, tetapi dibuka peluang satu ayat yang mengatur DBH lainnya di Pasal 123. Di bagian penjelasan baru disebutkan DBH lainnya itu antara lain DBH sawit,” kata Gus Irawan.
Di lapangan, terlihat ironi karena jalan-jalan di daerah penghasil sawit justru banyak yang rusak parah.
Gus Irawan menyebut, DBH sawit sangat penting untuk meningkatkan pembangunan di daerah-daerah penghasil sawit. Di lapangan, terlihat ironi karena jalan-jalan di daerah penghasil sawit justru banyak yang rusak parah.
Meski demikian, Gus Irawan mengapresiasi langkah pengalokasian DBH sawit sebesar Rp 3,4 triliun dalam APBN 2023. Ia menyebut, DPR akan mendorong agar diterbitkan peraturan pemerintah untuk menyusun formulasi DBH sawit yang lebih berpihak kepada pemerintah daerah.
Kepala Subdirektorat Dana Bagi Hasil Direktorat Dana Transfer Umum Kementerian Keuangan Mariana Dyah Savitri mengatakan, dana bagi hasil dipungut oleh pemerintah pusat dan dibagikan ke pemerintah daerah sesuai undang-undang.
”DBH sama seperti dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang merupakan bagian dari dana transfer umum (DTU) dari pemerintah pusat ke daerah. Sejak 2017, DTU ini meningkat setiap tahun kecuali pada 2020 karena pandemi Covid-19,” kata Mariana.
Mariana menyebut, pengalokasian Rp 3,4 triliun DBH sawit pada tahun 2023 adalah bentuk komitmen pemerintah pusat untuk menyalurkan DBH sawit kepada daerah penghasil sawit.