Bendungan Senilai Rp 1,6 Triliun di Konawe Capai 71 Persen, Persoalan Lahan Dituntaskan
Selama dua tahun pengerjaan, Bendungan Ameroro di Konawe mencapai progres 71 persen. Bendungan kedua di Sulawesi Tenggara ini memiliki daya tampung 54,5 juta meter kubik dan ditarget selesai akhir 2023.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Selama dua tahun pengerjaan, Bendungan Ameroro di Konawe mencapai progres 71 persen. Bendungan kedua di Sulawesi Tenggara ini memiliki daya tampung 54,5 juta meter kubik dan ditarget selesai akhir 2023. Persoalan lahan yang tersisa diupayakan segera tuntas.
Penanggung jawab pembangunan Bendungan Ameroro Ryan Rizaldi Oemar menyampaikan, hingga awal Februari ini, capaian pembangunan bendungan mencapai kisaran 71 persen secara keseluruhan. Pengerjaan termasuk bendungan utama hingga bangunan pendukung bendungan.
Kami berharap prosesnya bisa cepat sehingga saat bendungan diresmikan, persoalan tanah tidak ada kendala. (Ryan Rizaldi)
”Bendungan ini terdiri dari dua paket pengerjaan, di mana paket satu fokus pada main dam (bendungan utama), dan paket dua pada spillway (bangunan pelimpah). Total keduanya masih sesuai jadwal dan ditarget selesai pada akhir tahun ini, yaitu di hari ini kisaran 71 persen,” kata Ryan, dihubungi dari Kendari, Rabu (1/2/2023).
Pembangunan Bendungan Ameroro, terang Ryan, dibangun sejak akhir 2020 dan efektif sejak awal 2021. Bendungan yang berlokasi di Kecamatan Uepai, Konawe ini didesain dengan tipe urukan dengan tinggi puncak 82 meter dan panjang 324 meter.
Tampungan
Bendungan ini senilai Rp 1,6 triliun yang dibagi dalam dua paket pengerjaan dan dua kontraktor utama. Kapasitas tampungan nantinya mencapai 54,53 juta meter kubik, dengan luas genangan 244 hektar. Bendungan ini menampung aliran Sungai Konawehaa yang merupakan salah satu sungai terbesar di daratan Sultra.
Disebutkan, seiring dengan pengerjaan fisik, penyelesaian tanah juga terus dilakukan. Saat ini di posisi 98 persen, dan sisanya sudah diusulkan untuk dibayar tahun ini. Tersisa sekitar 20 hektar yang belum diselesaikan.
”Kami berharap prosesnya bisa cepat sehingga saat bendungan diresmikan, persoalan tanah tidak ada kendala,” terangnya.
Selain sebagai sumber air baku nantinya, Ryan melanjutkan, fungsi bendungan adalah untuk pengairan wilayah pertanian di wilayah Konawe yang memang menjadi sentra pertanian. Luas wilayah irigasi pertanian ke depannya mencapai 3.363 hektar.
Tidak hanya itu, bendungan juga untuk mereduksi banjir yang rutin terjadi di wilayah Konawe. Banjir besar pada 2019 lalu membuat sejumlah infrastruktur hancur dan merendam ribuan hektar permukiman dan persawahan selama lebih dari satu bulan.
Dihubungi terpisah, Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan Ameroro Paket II Iping Mariandana menyebutkan, saat ini pihaknya fokus pada penyelesaian bangunan pelimpah dan lanskap bendungan. Tahapan tidak mengalami kendala dan sesuai dengan target.
”Yang dikhawatirkan hanya cuaca yang bisa tiba-tiba berubah. Tapi dengan progres saat ini, kami optimistis bisa selesai sampai target waktu yang ditentukan,” ucapnya.
Bendungan Ameroro, tambah Iping, nantinya akan sedikit lebih besar dari Bendungan Ladongi di Kolaka Timur yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada akhir 2021.
Kedua bendungan ini nantinya akan diharapkan tidak hanya sebagai tampungan air baku, penanggulangan banjir, atau wisata, tetapi juga hingga pemanfaatan untuk kelistrikan. Di Ameroro, pemanfaatan air buntuk kelistrikan bisa mencapai 1,3 megawatt.
Sebelumnya, pengajar Fakultas Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo (UHO) La Baco Sudia menjabarkan, pembangunan bendungan skala besar di wilayah daratan Sultra perlu dilakukan untuk menampung lintasan air yang mencapai jutaan kubik.
Di DAS Konaweha saja, aliran air mencapai jutaan kubik per hari. Belum lagi ketika hujan turun dan debit air meningkat.
Meski begitu, tambah Baco, pemerintah harus memastikan masyarakat yang terdampak pembebasan lahan tidak dirugikan dalam proses yang berlangsung. Ganti rugi hingga pendampingan dalam penghidupan setelah berpindah harus dipastikan terpenuhi sebelum bendungan selesai dibangun.
”Tidak hanya itu, apa yang menjadi fokus pembangunan bendungan, khususnya irigasi, betul-betul dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dengan mengembangkan pertanian. Tidak lagi mengubah arah pembangunan ke depan,” ujarnya.