Geliat Dunia Anak dari Bandul Lato-lato
Kehadiran lato-lato menjadi anomali di tengah cepatnya laju perkembangan teknologi. Namun, apa pun bentuknya, pengawasan dibutuhkan agar tidak memicu dampak buruk di kemudian hari.
Detak lato-lato mewarnai keseharian masyarakat dalam beberapa pekan terakhir. Suara benturan dua bandul yang diadu dalam satu utas tali ini menambah denyut aktivitas anak-anak hingga menambah rezeki sebagian pedagang yang menjualnya.
Kehadirannya menjadi anomali di tengah cepatnya laju perkembangan teknologi. Namun, apa pun bentuknya, pengawasan dibutuhkan agar tidak memicu dampak buruk di kemudian hari.
Lima pasang bandul menempel di keranjang yang berisi beberapa bungkus kopi kemasan milik Mamat (51), penjual kopi keliling di salah satu sudut Jalan Naripan, Kota Bandung, Jawa Barat. Mainan anak yang disebut lato-lato ini berwarna cerah dan kontras dibandingkan dengan barang lainnya.
Pria paruh baya asal Cilacap ini menjual lato-lato sejak beberapa pekan terakhir. Mainan ini tiba-tiba menjadi tenar dan kerap dimainkan oleh anak-anak. Tidak hanya di dunia nyata, jagat maya pun diramaikan oleh bunyi detak bandul yang beradu dengan cepat di tangan bocah-bocah.
Mamat pun mengambil salah satu mainan yang ada, kemudian memainkannya. Keningnya berkerut melawan panas siang hari yang memantul dari aspal, Senin (16/1/2023) itu. ”Tak-tak-tak,” bunyi tubrukan dua bandul plastik itu beradu dengan riuhnya lalu lintas kendaraan.
”Biasanya banyak yang beli kalau akhir pekan. Satu hari itu bisa satu lusin, beda dengan hari biasa. Kemarin waktu Tahun Baru bisa terjual empat lusin,” ujar Mamat. Satu lato-lato dia jual seharga Rp 15.000.
Baca juga: Ekonomi Lato-lato
Mamat bersyukur mainan ini digandrungi karena bisa menambah mata pencariannya. Sebelumnya, dia hanya menjual kopi kemasan dan mendapatkan kurang dari Rp 50.000 sehari. Namun sekarang, saat lato-lato terjual habis, keuntungan yang dia dapatkan bisa melewati angka tersebut.
Tidak hanya bagi para penjual, keriuhan bandul lato-lato ini juga ditanggapi positif sebagian orangtua. Salah satunya Iqbal (34), warga Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, yang senang melihat anak laki-lakinya yang berumur 8 tahun mulai jauh dari gawai karena sibuk memainkan lato-lato.
”Biasanya dia main smartphone kalau lagi di rumah. Bahkan, kami saja sulit memisahkan dia dari gawai dan mainan lainnya seperti diabaikan. Sekarang sudah ada lato-lato dan hampir setiap hari dia mainkan,”ujarnya.
Iqbal pun memaklumi suara yang ditimbulkan lato-lato cukup bising dan mengganggu. Bahkan, bunyi yang dihasilkan mewarnai waktu istirahatnya di akhir pekan. Namun, dia tidak mempermasalahkannya, bahkan bersyukur bunyi itu bisa menandakan anaknya tidak jauh dari rumah.
”Jadi, selama ada bunyi lato-lato, berarti anak saya masih di sekitar rumah dan bermain dengan teman-temannya. Dia mau main keluar dan mereka saling berinteraksi. Tapi, saya selalu mewanti-wanti agar mainnya berhati-hati. Tali pengikat bandulnya saya cek terus, takut terlepas dan melukai anak-anak,” ujarnya.
Hati-hati
Kekhawatiran ini beralasan. Keriuhan lato-lato ini diwarnai sejumlah kejadian yang melukai anak-anak. Dari media sosial, Iqbal beberapa kali melihat sejumlah kasus lato-lato yang melukai anak saat mereka bermain. Bahkan, dia mendengar lato-lato dilarang dimainkan di beberapa sekolah.
Ketua Umum Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPOTI) Pusat M Zaini Alif menyebut, pihaknya tengah membahas terkait permainan lato-lato. Mainan yang telah beredar di Indonesia pada era 1970-an ini perlu disikapi dengan membuat aturan demi keselamatan anak.
Jika tidak diatur, lanjut Zaini, permainan ini akan membahayakan anak-anak. Alih-alih membuat riang gembira, bandul yang terlepas atau terhantam ke badan bisa menimbulkan rasa sakit, bahkan melukai penggunanya. Bahkan, bahan baku untuk pembuat bandul hingga panjang tali harus disesuaikan dengan usia para pemain.
”Setiap permainan, apa pun itu, akan berbahaya jika tidak ada aturannya, termasuk lato-lato. Bahan baku hingga cara bermain dari setiap kelompok usia perlu diperhatikan. Semua ini demi keselamatan anak,” ujarnya.
Zaini pun berharap berbagai pihak, mulai dari keluarga hingga pihak sekolah tidak serta-merta melarang anak-anak bermain dan cukup membatasi saja. Permainan ini dianggap membentuk aktivitas luar ruangan serta interaksi anak yang selama ini terlalu terpaku dengan gawai dan dunia maya.
Baca juga: Nyaring Terompet Tahun Baru Teredam Lato-lato
Ketangkasan
Sebagai pemerhati permainan anak, Zaini melihat lato-lato sebagai alat untuk menggugah ketangkasan anak. Jiwa kompetisi dan emosi positif yang ditimbulkan membawa anak-anak untuk kembali bertatap muka, bahkan saling bercanda dengan lato-lato yang berayun di tangan mereka.
”Permainan ini dulu dibawa dari Benua Amerika. Awalnya, alat itu digunakan untuk menangkap buruan, tetapi sekarang dimainkan dengan mengadukan kedua bandulnya. Ini bisa melatih ketangkasan anak karena butuh keseimbangan dan kecepatan,” paparnya.
Aura kompetisi juga hidup di antara anak secara langsung, tidak hanya pertandingan di dunia maya di mana anak-anak minim interaksi. Menurut Zaini, persaingan yang ada membuat anak-anak berusaha menggerakkan tangannya secepat dan secermat mungkin.
Bahkan, permainan ini bisa menjadi jalan untuk membangkitkan kembali berbagai permainan tradisional di Jawa Barat yang ada di masyarakat dari generasi terdahulu, salah satunya bangbara ngapung. Zaini menjelaskan, permainan tersebut mampu menimbulkan bunyi saat dimainkan dan memerlukan ketangkasan bagi para penggunanya untuk menghasilkan bunyi tersebut.
”Anak-anak mudah tertarik karena bunyi yang keluar dari permainan lato-lato. Dari ketertarikan ini, anak-anak bisa diperkenalkan permainan tradisional yang tidak kalah menarik,” paparnya.
Ketertarikan anak ini juga memiliki dampak positif bagi tumbuh kembang mereka. Ketua Program Studi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Hery Wibowo berpendapat, permainan lato-lato mampu membangun growth mindset, yakni pola pikir yang membuat individu ingin mengembangkan diri.
Pengembangan diri ini bisa dilihat dari usaha dari anak menggunakan anggota tubuhnya dengan tepat untuk mendapatkan permainan yang diinginkan. Hery berujar, kondisi ini menekankan kepada anak-anak bahwa proses itu penting dan tidak ada yang serba instan.
”Ini menjadi momentum terbaik untuk membangun growth mindset dengan penekanan pada proses dan tidak ada kesuksesan yang instan. Berlatih akan membawa hasil,” ujarnya dalam wawancara Kanal Media Unpad.
Permainan lato-lato, ujar Hery, memiliki pengaruh positif bagi anak karena mampu membangun interaksi sosial. Bahkan, bermain bersama dari anak-anak ini mampu membangun identitas sosial dan konsep diri yang positif.
”Ini menjadi ajang membangun interaksi sosial dari generasi Z yang sering disebut generasi yang suka menyendiri dan rebahan. Tanpa terasa, kohesi sosial antaranak-anak mulai terbangun dalam permainan lato-lato,” paparnya.
Meskipun memiliki berbagai dampak positif, permainan lato-lato juga bisa merugikan anak-anak serta lingkungan jika tidak diatur dengan baik. Menurut Hery, permainan yang tidak dikontrol akan membuat anak-anak melupakan waktu belajar, bahkan mengerjakan tugas sekolah mereka. Orangtua dan lingkungan juga diminta mengawasi agar permainan ini tidak melukai anak-anak.
”Potensi rasa rendah diri juga bisa timbul jika anak-anak tidak berhasil memainkannya. Karena itu, dibutuhkan kepekaan orangtua terhadap keberhasilan itu. Ayunan bola yang kuat dan tidak terkontrol juga berbahaya sehingga perlu diawasi,” ujarnya.
Benturan dua bandul lato-lato ini tidak bisa dipandang sebelah mata oleh lingkungan. Kompetisi yang timbul di antara gelak tawa dan bunyi detakannya dianggap mampu mengembangkan kemampuan anak, mulai dari fisik hingga sosialnya. Namun, pengawasan hingga aturan main juga perlu ditegakkan agar semua bisa bermain dengan aman dan berbahagia.